H
|
ari Senin memang
hari yang paling menyebalkan bagi beberapa orang terutama para siswa karena
hari itu menjadi awal aktivitas setelah weekend.
Tidak terkecuali bagi seorang siswi SMA bernama Acha. Setelah selesai upacara,
ia dan temannya yang bernama Lisa berjalan di koridor sekolah menuju kelas
mereka setelah sebelumnya mereka pergi ke kantin untuk membeli minuman. Mereka
berjalan dengan diselingi obrolan ringan secara random.
“Cha, tahu tidak? Ada drama baru yang akan
tayang sebentar lagi. Aku penasaran sekali.” Lisa mengatakannya dengan sangat
antusias. Ia melirik Acha yang berjalan dengan wajah muram. Acha memang akan
menjadi sedikit badmood setiap Senin pagi.
“Drama apa, sih? Jangan bilang dramanya Nam Joohyuk, ya? Hah, aku tidak suka.
Ada Krystal, sih.” Jawab Acha dengan
nada malas.
“Ya ampun, Cha. Masih saja dibahas. Mereka
sudah putus juga, kan? Lupakan saja. Lagipula, ini bukan drama itu, kok.” Lisa berkata sambil memutar bola
matanya sebal.
“Memangnya drama apa?” Tanya Acha.
“Itu, drama ‘School 2017’. Aku sudah
menonton trailernya dan sepertintya
seru. Apalagi ada Sejeong, kan. Aku jadi semangat menunggunya.” Jelas Lisa
dengan semangat. Acha hanya mendengarkan saja.
“Oh drama itu. Aku juga sudah tahu. Nanti
saja menontonnya saat sudah tamat. Kalau nonton setiap episode saat tayang
tidak seru. Ceritanya akan menggantung.” Ucap Acha.
“Baiklah, kalau kau sudah ada dramanya, aku
mau ya hehehe.” Lisa berkata dengan senyum lebarnya. Acha hanya menghela napas
saja mendengarnya. Sudah biasa.
Saat melewati koridor lantai dua, mereka
tidak sengaja melihat ke arah papan pengumuman. Ada sebuah pengumuman baru
sepertinya. Akhirnya, mereka berdua berhenti sejenak untuk melihat pengumuman
itu.
ATTENTION!!!
Hello,
guys.
Yang
kalian tunggu-tunggu akan segera hadir. Bersiaplah untuk mengikuti kegiatan
sekolah kali ini. Benar sekali! Event
tahunan pertukaran pelajar akan segera dilaksanakan. Seperti sebelumnya, tujuan
pertukaran pelajar kali ini adalah Korea Selatan. Tetapi, sekolahnya tentu saja
berbeda dengan sebelumnnya. Yang sekarang ini beda, lho. Kalian yang beruntung akan pergi ke School of Performing Arts
Seoul selama dua minggu. Luar biasa sekali, kan?
Jika
kalian berminat, daftarkan segera diri kalian pada diri kalian pada Miss Sarah
dan mengisi formulir yang diberikan.
Ingat!!
Hanya untuk dua orang saja, lho.
SEMOGA
BERUNTUNG!!!
“Huaaaaaaa!!!!!!!” Acha dan Lisa memekik
keras di tengah-tengah koridor lantai dua. Mereka bahkan tidak memperdulikan
tatapan para siswa di belakang mereka yang juga sedang membaca pengumuman
tersebut.
Mereka pun saling melirik satu sama lain
seolah berbicara menggunakan telepati. Tidak menunggu lama, mereka keluar dari
kerumunan dan berlari menyusuri koridor dan tangga menuju lantai satu. Tepatnya
menuju ruang guru untuk mencari Miss Sarah.
Sesampainya di ruang guru, mereka berdua
berhenti sebentar untuk menormalkan napas mereka setelah berlari kencang.
Setelah kembali normal, mereka pun memasuki ruang guru dan memberi salam
setelah mengetuk pintu.
“Permisi, selamat pagi.” Salam mereka
berdua sambil melangkah masuk ke dalam dan langsung menuju meja kerja Miss
Sarah. Untungnya Miss Sarah ada di mejanya. Jadi mereka tidak sia-sia membuang
tenaga mereka dengan berlari-larian.
“Halo, Miss!” Sapa mereka kepada Miss
Sarah. Guru wanita itu lalu melihat ke arah mereka dan langsung tersenyum
mengerti.
“Ah! Miss tahu, nih. Kalian mau daftar, kan?” Tanya Miss Sarah yang dibalas dengan
senyum lebar dari keduanya. Membenarkan pertanyaan guru tersebut. Kemudian,
Miss Sarah mengambil dua kertas dari sisi mejanya dan memberikannya pada dua
siswa perempuan itu.
“Kalian isi dulu kertas ini dan jangan lupa
minta persetujuan dari orang tua. Di kertas itu juga ada beberapa persyaratan
yang nantinya harus kalian penuhi.” Jelas Miss Sarah. Mereka yang mendengarkan
hanya mengangguk-angguk paham dengan penjelasan yang diberikan.
“Terima kasih, Miss. Kami permisi dulu.”
Acha berujar pamit dan setelahnya mereka pergi meninggalkan ruang guru.
Saat berjalan, keheningan terjadi diantara
mereka. Dua orang itu hanya fokus pada kertas masing-masing dan membacanya.
“Data diri, riwayat penyakit, dan kemampuan
bakat?” Tanya Acha pada diri sendiri. Ia tidak mengerti untuk apa ada kemampuan
bakat? Namun, tidak lama kemudian Acha hanya bergumam paham.
Sekolah tujuan tersebut yang biasanya
disebut SOPA adalah sekolah kesenian. Ya, bisa dibilang begitu. Jadi, sekolah
tersebut memiliki kelas-kelas sesuai bakat atau bisa dibilang jurusan yang
dipilih siswa. Contohnya kelas menari, kelas berakting, kelas penyiar radio,
dan lain sebagainya tanpa melupakan pelajaran umum yang lainnya. Sekolah yand
berlokasi di Ibukota Korea Selatan itu pun banyak meluluskan artis-artis
terkenal. Oleh karena itu, SOPA menjadi impian bagi sebagian besar remaja di
Negara lain, termasuk Acha sendiri.
Saat Acha sedang memikirkan bakat apa yang
ia miliki, Lisa sudah bertanya, “Kau akan memilih kelas apa?”
“Aku juga belum tahu. Tapi, sepertinya
kelas menari. Kau sendiri?”
“Aku sepertinya akan mengambil kelas
penyiar radio saja.”
Setelah meminta persetujuan dari orang tua
dan mengumpulkan kembali formulir kepada Miss Sarah. Beberapa hari kemudian,
tes pertama diadakan. Tes pertama ini hanya tes kemampuan bahasa. Para peserta
harus mengerjakan soal-soal dalam Bahasa Inggris dan menulis beberapa kalimat
dengan huruf hangul. Acha mengerjakan
tes tersebut tanpa kesulitan. Dirinya memang lancar dalam berbahasa Inggris dan
dapat menulis hangul yang ia pelajari
sejak akhir sekolah dasar juga modal dari drama yang sering ia tonton.
Begitupun dengan Lisa yang terlihat biasa saja saat mengerjakan tes.
Beberapa hari kemudian, hasil tes pertama
diumumkan dan Acha juga Lisa pun berhasil lolos dari tes tersebut. Sempat
berteriak histeris karena dari seluruh peserta, sedikit sekali yang berhasil.
Kalau tidak salah hanya sepuluh orang saja.
Tes kedua adalah tes kesehatan. Mereka yang
lolos akan diperiksa oleh para tenaga medis yang disiapkan oleh sekolah. Tes
kali ini lebih mudah dijalani. Terbukti dari lulusnya semua peserta yang masih
tersisa.
Tes ketiga adalah tes terakhir. Tes yang
sangat mementukan sekali. Yaitu, tes kemampuan bakat. Tes ini dilakukan
terpisah sesuai kelas yang dipilih. Namun, dua peserta yang berhasil dipilih
dari nilai tertinggi secara keseluruhan. Bukan nilai perkelas.
Acha sangat gugup untuk tes kali ini. Di
kelas menari sekarang hanya ada tiga orang saja. Dirinya dan dua orang kakak
kelas. Apalagi ia terpisah dari Lisa.
Saat gilirannya pun tiba. Acha benar-benar
gugup awalnya. Di awal lagu pun ia bergerak dengan sedikit kaku. Namun, saat
lagu kesukaannya berputar, Acha bergerak dengan semangat. Kekuatan geraknya pun
meningkat jauh dari sebelumnya. Sampai lagu berkahir, penampilan Acha
benar-benar membuat guru penilai tersenyum puas melihatnya. Acha akhirnya dapat
tersenyum puas.
Hari pengumuman tiba. Hasil dari tes
kemarin akan ditempel di papan pengumuman lantai dua pada waktu istirahat.
Bel istirahat berbunyi, membuat Acha dan
lisa cepat-cepat keluar dari kelas menuju papan pengumuman. Menyelinap diantara
siswa lain yang lebih dulu berada di sana. Kebanyakan terdengar suara
kekecewaan. Membuat kepercayaan diri Acha dan Lisa jadi menciut. Apalagi saat
terdengar teriakan nyaring dari seorang kakak kelas mereka. Berarti hanya
tinggal seorang lagi yang beruntung. Ketika sudah berada di depan, mereka
melihatnya.
Acha berhasil lulus dan dapat pergi ke
Seoul. Tapi Lisa tidak.
Acha memang senang, terbukti dengan
senyuman lebar saat ia melihat namanya ada di kertas itu. Kemudian, ia tersadar
dan ekspresinya berubah saat paham bahwa Lisa tidak berhasil. Acha pun melihat
ke arah Lisa yang sudah tersenyum lebar padanya. Acha hanya menghela napas
berat. Lisa yang melihat itu pun bertanya, “Kenapa, Cha? Kok sedih?”
Acha tidak menjawab dan tetap diam. Lisa
jadi mengerti dan tersenyum jahil.
“Oh aku paham. Kau sedih karena aku tidak
ikut, kan?” Tanyanya. Acha yang mendengarnya langsung memasang ekspresi
jijiknya. Tetapi, kemudian ia mengangguk lemas. Lisa tertawa keras melihatnya.
“Hey, kenapa? Kau ‘kan bisa pergi ke sana
sendiri. Lagipula, di sana nanti kau akan mendapat keluarga angkat. Kau pasti
mendapat teman baru. Percaya sama aku. Kau tidak seharusnya sedih padahal kau
sedang beruntung sekarang.” Ucapan Lisa membuat Acha tersenyum lebar.
“Begitu, ya?” Tanya Acha.
“Iyalah. Oh iya, jangan lupa nanti di sana
belikan aku album EXO yang besok rilis itu ya hehehehe.” Acha pun memukul pelan
lengan Lisa.
Hari yang Acha tunggu tiba. Sekarang ia
sudah sampai di Incheon International
Airport setelah perjalanan beberapa jam. Waktu menunjukkan pukul 9 malam
waktu setempat. Acha, Miss Sarah, dan kakak kelasnya bernama Irene memutuskan
untuk menginap di hotel terlebih dahulu. Kemudian, esoknya baru bertemu dengan
keluarga yang akan menampung mereka selama di Seoul.
Pagi yang cerah datang. Mereka bertiga
bersiap menuju SOPA dengan menggunakan seragam sekolah. Di SOPA, mereka
disambut oleh para guru dan siswa-siswa yang melihat dari kelas masing-masing.
Kemudian, mereka berjalan menuju ruang studio dan mendengarkan penjelasan
tentang sekolah ini. Meskipun tanpa batuan translator, mereka mengerti karena
mereka memang paham dengan Bahasa Korea.
Setelahnya, Acha dan kakak kelasnya pergi
menuju kelas masing-masing. Ya, mereka memang bedan tingkat. Miss Sarah juga
menuju salah satu kelas untuk mencoba mengajar.
Setibanya di kelas yang bertuliskan ‘2-3’,
Acha masuk bersama seorang guru wanita yang cantik. Setelah menjawab salam pada
para siswa, guru itu mengenalkan siswa pertukaran pelajar yang datang dari
Indonesia. Kemudian, mempersilahkan Acha memperkenalkan diri.
“Annyeonghasey!
Nae ireumeun Acha imnida.” Acha mengucapkan Bahasa Koreanya dengan
canggung. Namun, sang guru mengerti dan langsung mempersilahkan Acha duduk di
kursi kosong yang ternyata bersebelahan dengan siswi yang menjadi keluarga
angkatnya.
“Gwaencanhayo.
Anjeuseyo.”
Acha hanya tersenyum dan berkata
terimakasih. Kemudian, pergi untuk duduk.
Bel istirahat telah berbunyi. Para siswa di
kelas ini pun berhamburan keluar kelas. Namun, Acha memilih tetap di kelas
karena tidak tahu mau pergi kemana. Dirinya belum tahu benar letak
ruangang-ruangan di sekolah ini.
Beruntungnya, teman sebelahnya mau
menemaninya dan tidak pergi bersama teman-temannya yang lain. Gadis itu pun
bertanya, “Namamu Acha, kan? Hai, namaku Lee Jina.”
Acha menoleh terkejut karena gadis itu
berkata dengan Bahasa Indonesia meskipun dengan cara bicara yang menurutnya
lucu.
“Kau terkejut aku bisa Bahasa Indonesia,
ya?” Tanyanya yang langsung membuat Acha mengangguk.
“Dulu aku pernah tinggal di Indonesia saat
sekolah dasar sampai awal aku sekolah menengah. Aku tinggal di Ban…. Hm,
sebentar. Ban… what? Aku lupa.” Gadis
bernama Lee Jina itu terlihat berpikir keras.
Acha yang melihatnya hanya tertawa kecil
dan bertanya, “Bandung?”
Jina langsung menoleh dan tersenyum lebar,
“Ah iya, itu maksudku.”
“Bahasamu bagus sekali.” Puji Acha dengan
jujur.
“Hahaha… Tentu saja. Sampai sekarang aku
masih sering berkomunikasi dengan teman-temanku di Indonesia. Itulah mengapa
aku ditunjuk menjadi keluarga angkatmu di sini.” Jelasnya membuat Acha
mengangguk mengerti.
Tidak terasa, bel pertanda berakhirnya
pelajaran atau pulang telah berbunyi tepat pukul 5 sore. Acha dan Jina pun
membereskan barang-barang mereka dan bersiap untuk pulang.
“Kita langsung pulang, kan?” Tanya Acha
pada Jina.
“Hahaha...” Jina yang tertawa membuat Acha
bingung.
“Aku ada les dulu sampai pukul 10 malam.”
Jawaban Jina membuat Acha menganga terkejut. Pukul 10 malam katanya? Gila.
“Kenapa? Itu hal yang biasa, tahu. Bahkan,
ya, ada yang lebih malam dariku. Sampai pukul 12 malam juga ada. Ada juga para trainee langsung pergi ke gedung agensi
masing-masing untuk berlatih. Ataupun siswa yang sudah debut langsung pergi berlatih atau melakukan jadwalnya.” Acha hanya
berdecak kagum mendengarkan penjelasan Jina.
“Kau mau ikut aku? Tidak masalah juga
karena tempat les ku adalah milik teman ibuku. Nanti aku akan bicara padanya.
Atau kau mau langsung pulang?” Tawarnya.
Acha berpikir sebentar dan akhirnya
menjawab, “Aku ikut kau saja.”
Di Seoul memang ia akan dilepas begitu saja
oleh Miss Sarah. Acha akan sepenuhnya beraktivitas dengan keluarga angkatnya
ini. Hanya saja, Miss Sarah akan mengawasinya dari jauh.
Di Korea Selatan siswanya memang akan
seperti ini. Tujuan mereka adalah perguruan tinggi negeri. Jadi, sudah dari
kecil mereka dididik untuk belajar dengan keras agar mereka dapat memasuki
perguruan tinggi. Bahkan ada saja orang yang menganggap orang yang tidak bisa
memasuki perguruan tinggi adalah orang yang gagal. Atau jika kau memiliki
cita-cita sebagai seorang seleberiti, kau juga harus berusaha dengan keras.
Ketika kau sudah menjadi seorang trainee,
kau harus mengorbankan segalanya dan berlatih setiap hari dengan keras agar kau
berhasil debut menjadi seorang
seleberitis. Intinya, kehidupan di sini keras. Kau harus berusaha sangat keras
untuk mendapat apa yang kau inginkan.
Pukul 11 malam, Acha dan Jina sudah bersiap
untuk tidur. Mereka baru tiba sekitar 30 menit yang lalu dan langsung
membersihkan diri masing-masing. Acha juga sudah berkenalan dengan semua
anggota keluarga angkatnya. Ternyata Jina memiliki seorang kakak yang sekarang
sudah bekerja di salah satu kantor penyiaran televisi di Seoul. Sekarang mereka
hanya berbaring dan mengobrol ringan.
“Ah iya, Jina. Temanku di Jakarta terus
saja bertanya tentang ada tidaknya artis yang berada di tingkat yang sama
dengan kita. Dia berisik sekali bertanya padahal aku saja tidak hafal sama
sekali teman-teman di kelas.” Keluh Acha. Ia memang terus saja ditanyai oleh
Lisa tentang hal tersebut sejak pagi.
Jina tertawa sebentar dan menjawab, “Kalau
di tingkat dua tidak ada artisnya. Banyaknya siswa yang masih trainee. Ada sih yang dulu ikut program pencarian bakat tapi tidak berhasil
debut.”
“Kalau di antara junior dan senior?” Tanya
Acha lagi.
“Di tingkat tiga ada beberapa member NCT.
Ada juga Yoojung. Ada juga Cani. Kau pasti tahu, kan?” Acha terkejut mendengar
jawaban Jina. Nama-nama yang Jina sebutkan adalah idolanya.
“Kalau di tingkat junior aku juga kurang
tahu. Ini ‘kan baru awal semester satu.” Acha hanya memnganggukan kepalanya.
Kemudian Jina bersuara lagi, “Aku sempat
menjadi juniornya Mark NCT. Kau tahu, kan? Waktu aku kelas satu. Lalu banyak
artis-artis lain yang sempat menjadi seniorku. Mereka baru lulus bulan lalu.”
Acha bersorak iri mendengar ucapan Jina.
Tapi, kalau ia memberitahukan pada Lisa, gadis di Jakarta itu pasti akan
berteriak histeris. Acha hanya berpikir dalam hati, ‘Andai saja pertukaran
pelajar ke SOPA diadakan tahun lalu.’
“Ah iya, mau mendengar cerita lagi?” Acha
mengangguk mengiyakan.
“Kakakku berada di tingkat yang sama dengan
Sehun EXO. Ia juga senior dari beberapa artis yang sekarang terkenal termasuk
artis yang sekarang tergabung dalam ‘97Line
Squad’. Kau tahu? Saat kelulusan kakakku, gedung SOPA bahkan dipenuhi oleh fansnya Sehun dan EXO karena semua
membernya datang.”
Acha langsung berteriak iri dan langsung
memukul Jina dengan gemas dan Jina hanya tertawa.
Hari-hari selanjutnya Acha jalankan dengan
seperti biasa. Datang ke sekolah dan menemani Jina les hingga malam. Ia juga
sudah mengikuti kelas yang ia pilih. Kelas menari setiap hari pasti memiliki
jam belajarnya sendiri. Acha jadi dapat belajar banyak tentang menari juga
pelajaran lain yang tidak ia dapatkan di Indonesia.
Saat belajar, Acha tidak sekali dua kali
diteriaki oleh pengajar tari di kelasnya. Bukan Acha saja, tapi banyak siswa
lain juga. Acha yang awalnya takut menjadi paham bahwa seperti inilah cara
belajar mereka. Apa yang dilakukan pengajar tari itu juga untuk kebaikan kita.
Agar kita terpacu untuk melakukan yang lebih baik lagi.
Acha juga sempat berkenalan dan berfoto
dengan Yoojung, salah satu idolanya. Untuk pamer dengan Lisa katanya.
Acha juga jadi tahu, sekolah di Korea
Selatan tidak jauh berbeda dengan di Indonesia sana. Hanya saja waktu belajar
di sini lebih lama daripada di Indonesia. Belum termasuk belajar di luar
sekolah yang bisa sampai larut malam tersebut.
Ah! Di hari ke 10 Acha di Seoul, Acha
melihat sesuatu yang tidak biasa. Saat ia dan Jina tidak sengaja pergi ke
bagian belakang sekolah atau tepatnya gudang, mereka melihat sekumpulan siswi
sedang berdiri angkuh juga seorang siswi angkuh yang terduduk pasrah di tanah.
Seragamnya bahkan sudah penuh dengan tepung dan terlihat cangkang telur di
sekitarnya. Acha benar-benar terkejut mendapat pemandangan seperti itu. Ketika
ia menoleh pada Jina, ia mendapat jawaban yang jelas.
“Hal seperti itu sudah biasa terjadi di
sekolah manapun. Seperti yang kau lihat, membully orang lain juga bisa terjadi
di sekolah yang katanya menjadi sekolah impian para fangirl di luar negeri. Kau lihat anak yang berambut merah? Ia
adalah ketuanya. Dia berada di tingkat tiga sedangkan gadis malang itu di
tingkat dua. Kelasnya di sebelah kelas kita.” Jelasnya.
“Apa tidak ada yang berani melapor pada
guru, Jina?” Tanya Acha yang merasa prihatin melihat gadis malang tersebut.
“Kalau untuk kasus siswa lain bisa saja
dilaporkan. Sekarang ini, bully menjadi kasus yang sangat diperhatikan oleh
semua sekolah. Tidak seperti dulu, apapun yang siswa lakukan di luar kelas,
tidak ada guru yang peduli. Mereka terlalu sibuk.” Jelas Jina, gadis itu diam
sebentar.
“Tapi, meskipun sudah diperhatikan, itu
tidak akan berguna bagi siswi berpengaruh seperti gadis berambut merah
tersebut. Orang tuanya adalah salah satu petinggi di Seoul. Tidak akan ada yang
berani melawan. Bagi orang-orang seperti itu, ketika kau membantu siswa yang
dibully, maka kau yang menjadi sasaran mereka setelahnya. Ya, begitulah.”
Acha hanya terdiam mendengar penjelasan
Jina. Kejam sekali, pikirnya. Ia tentu saja kasihan dengan gadis malang itu. Ia
bisa saja menolongnya karena ia juga merupakan siswa pertukaran, ia tidak akan
terkena masalah seperti yang Jina ucapkan. Tapi, di sini ada Jina. Kalau Acha
menolong, maka Jina yang akan terkena masalah dengan mereka.
Akhirnya Acha hanya menghela napas dan
pergi dari tempat itu, juga mengucap kata maaf di dalam hatinya karena tidak
bisa menolong.
Hari ini hari terakhir Acha di Seoul
sebelum kembali ke Jakarta esok pagi. Hari ini ia dan Jina berencana pergi
jalan-jalan ke pusat-pusat belanja di Seoul. Mereka pergi ke daerah Myeongdong
untuk membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman Acha di Jakarta. Membeli
album dan k-stuff untuk dirinya dan Lisa.
Setelahnya mereka pergi ke tempat impian
Acha selama beberapa tahun belakangan. Ya, SM Coex. Tempat yang berisi semua
tentang artis-artis idola Acha. Mereka berfoto dan membeli barang untuk dibawa
pulang.
Mereka bersenang-senang dan terus saja
berfoto. Untuk membuat kenangan katanya. Saling mengobrol di pinggir jalan.
Makan malam di tempat jajanan pinggir jalan yang membuat perut mereka kenyang.
Sampai tidak terasa mereka berjalan-jalan sampai pukul 9 malam. Padahal Acha
akan terbang ke Jakarta pagi hari.
Sesampainya di rumah Jina, mereka juga
tidak langsung tidur. Acha mengobrol bersama dengan keluarga Jina, menghabiskan
malam terakhirnya di sini dengan bahagia. Bahkan ibu Jina membuat makan malam
special meskipun Acha dan Jina sudah makan malam. Malam itu diakhiri dengan
foto-foto bersama.
Pagi sudah datang menjemput. Acha bersiap
untuk pulang ke Jakarta. Ia diantar oleh keluarga angkat yang sudah ia anggap
sebagai keluarganya sendiri itu. Setibanya di bandara, mereka langsung pergi
menemui Miss Sarah dan kakak kelasnya yang masing-masing juga diantar oleh
keluarga angkatnya.
Waktu keberangkatan hampir tiba, membuat
mereka sadar harus berpisah. Acha memeluk semua keluarga angkatnya dengan erat.
Terutama dengan Jina. Acha bahkan sempat menangis.
“Kita harus tetap berteman, kan?” Tanya
Acha yang sudah sesenggukan.
“Tentu saja. Kita juga harus sering-sering video call, ok?” Acha hanya mengangguk
seperti anak kecil.
Terakhir, mereka semua termasuk Miss Sarah,
kakak kelasnya, dan semua keluarga angkat berfoto bersama sebagai
kenang-kenangan.
Lisa terus-terusan bersorak dan berteriak
iri saat mendengar cerita Acha. Apalagi saat Acha menunjukan fotonya dengan
Yoojung dan fotonya di SM Coex meskipun Lisa sudah melihatnya dari media sosial
milik Acha.
“Sudahlah. Aku banyak hadiah untukmu, nih.”
Kemudian Acha memberikan album-album pesanan Lisa dan k-stuff lainnya.
Lisa kembali bersorak, “Huaaaaa terima
kasih Achaku!!!!” Kemudian memeluk Acha dengan erat.
“Ih apasih, Lis. Lepas!” Acha berontak
karena merasa susah napas akibat pelukan Lisa.
“Hehehe, maaf. Eh iya, apa aja yang kamu
dapat dari sana.” Tanya Lisa penasaran.
Acha hanya tersenyum, “Banyak sekali.
Setelah dari sana aku jadi tahu kalau aku harus berusaha keras untuk mencapai
cita-citaku. Temanku mengatakan bahwa aku tidak akan mendapat apapun jika aku
hanya melakukan usaha kecil tanpa mengorbankan apapun. Kalau kau mau tahu, guru
di sana benar-benar sangat disiplin dan banyak sekali peraturan ketat. Aku
bahkan sering sekali diteriaki karena melakukan kesalahan. Terakhir, aku juga
mendapat pelajaran untuk menghargai semua temanku tidak peduli status atau
apapun itu.”
Syafira Azzahra– XI IPA 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar