P
|
agi itu matahari
sangat bersemangat menampakan dirinya, ya entah dia ingin cepat melihat dunia
atau dia ingin bertemu dengan sejuknya pagi. Karsyi, Karsyi Stephanie mahasiswa
kedokteran ber almamater kuning itu bangun dari negri dongengnya. “Karsyi ayo
cepat bangun, bukankah hari ini kamu harus menyelesaikan revisi mu?” Teriak
David. “AH IYA! TERIMAKASIH DAVID!” Sontak Karsyi bangun terperanjat dari
ranjang kesayangannya. Ngomong – ngomong, David adalah adikku dia yang selalu
menemaniku sampai saat ini. Orang tuaku? Ah tenang aku masih termasuk keluarga
lengkap. Namun, mereka memang selalu sibuk bekerja sejak kami kecil. Mereka
bekerja di perusahaan ternama di
USA.
USA.
“Non,
sarapan dulu non!” Teriak Bi Surti. Oh iya aku lupa ternyata aku tidak tiggal
berdua saja dengan David, aku tinggal bersama Bi Surti dan Pa Mukhlis. “Ah bi,
sudah telat. Nanti saja di kampus!”
Jawab Karsyi dengan tergesa-gesa. “Pa ayo pak! Bisa bisa skripsi saya
tidak diterima Pa Juned lagi kalau telat.” Kesal Karsyi. Akhirnya mereka pergi
ke kampus yang selalu familiar di telinga para masyarakat Indonesia. Karena
terburu-buru Karsyi menghantam sosok yang tinggi dan sangat asing. “Sorry sorry
gue gak sengaja dan lagi buru buru.” Ucap mereka berdua sambil membereskan buku
yang berserakan di lantai.
Dengan
perasaan senang Karsyi berjalan sambil bersenandung, tiba-tiba *DUGG…..*. “Ah
buset siapa sih ini kalo jalan tuh liat liat dong, gatau apa orang lagi
bahagia?!” Omel Karsyi. “Eh lo lagi, yang tadi pagi tabrakan sama gue kan?”
Tanya Zaillah. “Yeu ni orang kenapa muncul lagi dah.” Dumel Karsyi di dalam
hati. “Yahh ini orang kenapa bengong deh gue Tanya? Emang pertanyaan gue mirip
soal anatomi manusia ya?” Kekeh Zaillah. “Iya itu gue.” Singkat Karsyi. “Nama
lo siapa deh? Lo kedokteran juga disini?” Tanya Zaillah. “Karsyi, Karsyi
Stephanie gue juga jurusan kedokteran disini.” Jawab Karsyi. Setelah berbincang
bincang lama mereka akhirnya semakin nyambung. Karena mereka adalah mahasiswa
di fakultas yang sama dan semester merekapun sama, mereka menyusun rencana
setelah sidang dilaksanakan.
Hari
itu hari Selasa, 16 November 1998. Sidang Karsyi dan Zaillah sedang
dilaksanakan. Namun, takdir merubah segalanya. Ketika mereka selesai berfoto
menggunakan toga arti kelulusan tiba tiba Karsyi menyebrangi sebuah jalan yang
memang masih lampu merah. Dia membeli dua buah es krim kesukaan dia dan tentu
kesukaan Zaillah. Ketika ingin menyebrang kembali dia tidak melihat kanan dan
kirinya karna yang ia fokuskan hanyalah pandangan kedepan yaitu pandangan ke
Zaillah. “KARSYI, AWAS!!” Sebuah teriakan kasar memecah sebuah bendung di mata.
Tidak ada senyum merkah seperti kemarin kemarin. Sakit, kesal, menyesal, marah,
dan muram bersatu membuat raga yang terlihat kokoh dan ceria hancur tanpa kata
kata berarti.
Nada Karima Fasya - XI IPA 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar