• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Kamis, 28 September 2017

Pelaku Sebenarnya



H
ujan turun tak begitu deras di sore hari ini. Membuat burung-burung sibuk mencari pepohonan untuk meneduhkan diri. Memeluk anak-anaknya dengan memberikan kehangatan untuk buah hatinya. Megingatkanku sewaktu ayahku masih hidup. Tepat 2 tahun yang lalu, disaat hari  ulang tahunku yang ke-17. Ayahku meninggal akibat kecelakaan. Sekarang aku hanya hidup sendiri di kosan untuk melanjutkan kuliahku di universitas ternama di Jakarta, yaitu UI.
Sambil melamun dan ditemani secangkir teh hangat. Kutatap air hujan itu dari jendela kamarku, membuat suasana hatiku terasa lebih tenang. Membayangkan kembali ketika waktu kuhabiskan bersama ayahku. Andai saja waktu dapat kembali, pasti malam itu aku sudah melarang ayahku untuk bertugas.
Sudah tak asing bagi mereka di luar sana yang menganggapku sebagai seorang detektif. Entah apa yang ada di otak konyol mereka sehingga menyebutku seorang detektif. Bukannya sombong tapi ini beneran, serius ini kaga bohongan. Oh iya, perkenalkan namaku Hendraldi, seorang detektif muda yang akrab dipanggil Raldi. Aku menyukai hal-hal yang berbau misteri sejak umurku 9 tahun. Karena terbawa-bawa oleh ayahku yang seorang inspektur polisi. Sudah banyak aku belajar menganalisis darinya. Sehingga, sekarang aku bisa memecahkan kasus yang ada di sekitarku.
 Tak terasa hari sudah mulai gelap. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 06:00 sore, disaat ini, langit sudah tak meneteskan air matanya lagi. Matahari pun ingin berpamitan.  Bersiap-siap menyambut datangnya sang purnama, menandakan malam hari akan tiba di langit Jakarta.
Suara adzan berkumandang. Memecah kesunyian di kosanku. Kini langit dihiasi permata-permatanya yang indah. Membuatnya semakin mempesona dimalam hari.
Suatu ketika ponselku berdering, membuat pandanganku langsung tertuju pada ponsel itu. Langsung kusambar ponsel itu dari atas meja dan menariknya ke kehadapanku, tanpa ragu-ragu, kuangkat panggilan dari orang tersebut yang ternyata ibuku.
“Kenapa ibuku menelpon saat maghrib-maghrib begini yah?”, pikirku.


Dalam sekejap persaanku berubah menjadi kacau setelah menerima panggilan dari ibuku. Ibuku bilang bahwa adikku di culik seseorang di rumahnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung angkat kaki dari rumah. Langsung kubawa motorku menuju rumah ibuku yang tak terlalu jauh dari sini. Untuk yang kedua kalinya aku tak mau terjadi apa-apa lagi pada keluagaku, semoga penculiknya masih tak terlalu jauh dari situ dan bisa segera kutangkap.
Saat disana, kulihat ibuku duduk lemas diberanda rumah dengan wajah cantiknya yang sedang menangis. Langsung menghampiriku, kemudian memelukku dengan sangat erat. Dengan segala cara kubuat hatinya tenang dan menceritakan kronologi kejadiannya.
Menurut ibuku mungkin adikku diculik seseorang, tapi ini masih kemungkinan. Karena ibuku sedang kerja saat itu, jadi tidak melihat kejadianya. Kemudian pada jam 06:17 sore adikku menelpon ibuku dengan suara ketakutan dan menyuruhnya segera pulang. Pada saat itu ibuku sampai dirumah jam 06:27 sore dan melihat isi rumah sudah merantakkan beserta adikku yang sudah menghilang, kemudian langsung menelponku saat itu juga.
Aku langsung masuk rumah dan melihat isi rumah itu. Memang benar apa yang dikatakan ibuku, rumah ini acak-acakkan macam kapal pecah. Kulihat buku-buku berjatuhan dari tempatnya, tong sampah di obrak-abrik, kursi di ruang makan mental kemana-mana, lampu pada pecah, foto terlepas dari bingkainya, tepung berhamburan, saos tumpah acak-acakkan. Emang kacau nih rumah! Tapi ada satu yang aneh. Tempat tidur yang masih sangat rapi dan terdapat foto ulang tahunku di atasnya.
Ku pikir dalam-dalam apa yang sebenarnya terjadi di rumahku, kejadian ini belum pernah kualami. Mungkin saja pelakunya orang gangguan jiwa, sampai-sampai tepung berhamburan, disangka papan karambol apa nih rumah! Tapi segila-gilanya orang kaga sampai kayak gini. Kuperhatikan isi rumah sekali lagi dan memastikan jejak-jejak pelaku yang masih tersisa. Tapi hasilnya tetap saja, tak ada tanda tanda yang menunjukkan pelakunya, hanya saja tempat tidur yang masih rapi dan ada foto ulang tahunku di atasnya. Yang pasti kutahu, adikku masih dalam keadaan baik-baik saja karena tak ada bekas perlawanan dan juga senjata yang dapat melukai adikku.


Hari sudah semakin larut. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11:24 malam. Bulan dan bintang-bintang menemani malamku yang melelahkan ini. Mata dan otakku sudah butuh istirahat. Lelah bepikir memecahkan kasus ini. Karena sudah malam, kuputuskan aku akan menyelesaikan kasus ini besok, dan untuk sementara waktu aku tinggal di rumah ibuku untuk menjaganya.
Pagi ini langit tak secerah kemarin. Sang mentari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Angin berhembus pelan. Membuat daun-daun menari dibuatnya. Diiringi suara merdu burung yang bernyanyi dipagi hari. Kududuk diberanda rumah, sambil menikmati hembusan-hembusan udara segar dipagi hari. Mengingatkanku ketika masa-masa kecilku di rumah ini, ahh indahnya hidupku saat itu. Andai saja keluargaku masih lengkap, senang rasanya bisa berkumpul bersama keluarga di saat seperti ini.
Sesuai janjiku, hari ini aku akan berusaha memecahkan kasus ini demi adikku. Kupikir betul-betul kaitannya antara tempat tidur yang masih rapi dengan foto ulang tahunku. Kuanalisis apa maksud dari teka-teki ini, dan apa motif penculikan ini. Yang kubisa simpulkan adalah rumah dalam kondisi berantakkan, tempat tidur masih rapi dan juga terdapat foto ulang tahunku. Otakku sudah buntu, tak ada cara lain selain memancing pelakunya agar keluar dari tempat persembunyiannya.
Kucoba meletakkan uang di halaman rumahku, mungkin saja motif penculikannya kerena uang. Agar tak ketahuan, aku bersembunyi di balik jendela kamar ibuku yang mengarah langsung ke halaman depan.
Kutunggu hingga 4 jam tapi tak ada yang datang. Tiba-tiba pandanganku langsung tertuju pada anak ingusan. Gerak-geriknya agak menurigakan, macam pencuri. Tanpa tampang berdosa anak itu masuk ke halaman rumahku. Matanya celingak-celinguk kesana-kemari. Memastikan tak ada orang yang melihatnya. Langsung disambarnya uangku. Tanpa ragu-ragu, kukejar anak ingusan tadi secepat mungkin. tapi larinya cepat sekali, macam burok.
Cara pertama gagal, kali ini kucoba meletakkan emas milik ibuku, mungkin saja pelakuya terpancing dengan sesuatu yang lebih mewah. Benar saja, dalam waktu kurang dari 5 menit sudah ada yang terpancing dalam permainanku. Kali ini ada tukang rongsok yang terlihat mencurigakan. Kali ini kupastikan pelakunya takkan bisa lolos dariku.
Dengan gesitnya mahkluk itu masuk dalam rumahku melewati semak-semak, macam militer. Dikilonya emas-emas itu sambil cekikikan dan langsung pegi dari rumahku. Langsung kukejar orang itu dengan motor, tapi percuma saja. Larinya pun tak kalah dengan anak tadi, bahkan melebihi burok.
Ahh bodohnya otakku ini, mana mungkin pelakunya akan datang lagi. Biasanya penculik akan menelpon orang tua si anak untuk meminta tebusan agar mendapatkan uang.
Habis sudah nasibku setelah ibuku pulang, emas-emasnya sudah hilang dicuri tukang rongsok. Ini semua salahku, ahh bukan, ini semua salah anak ingusan tadi dan tukang rongsok, suruh siapa mereka mencuri.
 Aneh, hari ini ibuku pulang lebih cepat dari biasanya. Semoga saja dia tidak tahu emasnya hilang.
Tanpa sengaja ibuku melihat tempat emasnya di lemari. Di amuknya aku, diacak-acaknya isi rumah ini macam kapal pecah. Sudah kujelaskan berkali-kali kejadiannya, tapi tetap saja ibuku marah. Hingga akhirnya keributan ini berakhir juga.
Tanpa sengaja akhirnya sang pelaku menunjukkan ekornya juga dihadapan detektif hebat ini. Setelah kejadian ini hatiku merasa lega, ternyata adikku memang baik-baik saja, dan aku tahu siapa pelaku dibalik penculikan ini dan apa motif sebenarnya. Besok pagi aku akan menyelesaikan kasus ini dan menceritakannya pada ibuku.
Hari berganti hati, sekarang ini hari minggu. Hari yang dinanti-nantikan oleh banyak orang, begitu juga bagi seorang detektif cerdas sepertiku, masih membutuhkan waktu untuk istirahat. Tak lupa pula detemani oleh secangkir teh hangat. Ngeteh adalah hal wajib bagi diriku untuk memulihkan kerja otakku yang sudah ruwet setelah berpikir keras sepanjang waktu.
Sudah saatnya permainan ini berakhir. Kuhampiri ibuku. Mengatakan kepadanya, bahwa ibukulah pelaku di balik semua permainan ini. Awalnya sih ngak mau mengaku, tapi akhirnya ibuku menyerah juga menyembunyikan kebenarannya. Ternyata ini semua kejutan untuk merayakan ulang tahunku yang ke-19. Bahkan aku lupa bahwa 2 hari yang lalu adalah hari ulang tahunku.

Besoknya, Kulihat si burok itu di Koran. Yang ternyata adalah pencuri kelas kakap yang sedang buron. Dendamku belum terbalaskan. Kali ini mereka takkan bisa lolos dariku.



Muhammad Alfath Ghifari XI IPA 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar