H
|
ujan turun tak
begitu deras di sore hari ini. Membuat burung-burung sibuk mencari pepohonan
untuk meneduhkan diri. Memeluk anak-anaknya dengan memberikan kehangatan untuk
buah hatinya. Megingatkanku sewaktu ayahku masih hidup. Tepat 2 tahun yang
lalu, disaat hari ulang tahunku yang
ke-17. Ayahku meninggal akibat kecelakaan. Sekarang aku hanya hidup sendiri di
kosan untuk melanjutkan kuliahku di universitas ternama di Jakarta, yaitu UI.
Sambil melamun dan ditemani secangkir teh
hangat. Kutatap air hujan itu dari jendela kamarku, membuat suasana hatiku
terasa lebih tenang. Membayangkan kembali ketika waktu kuhabiskan bersama
ayahku. Andai saja waktu dapat kembali, pasti malam itu aku sudah melarang ayahku
untuk bertugas.
Sudah tak asing bagi mereka di luar sana
yang menganggapku sebagai seorang detektif. Entah apa yang ada di otak konyol
mereka sehingga menyebutku seorang detektif. Bukannya sombong tapi ini beneran,
serius ini kaga bohongan. Oh iya, perkenalkan namaku Hendraldi, seorang
detektif muda yang akrab dipanggil Raldi. Aku menyukai hal-hal yang berbau
misteri sejak umurku 9 tahun. Karena terbawa-bawa oleh ayahku yang seorang
inspektur polisi. Sudah banyak aku belajar menganalisis darinya. Sehingga,
sekarang aku bisa memecahkan kasus yang ada di sekitarku.
Tak
terasa hari sudah mulai gelap. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 06:00
sore, disaat ini, langit sudah tak meneteskan air matanya lagi. Matahari pun
ingin berpamitan. Bersiap-siap menyambut
datangnya sang purnama, menandakan malam hari akan tiba di langit Jakarta.
Suara adzan berkumandang. Memecah kesunyian
di kosanku. Kini langit dihiasi permata-permatanya yang indah. Membuatnya
semakin mempesona dimalam hari.
Suatu ketika ponselku berdering, membuat
pandanganku langsung tertuju pada ponsel itu. Langsung kusambar ponsel itu dari
atas meja dan menariknya ke kehadapanku, tanpa ragu-ragu, kuangkat panggilan
dari orang tersebut yang ternyata ibuku.
“Kenapa ibuku menelpon saat maghrib-maghrib
begini yah?”, pikirku.
Dalam sekejap persaanku berubah menjadi
kacau setelah menerima panggilan dari ibuku. Ibuku bilang bahwa adikku di culik
seseorang di rumahnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung angkat kaki dari
rumah. Langsung kubawa motorku menuju rumah ibuku yang tak terlalu jauh dari
sini. Untuk yang kedua kalinya aku tak mau terjadi apa-apa lagi pada keluagaku,
semoga penculiknya masih tak terlalu jauh dari situ dan bisa segera kutangkap.
Saat disana, kulihat ibuku duduk lemas
diberanda rumah dengan wajah cantiknya yang sedang menangis. Langsung
menghampiriku, kemudian memelukku dengan sangat erat. Dengan segala cara kubuat
hatinya tenang dan menceritakan kronologi kejadiannya.
Menurut ibuku mungkin adikku diculik
seseorang, tapi ini masih kemungkinan. Karena ibuku sedang kerja saat itu, jadi
tidak melihat kejadianya. Kemudian pada jam 06:17 sore adikku menelpon ibuku
dengan suara ketakutan dan menyuruhnya segera pulang. Pada saat itu ibuku
sampai dirumah jam 06:27 sore dan melihat isi rumah sudah merantakkan beserta
adikku yang sudah menghilang, kemudian langsung menelponku saat itu juga.
Aku langsung masuk rumah dan melihat isi
rumah itu. Memang benar apa yang dikatakan ibuku, rumah ini acak-acakkan macam
kapal pecah. Kulihat buku-buku berjatuhan dari tempatnya, tong sampah di
obrak-abrik, kursi di ruang makan mental kemana-mana, lampu pada pecah, foto
terlepas dari bingkainya, tepung berhamburan, saos tumpah acak-acakkan. Emang
kacau nih rumah! Tapi ada satu yang aneh. Tempat tidur yang masih sangat rapi
dan terdapat foto ulang tahunku di atasnya.
Ku pikir dalam-dalam apa yang sebenarnya
terjadi di rumahku, kejadian ini belum pernah kualami. Mungkin saja pelakunya
orang gangguan jiwa, sampai-sampai tepung berhamburan, disangka papan karambol
apa nih rumah! Tapi segila-gilanya orang kaga sampai kayak gini. Kuperhatikan
isi rumah sekali lagi dan memastikan jejak-jejak pelaku yang masih tersisa.
Tapi hasilnya tetap saja, tak ada tanda tanda yang menunjukkan pelakunya, hanya
saja tempat tidur yang masih rapi dan ada foto ulang tahunku di atasnya. Yang
pasti kutahu, adikku masih dalam keadaan baik-baik saja karena tak ada bekas
perlawanan dan juga senjata yang dapat melukai adikku.
Hari sudah semakin larut. Saat ini jam
sudah menunjukkan pukul 11:24 malam. Bulan dan bintang-bintang menemani malamku
yang melelahkan ini. Mata dan otakku sudah butuh istirahat. Lelah bepikir
memecahkan kasus ini. Karena sudah malam, kuputuskan aku akan menyelesaikan
kasus ini besok, dan untuk sementara waktu aku tinggal di rumah ibuku untuk
menjaganya.
Pagi ini langit tak secerah kemarin. Sang
mentari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Angin berhembus pelan. Membuat
daun-daun menari dibuatnya. Diiringi suara merdu burung yang bernyanyi dipagi
hari. Kududuk diberanda rumah, sambil menikmati hembusan-hembusan udara segar
dipagi hari. Mengingatkanku ketika masa-masa kecilku di rumah ini, ahh indahnya
hidupku saat itu. Andai saja keluargaku masih lengkap, senang rasanya bisa
berkumpul bersama keluarga di saat seperti ini.
Sesuai janjiku, hari ini aku akan berusaha
memecahkan kasus ini demi adikku. Kupikir betul-betul kaitannya antara tempat
tidur yang masih rapi dengan foto ulang tahunku. Kuanalisis apa maksud dari
teka-teki ini, dan apa motif penculikan ini. Yang kubisa simpulkan adalah rumah
dalam kondisi berantakkan, tempat tidur masih rapi dan juga terdapat foto ulang
tahunku. Otakku sudah buntu, tak ada cara lain selain memancing pelakunya agar
keluar dari tempat persembunyiannya.
Kucoba meletakkan uang di halaman rumahku,
mungkin saja motif penculikannya kerena uang. Agar tak ketahuan, aku
bersembunyi di balik jendela kamar ibuku yang mengarah langsung ke halaman
depan.
Kutunggu hingga 4 jam tapi tak ada yang
datang. Tiba-tiba pandanganku langsung tertuju pada anak ingusan.
Gerak-geriknya agak menurigakan, macam pencuri. Tanpa tampang berdosa anak itu
masuk ke halaman rumahku. Matanya celingak-celinguk kesana-kemari. Memastikan
tak ada orang yang melihatnya. Langsung disambarnya uangku. Tanpa ragu-ragu,
kukejar anak ingusan tadi secepat mungkin. tapi larinya cepat sekali, macam
burok.
Cara pertama gagal, kali ini kucoba
meletakkan emas milik ibuku, mungkin saja pelakuya terpancing dengan sesuatu
yang lebih mewah. Benar saja, dalam waktu kurang dari 5 menit sudah ada yang
terpancing dalam permainanku. Kali ini ada tukang rongsok yang terlihat
mencurigakan. Kali ini kupastikan pelakunya takkan bisa lolos dariku.
Dengan gesitnya mahkluk itu masuk dalam
rumahku melewati semak-semak, macam militer. Dikilonya emas-emas itu sambil
cekikikan dan langsung pegi dari rumahku. Langsung kukejar orang itu dengan
motor, tapi percuma saja. Larinya pun tak kalah dengan anak tadi, bahkan
melebihi burok.
Ahh bodohnya otakku ini, mana mungkin
pelakunya akan datang lagi. Biasanya penculik akan menelpon orang tua si anak
untuk meminta tebusan agar mendapatkan uang.
Habis sudah nasibku setelah ibuku pulang,
emas-emasnya sudah hilang dicuri tukang rongsok. Ini semua salahku, ahh bukan,
ini semua salah anak ingusan tadi dan tukang rongsok, suruh siapa mereka
mencuri.
Aneh, hari ini ibuku pulang lebih cepat dari
biasanya. Semoga saja dia tidak tahu emasnya hilang.
Tanpa sengaja ibuku melihat tempat emasnya
di lemari. Di amuknya aku, diacak-acaknya isi rumah ini macam kapal pecah.
Sudah kujelaskan berkali-kali kejadiannya, tapi tetap saja ibuku marah. Hingga
akhirnya keributan ini berakhir juga.
Tanpa sengaja akhirnya sang pelaku
menunjukkan ekornya juga dihadapan detektif hebat ini. Setelah kejadian ini
hatiku merasa lega, ternyata adikku memang baik-baik saja, dan aku tahu siapa
pelaku dibalik penculikan ini dan apa motif sebenarnya. Besok pagi aku akan
menyelesaikan kasus ini dan menceritakannya pada ibuku.
Hari berganti hati, sekarang ini hari
minggu. Hari yang dinanti-nantikan oleh banyak orang, begitu juga bagi seorang
detektif cerdas sepertiku, masih membutuhkan waktu untuk istirahat. Tak lupa
pula detemani oleh secangkir teh hangat. Ngeteh adalah hal wajib bagi diriku
untuk memulihkan kerja otakku yang sudah ruwet setelah berpikir keras sepanjang
waktu.
Sudah saatnya permainan ini berakhir.
Kuhampiri ibuku. Mengatakan kepadanya, bahwa ibukulah pelaku di balik semua
permainan ini. Awalnya sih ngak mau mengaku, tapi akhirnya ibuku menyerah juga
menyembunyikan kebenarannya. Ternyata ini semua kejutan untuk merayakan ulang
tahunku yang ke-19. Bahkan aku lupa bahwa 2 hari yang lalu adalah hari ulang
tahunku.
Besoknya, Kulihat si burok itu di Koran.
Yang ternyata adalah pencuri kelas kakap yang sedang buron. Dendamku belum
terbalaskan. Kali ini mereka takkan bisa lolos dariku.
Muhammad Alfath Ghifari – XI
IPA 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar