• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Kamis, 28 September 2017

Takdir di Negeri Ginseng


A
ku adalah seorang gadis berumur dua puluh lima tahun. Tak tahu aku berada di mana sekarang yang takdir membawaku kesebuah tempat yang sangat tak ku kenali. Aku tak bisa percaya apakah Tuhan yang rencanakan untuk takdirku sekarang. Udara dingin menusuk tulangku yang kering ini, maklum saja di sini suhu udara berkisar -2°C.
***
8 tahun yang lalu
Aku lahir dari rahim seorang ibu yang sangat menyayangiku dan seorang ayah yang pada saat kelahiranku ia tidak akan bisa melihat wajahku. Andhira Mahdya Khairunnisa mereka menamaiku begitu aku lahir. Nama yang cukup cantik bagiku. Ayahku seorang tuna netra yang pekerjaannya sebagai tukang pijat keliling. Hasil dari pekerjaan ayaku ini tidak dapat menghidupi untuk kami berlima. Kedua adikku terpaksa putus sekolah karena ayah dan ibuku tidak sanggup untuk membiayai sekolah kedua adikku dan hanya mempertahankan aku untuk membiayai sekolahku ke jenjang yang lebih tinggi. Dan tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku, aku diam-diam bekerja sebagai penjaga warnet yang gajinya pun tak seberapa untuk uang sekolahku.
     Tiga tahun pun berlalu, tak terasa akupun telah lulus dan melepaskan seragam abu-abu tercinta yang ayah dan ibuku mendapatkannya dengan susah payah. Sastra Indonesia jurusan yang ku inginkan dan ku terpilih menjadi siswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogjakarta. Aku bersyukur karena tuhan memberikan kecerdasan ini dan memberiku kesempatan emas ini untuk melanjutkan pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi, apakah aku mempunyai cukup biaya yang bisa membiayai pendidikan ini?. Ingin sekali rasanya ku ingin menjadi orang kaya sehari hanya untuk membiayai pendidikan ku ini, tapi takdir berkata lain. Ku diberikan oleh Tuhan untuk menjalani kehidupan ini. Surat yang ku bawa di tangaku ini surat yang akan meyusahkan kedua orang tuaku bila melihatnya. Aku tak tega memberikan surat ini kepada kedua orang tuaku dan terpaksa ku simpan surat ini di kamarku.
     Tak kusangka hari ini hari kelulusan ku dimana ku mengajak seluruh keluargaku untuk hadir diacara yang memberiku semangat selama tiga tahun. Berpisah dengan teman-temanku bukanlah hal yang sedih seperti kebanyakan anak-anak SMA lainya. Aku lebih memilih bekerja daripada menghabiskan waktu yang tak berguna bersama teman-temanku. Di sekolah diriku mempunyai sahabat yang setia membantu dan menolongku, tetapi aku tak mau merasa dikasihani, aku berterima kasih kepada sahabat-sahabaku yang membantuku dan baik kepadaku, meskipun tak banyak yang bisa ku berikan kepada sahabat-sahabatku.
     Ini waktu yang ku nantikan saat pembacaaan hasil ujian tertinggi. Namaku tersebut dalam peringakat tertinggi kedua disekolahku dan tertinggi di urutan kelima di kotaku. Aku bersyukur karena tuhan memberikan momen terbaik dalam hidupku ini. Sahabat dan teman-temanku mengucapkan selamat atas penghargaan ini. Kedua orang tuaku melihat dan memberikan seyuman manis terbaik yang mereka miliki, tampak bangga mereka melihatku dan merasa beruntung memilikiku.
    
     Surat ini masih ku simpan dan ku gengam erat-erat, masih ada waktu tiga minggu lagi untuk melunasi biaya administrasi perguruan tinggiku. Ingin sekali menunjukan surat ini kepada kedua orang tuaku, tetapi ragu hatiku bila aku mengecewakan mereka. Ku hitung jumlah tabungan ku, ada seperempat dari biaya perguruan tinggi ini.
     Ragu ragu ku berjalan kearah ibuku “Bu, Dhira mau membicarakan sesuatu kepada ibu”
     “Iya nduk bicaralah” suara lembut ibu membuat ku tak berani meminta apa-apa lagi selain kasih sayangnya, tapi aku memberanikan diriku agar cita cita di masa depanku tercapai.
     “Jadi begini bu, Dhira terlambat bilang ini ke ibu karena Dhira takut dan ragu ingin memberikan ini” Aku pun menyodorkan beberapa lembar helai kertas yang menjadi bukti bahwa Aku diterima di sebuah perguruan tinggi. 
“Dhira di terima perguruan tinggi di Jogjakarta, Dhira sangat ingin sekali, tapi Dhira tahu melanjutkan ke perguruan tinggi memerlukan biaya yang tidak sedikit, Dhira pun hanya mempunyai seperempat biaya kuliah dari hasil kerja Dhira selama ini, Dhira tahu biaya pendidikan ini menyusahkan ibu dan ayah, Dhira hanya ingin memberi tahu saja, kalau pun ibu dan ayah tidak bisa  membiayai ini sudah jangan dipaksakan, Dhira tidak mampu berarti untuk mengambil perguruan ini dan rencananya Dhira akan melamar kerja saja agar kehidupan kita bertambah baik dan bisa melanjutkan sekolah fahri dan alif” ucapku pelan
Akupun melihat ke arah ibuku yang tertegun membaca beberapa helai kertas yang menurutku itu menyusahkannya, mau bagaimana lagi cepat ataupun lambat ku harus memberitahukan kepada ibuku agar ia tidak merasa kecewa kepada ku. Aku pun meninggalkan ibu yang menelaah surat itu dan kembali ke kamar mempersiapkan beberapa dokumen untuk melamar pekerjaaan yang kupikir nanti akan membatu biaya hidup keluargaku.
Lega rasanya ku memberikan surat itu ke ibu. Matahari pun lambat laun berjalan untuk meninggalkan tempatnya, ayah pulang dengan membawa beberapa lembaran uang kertas yang nominalnya pun tidak seberapa bagi orang lain. Bagiku itu hasil dari jerih payah ayahku ini sangat bermanfaaat bagi kami untuk menghidupi lima orang yang di gubuk reot ini. Aku sangat bersyukur karena Tuhan masih ingin memberikan rezeki kepada kami meskipun dengan jumlah yang bisa dibilang tidak banyak.
Senja malam pun tiba. Hanya lampu petromak yang menemani kami berlima berkumpul di ruang keluarga gubuk kami yang kecil. Diskusi bersama sebelum tidur menjadi kebiasaaan keluargaku. Diskusi selesai setelah membahas peristiwa-peristiwa yang kami alami sehari penuh tadi. Kedua adikku bergegas pergi memasuki kamar mereka dan segara pergi tidur. Ibu dan ayah masih menahanku di tempat yang sama.
Nduk¸ ibumu bilang tadi kamu keterima di Universitas Gadjah Mada, apakah kamu serius ingin melanjutkan pendidikanmu ini” ucap ayahku pelan
Dheg…, hatiku jadi tak tenang pada saat ini, rasanya ku tak ingin membuat kedua orang tuaku merasa susah dengan beban ini.
“Kalau kamu serius, ayah bersedia untuk membiayai pendidikan mu ini nduk, ayah memiliki sedikit tabungan, ayah sudah berpikir bahwa hal ini akan terjadi dan ayah harus melakukan yang terbaik untukmu walaupun ayah ini mempunyai kekurangan yang tak bisa di terima oleh orang lain nduk,” ucap ayahku
Tetesan air mata ini tak sanggup untu ku tahan lagi. Aku memeluk ayahku tanda ucapan terima kasihku dan rasa sayangku kepadanya.
“Dhira tahu yah, Dhira sudah menyusahkan ayah, tetapi kalau ayah tak sanggup, Dhira akan bekerja saja membantu ayah dan ibu menambah penghasilan untuk menghidupi keluarga ini.” Jawabku gugup
“Tak papah, kamu lanjutkan saja pendidikanmu ini, ayah bersedia membiayaimu sampai kau lulus. Ayah percaya bahwa rezeki itu tidak akan kemana” ucap Ayahku pelan.
     Akhirnya dengan izin dan restu kedua orangtuaku aku melanjutkan pendidikanku di Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Menempuh perjalanan 4 tahun untuk menjadi sarjana sastra. Tak mudah untuk menempuh itu semua. Banyak lika-liku yang harus ku hadapi. Aku harus mencari cara agar biaya pendidikan ini tak membebani kedua orangtuaku. Rajin mencari event-event beasiswa untuk mempermudah jalanku menuju sarjana sastra adalah salah satu cara untuk meringankan biaya pendidikanku ini.
     Tiga tahun berlalu, setelah menempuh masa-masa yang berat untuk mencapai sarjana sastra Indonesia yang ku inginkan. Tahun terakhir sebelum menempuh lajur sidang setelah menyusun skripsi. Mencari-cari pekerjaan yang cocok untukku dan melanjutkan setelah mendapatkan gelar yang kutunggu tunggu setelah 4 tahun lama menunggu.
Seperti biasa aku menjalani kehidupanku seperti hari hari yang lalu. Tak banyak kenangan kenangan unik pada setiap harinya yang bisa ku dapat. Aku berjalan menuju ruangan kelas di kampusku. Sebelum masuk ke ruangan, aku melewati dinding mading yang berisi tentang informasi-informasi kegiatan kampus dan beasiswa-beasiswa yang ditawarkan oleh sebuah event. Melihat ada sebuah sesuatu yang menakjubkan bagiku, ku foto sesuatu yang menakjubkan ini di hape murahku.
Masih memikirkan, harus ku putuskan apa tidak untuk ini. Berpikr untuk bertanya ke ibu. Satu-satunya pencerahan yang kupunya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan ini kepada ibu.
“Bu, Dhira ingin bertanya pada ibu” tanyaku ragu pada ibu
“Ya, nduk silahkan. Kenapa nduk?”
“Jadi begini bu, ada event lomba di kampus,” sambil ku tunjukan selembaran yang terpampang di dinding mading dikampusku tadi kepada ibuku.
“Dhira mau ikutan ini, dhira sudah punya bahan untuk seleksinya bu, kalo diizinkan dhira akan mengikutinya, dan hadiahnya tak main main bu setahun belajar dan menjadi tutor jurusan sastra Indonesia dan melayu di Hankuk University. Dan disana insyallah di gaji juga bu” kataku penuh harap.
Ayahpun datang menghapiri kami diruang tamu. “kalian lagi ngapain, ayah ga diajak cerita nih ceritanya?” canda ayahku membuyarkan keseriusanku pada ibu. Lalu aku menceritakan hal yang sama kepada ayahku.
“Itu terserah padamu nduk, semua ada di tanganmu, keputusanmu yang membuat masa depanmu, kami sebagai orang tua hanya bisa mengarahkan dan mendukungmu nduk. Ayah setuju kalo kamu ingin mengikuti seleksi ini nduk. Yang penting kamu ikhtiar dan percaya bahwa ini keputusanmu. Bilang pada ayah kalau kamu butuh uang, insyallah ayah punya” ucap ayahku yang membuatku menangis bahagia.
Lima bulan berlalu, hari ini adalah hari sidang skripsi yang telah kususun setahun yang lalu. Banyak pengalaman yang dapat ku ambil dari pendidikanku ini. Sidangku di uji oleh para penguji- penguji di kampusku, dua jam berlalu, aku keluar dengan penuh bahagia. Skripsiku diterima, dan gelar S,si telah diraih olehku begitu aku menjalani wisuda. Masih satu perjuanganku, yaitu seleksi beasiswa yang ku impikan disana. Segera aku menuju ketempat seleksi yang tak jauh dari kampusku.
Tak terlambat aku datang ketempat itu. Ku persiapkan segala yang berhubungan dengan seleksi ini. Mulai dari bahan presentasiku, tuuanku mengikuti ini dan apa motivasiku ini. Tak lama kemudian namaku dipanggil.
“Andhira Mahdya Khairunnisa, silahkan masuk” panggil panitia penyeleksi.
Aku masuk dan menjelaskan beberapa penjelasan, presentasiku keliahatan menarik menurut mereka, beberapa pertanyaan di lontarkan kepadaku mengapa aku mengikuti seleksi ini dan pertanyaan paling sulit yang mereka lontarkan apakah siap aku meninggalkan keluargaku. Semua ku jawab dengan mengikuti kata hatiku. Selesai sudah wawancaraku dan akupun kembali kerumah. Pengumuman penerimaan tiga bulan kemudian. Bertepatan dengan sehari setelah wisudaku.
Tiga bulan kemudian
Pukul 07.00 tepat, aku dan bersama keluargaku sudah berada di kampusku untuk melaksanakan acara wisudaku bersama dengan yang lain. Tanpa rasa malu aku membawa semua keluargaku untuk menyaksikan acara yang membuatku bahagia. Susunan acara proses wisuda berjalan dengan baik sampai dengan susunan terakhir. Aku akhirnya mendapatkan gelar S,si yang akan ku persembahkan untuk kedua orangtuaku. Berfoto bersama dengan keluargaku dengan menggunakan toga tanda terakhir pencapaianku di pendidikan, tetapi masi ada satu lagi yang masih menjadi tujuan utama hidupku yaitu meneruskan pendidikanku ke Hankuk University di Korea Selatan.
     Sebelumnya, setelah aku selesai wawancara aku mempersiapkan Bahasa Korea yang digunakan disana dan referensi-referensi yang mungkin saja bisa membantu sebelum aku pergi ke Korea kalau aku diterima. Tetapi kalau tidak aku bisa menjadikan itu sebagai keahlian sampinganku dan bisa dijadikan pekerjaan di Indonesia.
     Pikiranku kemana mana malam hari ini, aku tak bisa fokus. Berdoa kepada Allah, diberikan yang terbaik untukku. Setelah itu aku tidur dan bersiap untuk besok.
     Pengumuman di umumkan di surat kabar, internet, dan kantor tempat seleksi dilakukan. Pagi ini aku bersiap untuk pergi membeli surat kabar. Hatiku tak karuan rasanya, menebak nebak biasa dilakukan oleh orang lain. Aku tetap tawakal kepada Allah. Kalaupun tidak diterimapun tak masalah bagiku, mempunyai pengalaman saja sudah cukup untuk mencari pekerjaan.
     Menunggu mengantri membeli koran, tak sedikit pula yang membeli koran hari ini hanya untuk melihat pengumuman yang tertera di surat kabar hari ini. Beberapa orang terlihat tersenyum, maklum saja dari sekian banyak orang yang ikut mendaftar hanya 30 orang saja yang dapat beasiswa sekaligus menjadi tutor di Hankuk University.
     Koran sudah ku dapatkan. Dengan teliti ku cari namaku. Tepat di urutan ke 20 namaku terpajang di koran. Terpampang jelas aku lulus mendapatkan beasiswa itu. Sujud syukur ku lakukan saat itu dan berlari pulang ke rumahku tanpa menghiraukan orang orang yang adadi sekitarku.
“Ibu, Ayah. Alhamdullilah aku diterima dan mendapatkan beasiswa ini” sambil memeluk kedua orangtuaku. Kedua orangtuaku menitikan air mata bahagia. Mereka percaya bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur dan ini bukti kekuasaan Allah.
***

Saat ini aku menginjakkan kaki di depan gerbang Hankuk University, aku siap melanjutkan hidupku untuk memberikan sesuatu yang unik dalam hidupku. Tinggal selama setahun di negara yang asing jauh dari kedua orangtua dan keluarga membuat motivasi baru untukku. Belajar dan menjadi tutor untuk anak-anak sekolah dasar di sana akan kulakukan. Semua ini demi keluargaku yang sayang serta selalu mendoakanku kapanpun dimanapun. Aku percaya kaya itu tak hanya bisa membuat hidup lebih mudah tanpa adanya cinta dan kasih sayang dari keluarga. Kaya itu hanyalah pemberian bonus yang diberian oleh Allah untuk kita. 



Anisa Aprilyana XI IPS 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar