• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Kamis, 28 September 2017

Story in Seoul




H
ari Senin memang hari yang paling menyebalkan bagi beberapa orang terutama para siswa karena hari itu menjadi awal aktivitas setelah weekend. Tidak terkecuali bagi seorang siswi SMA bernama Acha. Setelah selesai upacara, ia dan temannya yang bernama Lisa berjalan di koridor sekolah menuju kelas mereka setelah sebelumnya mereka pergi ke kantin untuk membeli minuman. Mereka berjalan dengan diselingi obrolan ringan secara random.
“Cha, tahu tidak? Ada drama baru yang akan tayang sebentar lagi. Aku penasaran sekali.” Lisa mengatakannya dengan sangat antusias. Ia melirik Acha yang berjalan dengan wajah muram. Acha memang akan menjadi sedikit badmood setiap Senin pagi.
“Drama apa, sih? Jangan bilang dramanya Nam Joohyuk, ya? Hah, aku tidak suka. Ada Krystal, sih.” Jawab Acha dengan nada malas.
“Ya ampun, Cha. Masih saja dibahas. Mereka sudah putus juga, kan? Lupakan saja. Lagipula, ini bukan drama itu, kok.” Lisa berkata sambil memutar bola matanya sebal.
“Memangnya drama apa?” Tanya Acha.
“Itu, drama ‘School 2017’. Aku sudah menonton trailernya dan sepertintya seru. Apalagi ada Sejeong, kan. Aku jadi semangat menunggunya.” Jelas Lisa dengan semangat. Acha hanya mendengarkan saja.
“Oh drama itu. Aku juga sudah tahu. Nanti saja menontonnya saat sudah tamat. Kalau nonton setiap episode saat tayang tidak seru. Ceritanya akan menggantung.” Ucap Acha.
“Baiklah, kalau kau sudah ada dramanya, aku mau ya hehehe.” Lisa berkata dengan senyum lebarnya. Acha hanya menghela napas saja mendengarnya. Sudah biasa.
Saat melewati koridor lantai dua, mereka tidak sengaja melihat ke arah papan pengumuman. Ada sebuah pengumuman baru sepertinya. Akhirnya, mereka berdua berhenti sejenak untuk melihat pengumuman itu.
ATTENTION!!!
Hello, guys.
Yang kalian tunggu-tunggu akan segera hadir. Bersiaplah untuk mengikuti kegiatan sekolah kali ini. Benar sekali! Event tahunan pertukaran pelajar akan segera dilaksanakan. Seperti sebelumnya, tujuan pertukaran pelajar kali ini adalah Korea Selatan. Tetapi, sekolahnya tentu saja berbeda dengan sebelumnnya. Yang sekarang ini beda, lho. Kalian yang beruntung akan pergi ke School of Performing Arts Seoul selama dua minggu. Luar biasa sekali, kan?
Jika kalian berminat, daftarkan segera diri kalian pada diri kalian pada Miss Sarah dan mengisi formulir yang diberikan.
Ingat!! Hanya untuk dua orang saja, lho.
SEMOGA BERUNTUNG!!!
“Huaaaaaaa!!!!!!!” Acha dan Lisa memekik keras di tengah-tengah koridor lantai dua. Mereka bahkan tidak memperdulikan tatapan para siswa di belakang mereka yang juga sedang membaca pengumuman tersebut.
Mereka pun saling melirik satu sama lain seolah berbicara menggunakan telepati. Tidak menunggu lama, mereka keluar dari kerumunan dan berlari menyusuri koridor dan tangga menuju lantai satu. Tepatnya menuju ruang guru untuk mencari Miss Sarah.
Sesampainya di ruang guru, mereka berdua berhenti sebentar untuk menormalkan napas mereka setelah berlari kencang. Setelah kembali normal, mereka pun memasuki ruang guru dan memberi salam setelah mengetuk pintu.
“Permisi, selamat pagi.” Salam mereka berdua sambil melangkah masuk ke dalam dan langsung menuju meja kerja Miss Sarah. Untungnya Miss Sarah ada di mejanya. Jadi mereka tidak sia-sia membuang tenaga mereka dengan berlari-larian.
“Halo, Miss!” Sapa mereka kepada Miss Sarah. Guru wanita itu lalu melihat ke arah mereka dan langsung tersenyum mengerti.
“Ah! Miss tahu, nih. Kalian mau daftar, kan?” Tanya Miss Sarah yang dibalas dengan senyum lebar dari keduanya. Membenarkan pertanyaan guru tersebut. Kemudian, Miss Sarah mengambil dua kertas dari sisi mejanya dan memberikannya pada dua siswa perempuan itu.
“Kalian isi dulu kertas ini dan jangan lupa minta persetujuan dari orang tua. Di kertas itu juga ada beberapa persyaratan yang nantinya harus kalian penuhi.” Jelas Miss Sarah. Mereka yang mendengarkan hanya mengangguk-angguk paham dengan penjelasan yang diberikan.
“Terima kasih, Miss. Kami permisi dulu.” Acha berujar pamit dan setelahnya mereka pergi meninggalkan ruang guru.
Saat berjalan, keheningan terjadi diantara mereka. Dua orang itu hanya fokus pada kertas masing-masing dan membacanya.
“Data diri, riwayat penyakit, dan kemampuan bakat?” Tanya Acha pada diri sendiri. Ia tidak mengerti untuk apa ada kemampuan bakat? Namun, tidak lama kemudian Acha hanya bergumam paham.
Sekolah tujuan tersebut yang biasanya disebut SOPA adalah sekolah kesenian. Ya, bisa dibilang begitu. Jadi, sekolah tersebut memiliki kelas-kelas sesuai bakat atau bisa dibilang jurusan yang dipilih siswa. Contohnya kelas menari, kelas berakting, kelas penyiar radio, dan lain sebagainya tanpa melupakan pelajaran umum yang lainnya. Sekolah yand berlokasi di Ibukota Korea Selatan itu pun banyak meluluskan artis-artis terkenal. Oleh karena itu, SOPA menjadi impian bagi sebagian besar remaja di Negara lain, termasuk Acha sendiri.
Saat Acha sedang memikirkan bakat apa yang ia miliki, Lisa sudah bertanya, “Kau akan memilih kelas apa?”
“Aku juga belum tahu. Tapi, sepertinya kelas menari. Kau sendiri?”
“Aku sepertinya akan mengambil kelas penyiar radio saja.”

Setelah meminta persetujuan dari orang tua dan mengumpulkan kembali formulir kepada Miss Sarah. Beberapa hari kemudian, tes pertama diadakan. Tes pertama ini hanya tes kemampuan bahasa. Para peserta harus mengerjakan soal-soal dalam Bahasa Inggris dan menulis beberapa kalimat dengan huruf hangul. Acha mengerjakan tes tersebut tanpa kesulitan. Dirinya memang lancar dalam berbahasa Inggris dan dapat menulis hangul yang ia pelajari sejak akhir sekolah dasar juga modal dari drama yang sering ia tonton. Begitupun dengan Lisa yang terlihat biasa saja saat mengerjakan tes.
Beberapa hari kemudian, hasil tes pertama diumumkan dan Acha juga Lisa pun berhasil lolos dari tes tersebut. Sempat berteriak histeris karena dari seluruh peserta, sedikit sekali yang berhasil. Kalau tidak salah hanya sepuluh orang saja.
Tes kedua adalah tes kesehatan. Mereka yang lolos akan diperiksa oleh para tenaga medis yang disiapkan oleh sekolah. Tes kali ini lebih mudah dijalani. Terbukti dari lulusnya semua peserta yang masih tersisa.
Tes ketiga adalah tes terakhir. Tes yang sangat mementukan sekali. Yaitu, tes kemampuan bakat. Tes ini dilakukan terpisah sesuai kelas yang dipilih. Namun, dua peserta yang berhasil dipilih dari nilai tertinggi secara keseluruhan. Bukan nilai perkelas.
Acha sangat gugup untuk tes kali ini. Di kelas menari sekarang hanya ada tiga orang saja. Dirinya dan dua orang kakak kelas. Apalagi ia terpisah dari Lisa.
Saat gilirannya pun tiba. Acha benar-benar gugup awalnya. Di awal lagu pun ia bergerak dengan sedikit kaku. Namun, saat lagu kesukaannya berputar, Acha bergerak dengan semangat. Kekuatan geraknya pun meningkat jauh dari sebelumnya. Sampai lagu berkahir, penampilan Acha benar-benar membuat guru penilai tersenyum puas melihatnya. Acha akhirnya dapat tersenyum puas.
Hari pengumuman tiba. Hasil dari tes kemarin akan ditempel di papan pengumuman lantai dua pada waktu istirahat.
Bel istirahat berbunyi, membuat Acha dan lisa cepat-cepat keluar dari kelas menuju papan pengumuman. Menyelinap diantara siswa lain yang lebih dulu berada di sana. Kebanyakan terdengar suara kekecewaan. Membuat kepercayaan diri Acha dan Lisa jadi menciut. Apalagi saat terdengar teriakan nyaring dari seorang kakak kelas mereka. Berarti hanya tinggal seorang lagi yang beruntung. Ketika sudah berada di depan, mereka melihatnya.
Acha berhasil lulus dan dapat pergi ke Seoul. Tapi Lisa tidak.
Acha memang senang, terbukti dengan senyuman lebar saat ia melihat namanya ada di kertas itu. Kemudian, ia tersadar dan ekspresinya berubah saat paham bahwa Lisa tidak berhasil. Acha pun melihat ke arah Lisa yang sudah tersenyum lebar padanya. Acha hanya menghela napas berat. Lisa yang melihat itu pun bertanya, “Kenapa, Cha? Kok sedih?”
Acha tidak menjawab dan tetap diam. Lisa jadi mengerti dan tersenyum jahil.
“Oh aku paham. Kau sedih karena aku tidak ikut, kan?” Tanyanya. Acha yang mendengarnya langsung memasang ekspresi jijiknya. Tetapi, kemudian ia mengangguk lemas. Lisa tertawa keras melihatnya.
“Hey, kenapa? Kau ‘kan bisa pergi ke sana sendiri. Lagipula, di sana nanti kau akan mendapat keluarga angkat. Kau pasti mendapat teman baru. Percaya sama aku. Kau tidak seharusnya sedih padahal kau sedang beruntung sekarang.” Ucapan Lisa membuat Acha tersenyum lebar.
“Begitu, ya?” Tanya Acha.
“Iyalah. Oh iya, jangan lupa nanti di sana belikan aku album EXO yang besok rilis itu ya hehehehe.” Acha pun memukul pelan lengan Lisa.
Hari yang Acha tunggu tiba. Sekarang ia sudah sampai di Incheon International Airport setelah perjalanan beberapa jam. Waktu menunjukkan pukul 9 malam waktu setempat. Acha, Miss Sarah, dan kakak kelasnya bernama Irene memutuskan untuk menginap di hotel terlebih dahulu. Kemudian, esoknya baru bertemu dengan keluarga yang akan menampung mereka selama di Seoul.
Pagi yang cerah datang. Mereka bertiga bersiap menuju SOPA dengan menggunakan seragam sekolah. Di SOPA, mereka disambut oleh para guru dan siswa-siswa yang melihat dari kelas masing-masing. Kemudian, mereka berjalan menuju ruang studio dan mendengarkan penjelasan tentang sekolah ini. Meskipun tanpa batuan translator, mereka mengerti karena mereka memang paham dengan Bahasa Korea.
Setelahnya, Acha dan kakak kelasnya pergi menuju kelas masing-masing. Ya, mereka memang bedan tingkat. Miss Sarah juga menuju salah satu kelas untuk mencoba mengajar.
Setibanya di kelas yang bertuliskan ‘2-3’, Acha masuk bersama seorang guru wanita yang cantik. Setelah menjawab salam pada para siswa, guru itu mengenalkan siswa pertukaran pelajar yang datang dari Indonesia. Kemudian, mempersilahkan Acha memperkenalkan diri.
Annyeonghasey! Nae ireumeun Acha imnida.” Acha mengucapkan Bahasa Koreanya dengan canggung. Namun, sang guru mengerti dan langsung mempersilahkan Acha duduk di kursi kosong yang ternyata bersebelahan dengan siswi yang menjadi keluarga angkatnya.
Gwaencanhayo. Anjeuseyo.”
Acha hanya tersenyum dan berkata terimakasih. Kemudian, pergi untuk duduk.
Bel istirahat telah berbunyi. Para siswa di kelas ini pun berhamburan keluar kelas. Namun, Acha memilih tetap di kelas karena tidak tahu mau pergi kemana. Dirinya belum tahu benar letak ruangang-ruangan di sekolah ini.
Beruntungnya, teman sebelahnya mau menemaninya dan tidak pergi bersama teman-temannya yang lain. Gadis itu pun bertanya, “Namamu Acha, kan? Hai, namaku Lee Jina.”
Acha menoleh terkejut karena gadis itu berkata dengan Bahasa Indonesia meskipun dengan cara bicara yang menurutnya lucu.
“Kau terkejut aku bisa Bahasa Indonesia, ya?” Tanyanya yang langsung membuat Acha mengangguk.
“Dulu aku pernah tinggal di Indonesia saat sekolah dasar sampai awal aku sekolah menengah. Aku tinggal di Ban…. Hm, sebentar. Ban… what? Aku lupa.” Gadis bernama Lee Jina itu terlihat berpikir keras.
Acha yang melihatnya hanya tertawa kecil dan bertanya, “Bandung?”
Jina langsung menoleh dan tersenyum lebar, “Ah iya, itu maksudku.”
“Bahasamu bagus sekali.” Puji Acha dengan jujur.
“Hahaha… Tentu saja. Sampai sekarang aku masih sering berkomunikasi dengan teman-temanku di Indonesia. Itulah mengapa aku ditunjuk menjadi keluarga angkatmu di sini.” Jelasnya membuat Acha mengangguk mengerti.
Tidak terasa, bel pertanda berakhirnya pelajaran atau pulang telah berbunyi tepat pukul 5 sore. Acha dan Jina pun membereskan barang-barang mereka dan bersiap untuk pulang.
“Kita langsung pulang, kan?” Tanya Acha pada Jina.
“Hahaha...” Jina yang tertawa membuat Acha bingung.
“Aku ada les dulu sampai pukul 10 malam.” Jawaban Jina membuat Acha menganga terkejut. Pukul 10 malam katanya? Gila.
“Kenapa? Itu hal yang biasa, tahu. Bahkan, ya, ada yang lebih malam dariku. Sampai pukul 12 malam juga ada. Ada juga para trainee langsung pergi ke gedung agensi masing-masing untuk berlatih. Ataupun siswa yang sudah debut langsung pergi berlatih atau melakukan jadwalnya.” Acha hanya berdecak kagum mendengarkan penjelasan Jina.
“Kau mau ikut aku? Tidak masalah juga karena tempat les ku adalah milik teman ibuku. Nanti aku akan bicara padanya. Atau kau mau langsung pulang?” Tawarnya.
Acha berpikir sebentar dan akhirnya menjawab, “Aku ikut kau saja.”
Di Seoul memang ia akan dilepas begitu saja oleh Miss Sarah. Acha akan sepenuhnya beraktivitas dengan keluarga angkatnya ini. Hanya saja, Miss Sarah akan mengawasinya dari jauh.
Di Korea Selatan siswanya memang akan seperti ini. Tujuan mereka adalah perguruan tinggi negeri. Jadi, sudah dari kecil mereka dididik untuk belajar dengan keras agar mereka dapat memasuki perguruan tinggi. Bahkan ada saja orang yang menganggap orang yang tidak bisa memasuki perguruan tinggi adalah orang yang gagal. Atau jika kau memiliki cita-cita sebagai seorang seleberiti, kau juga harus berusaha dengan keras. Ketika kau sudah menjadi seorang trainee, kau harus mengorbankan segalanya dan berlatih setiap hari dengan keras agar kau berhasil debut menjadi seorang seleberitis. Intinya, kehidupan di sini keras. Kau harus berusaha sangat keras untuk mendapat apa yang kau inginkan.
Pukul 11 malam, Acha dan Jina sudah bersiap untuk tidur. Mereka baru tiba sekitar 30 menit yang lalu dan langsung membersihkan diri masing-masing. Acha juga sudah berkenalan dengan semua anggota keluarga angkatnya. Ternyata Jina memiliki seorang kakak yang sekarang sudah bekerja di salah satu kantor penyiaran televisi di Seoul. Sekarang mereka hanya berbaring dan mengobrol ringan.
“Ah iya, Jina. Temanku di Jakarta terus saja bertanya tentang ada tidaknya artis yang berada di tingkat yang sama dengan kita. Dia berisik sekali bertanya padahal aku saja tidak hafal sama sekali teman-teman di kelas.” Keluh Acha. Ia memang terus saja ditanyai oleh Lisa tentang hal tersebut sejak pagi.
Jina tertawa sebentar dan menjawab, “Kalau di tingkat dua tidak ada artisnya. Banyaknya siswa yang masih trainee. Ada sih yang dulu ikut program pencarian bakat tapi tidak berhasil debut.”
“Kalau di antara junior dan senior?” Tanya Acha lagi.
“Di tingkat tiga ada beberapa member NCT. Ada juga Yoojung. Ada juga Cani. Kau pasti tahu, kan?” Acha terkejut mendengar jawaban Jina. Nama-nama yang Jina sebutkan adalah idolanya.
“Kalau di tingkat junior aku juga kurang tahu. Ini ‘kan baru awal semester satu.” Acha hanya memnganggukan kepalanya.
Kemudian Jina bersuara lagi, “Aku sempat menjadi juniornya Mark NCT. Kau tahu, kan? Waktu aku kelas satu. Lalu banyak artis-artis lain yang sempat menjadi seniorku. Mereka baru lulus bulan lalu.”
Acha bersorak iri mendengar ucapan Jina. Tapi, kalau ia memberitahukan pada Lisa, gadis di Jakarta itu pasti akan berteriak histeris. Acha hanya berpikir dalam hati, ‘Andai saja pertukaran pelajar ke SOPA diadakan tahun lalu.’
“Ah iya, mau mendengar cerita lagi?” Acha mengangguk mengiyakan.
“Kakakku berada di tingkat yang sama dengan Sehun EXO. Ia juga senior dari beberapa artis yang sekarang terkenal termasuk artis yang sekarang tergabung dalam ‘97Line Squad’. Kau tahu? Saat kelulusan kakakku, gedung SOPA bahkan dipenuhi oleh fansnya Sehun dan EXO karena semua membernya datang.”
Acha langsung berteriak iri dan langsung memukul Jina dengan gemas dan Jina hanya tertawa.
Hari-hari selanjutnya Acha jalankan dengan seperti biasa. Datang ke sekolah dan menemani Jina les hingga malam. Ia juga sudah mengikuti kelas yang ia pilih. Kelas menari setiap hari pasti memiliki jam belajarnya sendiri. Acha jadi dapat belajar banyak tentang menari juga pelajaran lain yang tidak ia dapatkan di Indonesia.
Saat belajar, Acha tidak sekali dua kali diteriaki oleh pengajar tari di kelasnya. Bukan Acha saja, tapi banyak siswa lain juga. Acha yang awalnya takut menjadi paham bahwa seperti inilah cara belajar mereka. Apa yang dilakukan pengajar tari itu juga untuk kebaikan kita. Agar kita terpacu untuk melakukan yang lebih baik lagi.
Acha juga sempat berkenalan dan berfoto dengan Yoojung, salah satu idolanya. Untuk pamer dengan Lisa katanya.
Acha juga jadi tahu, sekolah di Korea Selatan tidak jauh berbeda dengan di Indonesia sana. Hanya saja waktu belajar di sini lebih lama daripada di Indonesia. Belum termasuk belajar di luar sekolah yang bisa sampai larut malam tersebut.
Ah! Di hari ke 10 Acha di Seoul, Acha melihat sesuatu yang tidak biasa. Saat ia dan Jina tidak sengaja pergi ke bagian belakang sekolah atau tepatnya gudang, mereka melihat sekumpulan siswi sedang berdiri angkuh juga seorang siswi angkuh yang terduduk pasrah di tanah. Seragamnya bahkan sudah penuh dengan tepung dan terlihat cangkang telur di sekitarnya. Acha benar-benar terkejut mendapat pemandangan seperti itu. Ketika ia menoleh pada Jina, ia mendapat jawaban yang jelas.
“Hal seperti itu sudah biasa terjadi di sekolah manapun. Seperti yang kau lihat, membully orang lain juga bisa terjadi di sekolah yang katanya menjadi sekolah impian para fangirl di luar negeri. Kau lihat anak yang berambut merah? Ia adalah ketuanya. Dia berada di tingkat tiga sedangkan gadis malang itu di tingkat dua. Kelasnya di sebelah kelas kita.” Jelasnya.
“Apa tidak ada yang berani melapor pada guru, Jina?” Tanya Acha yang merasa prihatin melihat gadis malang tersebut.
“Kalau untuk kasus siswa lain bisa saja dilaporkan. Sekarang ini, bully menjadi kasus yang sangat diperhatikan oleh semua sekolah. Tidak seperti dulu, apapun yang siswa lakukan di luar kelas, tidak ada guru yang peduli. Mereka terlalu sibuk.” Jelas Jina, gadis itu diam sebentar.
“Tapi, meskipun sudah diperhatikan, itu tidak akan berguna bagi siswi berpengaruh seperti gadis berambut merah tersebut. Orang tuanya adalah salah satu petinggi di Seoul. Tidak akan ada yang berani melawan. Bagi orang-orang seperti itu, ketika kau membantu siswa yang dibully, maka kau yang menjadi sasaran mereka setelahnya. Ya, begitulah.”
Acha hanya terdiam mendengar penjelasan Jina. Kejam sekali, pikirnya. Ia tentu saja kasihan dengan gadis malang itu. Ia bisa saja menolongnya karena ia juga merupakan siswa pertukaran, ia tidak akan terkena masalah seperti yang Jina ucapkan. Tapi, di sini ada Jina. Kalau Acha menolong, maka Jina yang akan terkena masalah dengan mereka.
Akhirnya Acha hanya menghela napas dan pergi dari tempat itu, juga mengucap kata maaf di dalam hatinya karena tidak bisa menolong.
Hari ini hari terakhir Acha di Seoul sebelum kembali ke Jakarta esok pagi. Hari ini ia dan Jina berencana pergi jalan-jalan ke pusat-pusat belanja di Seoul. Mereka pergi ke daerah Myeongdong untuk membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman Acha di Jakarta. Membeli album dan k-stuff untuk dirinya dan Lisa.
Setelahnya mereka pergi ke tempat impian Acha selama beberapa tahun belakangan. Ya, SM Coex. Tempat yang berisi semua tentang artis-artis idola Acha. Mereka berfoto dan membeli barang untuk dibawa pulang.
Mereka bersenang-senang dan terus saja berfoto. Untuk membuat kenangan katanya. Saling mengobrol di pinggir jalan. Makan malam di tempat jajanan pinggir jalan yang membuat perut mereka kenyang. Sampai tidak terasa mereka berjalan-jalan sampai pukul 9 malam. Padahal Acha akan terbang ke Jakarta  pagi hari.
Sesampainya di rumah Jina, mereka juga tidak langsung tidur. Acha mengobrol bersama dengan keluarga Jina, menghabiskan malam terakhirnya di sini dengan bahagia. Bahkan ibu Jina membuat makan malam special meskipun Acha dan Jina sudah makan malam. Malam itu diakhiri dengan foto-foto bersama.
Pagi sudah datang menjemput. Acha bersiap untuk pulang ke Jakarta. Ia diantar oleh keluarga angkat yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri itu. Setibanya di bandara, mereka langsung pergi menemui Miss Sarah dan kakak kelasnya yang masing-masing juga diantar oleh keluarga angkatnya.
Waktu keberangkatan hampir tiba, membuat mereka sadar harus berpisah. Acha memeluk semua keluarga angkatnya dengan erat. Terutama dengan Jina. Acha bahkan sempat menangis.
“Kita harus tetap berteman, kan?” Tanya Acha yang sudah sesenggukan.
“Tentu saja. Kita juga harus sering-sering video call, ok?” Acha hanya mengangguk seperti anak kecil.
Terakhir, mereka semua termasuk Miss Sarah, kakak kelasnya, dan semua keluarga angkat berfoto bersama sebagai kenang-kenangan.
Lisa terus-terusan bersorak dan berteriak iri saat mendengar cerita Acha. Apalagi saat Acha menunjukan fotonya dengan Yoojung dan fotonya di SM Coex meskipun Lisa sudah melihatnya dari media sosial milik Acha.
“Sudahlah. Aku banyak hadiah untukmu, nih.” Kemudian Acha memberikan album-album pesanan Lisa dan k-stuff lainnya.
Lisa kembali bersorak, “Huaaaaa terima kasih Achaku!!!!” Kemudian memeluk Acha dengan erat.
“Ih apasih, Lis. Lepas!” Acha berontak karena merasa susah napas akibat pelukan Lisa.
“Hehehe, maaf. Eh iya, apa aja yang kamu dapat dari sana.” Tanya Lisa penasaran.

Acha hanya tersenyum, “Banyak sekali. Setelah dari sana aku jadi tahu kalau aku harus berusaha keras untuk mencapai cita-citaku. Temanku mengatakan bahwa aku tidak akan mendapat apapun jika aku hanya melakukan usaha kecil tanpa mengorbankan apapun. Kalau kau mau tahu, guru di sana benar-benar sangat disiplin dan banyak sekali peraturan ketat. Aku bahkan sering sekali diteriaki karena melakukan kesalahan. Terakhir, aku juga mendapat pelajaran untuk menghargai semua temanku tidak peduli status atau apapun itu.”



Syafira AzzahraXI IPA 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar