Suasana siang dengan matahari yang terik sepertinya berhasil
mengeringkan kerongkonganku. Dengan Elan dan Frea, teman kampusku aku berjalan menuju sebuah kafe kecil dekat kampus. Yang kubutuhkan hanyalah segelas es teh . Elan, seorang pemuda berkacamata dengan kulitnya yang mulai memerah memesan segelas soda gembira. Sedangkan Frea, ia memesan es krim coklat kesukaannya,sesuai kepribadiannya yang ceria, tipe orang yang merasa berkumpul tanpa mengobrol bagaikan rumah tak berpenghuni. Ia pun memulai obrolan.
“Sebenernya yang punya café ini alumnus SMA
aku loh,dulu dia jadi idola banget waktu SMA.” Ujar Frea.
“Oh, Hansel ya? Sampe SMA gue tuh
terkenalnya dulu hahaha. “ Sambung Erlan. Obrolan mereka berduapun berlanjut
panjang lebar. Aku hanya terdiam melihatnya. Alasannya pertama aku tidak
mengerti apa yang mereka bicarakan. Kedua , entah mengapa aku seperti tidak
ingat SMA ku ataupun masa laluku.
“Ga, diem aja. Dulu SMA dimana?” Pertanyaan
Erlan membuatku panik.
“Ehmm, gini lan. Ini ga bercanda tapi beneran
lupa. Gue ga inget.”
Kemudian suasana hening.
“Kamu?! Masih 19 tahun udah pikun?” Tanya
Frea dengan terkejut.
“Beneran
lupa? Gausah bercanda! Baru dua tahun lulus!” Elanpun tak kalah terkejut.
Kekagetan
teman-temanku membuatku semakin bingung. Seperti kehilangan arah, sepertinya
otakku sedang diterjang badai. Mengingat masa lalu yang semudah membalikan
telapak tangan malah mustahil bagiku saat ini. Bagaimana bisa aku melupakannya.
“Inget
nama panjang?” Tanya Elan,teman kampusku.
“Agape Agustian.”
“Keluarga?”
“Orang tua masih ada ,adik perempuan satu
tapi ga inget nama.”
“Ga
kayanya kamu harus ke psikiater deh.”
“Iya
jangan-jangan lo amnesia, besok kita anterin.”
Masih
dengan suasana bingung yang bercampur penasaran, Elan dan Frea akan membawaku
untuk pergi ke seorang Psikiater ternama di daerah ini dengan harapan untuk
mengetahui apa yang terjadi padaku dan bagaimana masa laluku. Pemuda sepertiku
tak mungkin pikun dan kalaupun aku amnesia karena kecelakaan, harusnya Elan dan
Frea tahu. Setelah bersepakat untuk berangkat ketika kuliah selesai, kami pun
saling melempar salam. Di kostanku aku terus berusaha mengingat kembali apa
yang kulupakan. Dengan mengecek handphone aku berharap bisa menemukan sesuatu
misalnya nomor telpon orangtuaku atau adikku ataupun foto bersama teman lamaku
ataupun keluargaku, tapi hasilnya nihil. Kontak telpon handphoneku hanya
bertuliskan nama-nama orang tapi tidak kutemukan nama keluargaku ataupun
temanku.
Keesokannya
setelah selesai kuliah, Elan dan Frea membawaku ke Psikiater itu, Pak Rian
namanya. Disebuah ruko besar bercat putih,terpampang jelas nama Psikiater itu.
Namaku, Agape, dipanggil dan akan dibawa bertemu dengan seorang yang mungkin
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Elan dan Frea tidak diizinkan untuk
menemaniku ke ruangan Pak Zam.
“Agape
Agustian?”
“Iya,
nama saya, Pak Rian .”
“
Silakan duduk mas Agape. Panggil saya kak aja, saya masih 30 tahun”
Berusaha
tenang, aku memberikan penjelasan kepada Kak Rian.
Aku katakan padanya bahwa aku sesuai dengan gejala amnesia, tapi aku tidak tahu
penyebabnya karena aku tidak pernah ingat pernah kecelakaan ataupun terbentur.
Untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada otakku, Kak Rian membawaku ke
ruangan CT Scan. Kak Rian bilang baru dua hari kemudian hasilnya boleh diambil.
Dengan perasaan kecewa karena tidak menemukan jawaban apapun akupun pulang
dengan Elan dan Frea. Rasanya aku tidak bisa menunggu hingga dua hari kedepan
aku memutuskan untuk menelpon Kak Rian .
“Selamat
sore Kak Rian, ini Agape. Maaf kak saya masih kecewa dengan hasil yang tadi.
Saya belum-“ Belum kulanjutkan perkataanku dia sudah memotong. Sesuai
permintaannya aku tetap memanggilnya kak.
“Yaudah
sekarang kamu datang lagi ke saya sekarang, saya tunggu.”
“Iya
kak saya datang.” Apakah sebenarnya Kak Rian sudah punya jawaban sedaritadi?
Aku tak tahu tapi rasanya dia benar-benar tahu apa yang terjadi padaku. Mana
mungkin seorang psikiater ternama sangat sulit mendiagnosis. Kututup telponnya
dan aku pun segera beranjak menuju kliniknya. Baru saja akan membuka pintu
tiba-tiba ada yang memanggilku.
“Agape!”
Akupun menoleh kebelakang.
“Ayo
naik ke mobil kakak.” Hah? Sekarang aku akan diajak pergi? Apakah seperti ini
cara psikiater dalam mendiagnosis pasiennya? Akupun hanya menurutinya saja
karena harapanku untuk menemukan jawaban tentang apa yang terjadi mungkin ada di dalam mobil itu.
Setelah aku duduk, Kak Rian langsung membawa mobilnya ke jalanan. Aku tak tahu
akan dibawa kemana. Setiap kutanya Kak Rian
tidak mau menjawab akupun jadi ikut terdiam. Setelah satu jam perjalanan
mobil Kak Rian mulai memasuki sebuah kompleks perumahan, kemudian ia berhenti
di depan sebuah rumah. Kak Rian menyuruhku untuk keluar dari mobil dan baru
saja aku keluar tiba-tiba seorang gadis remaja datang menghampiriku.
“Kakak!
Akhirnya kakak pulang!” ujar gadis itu dengan semangatnya. Kakak? Apakah itu
berarti dia adikku? Dan rumah ini adalah rumahku?
“AGAPE?!
Kamu pulang?! Syukurlah!.” Ujar seorang pria berumur setengah abad.
“Agape…
Mama kira kamu marah sama mama.” Dari perkataan seorang wanita paruh baya itu
akupun mendapatkan jawabannya , mereka keluargaku, orang-orang yang hampir
kulupakan. Dengan aku yang linglung,aku berusaha menyadarkan kembali diriku
bahwa mereka benar-benar keluargaku.
“Agape,
ini keluargamu. Tapi maaf bapak,ibu, dan adik , Agape sebenarnya amnesia
,Amnesia Retrograde. Amnesia tentang masa lalu. Jadi ia kurang mengingat
kalian.” Semuanya terkejut.
“KAKAK!!!
Ini aku Alandra! Kakak harus inget!” ujar seorang yang mengaku adikku.
“Tapi,
Rian , Agape bisa ingat lagi kan?” Tanya mama.
“Dari
hasil CT Scan, luka di otak Agape tidak terlalu parah, kemungkinan besar ia
akan segera sembuh dari Amnesia Retrograde itu.” Jelas kak Rian.
“Lalu
penyebab Amnesia Retrograde Agape kenapa?” Tanya ayah.
“Lebih
jelasnya kita bicarakan nanti saja ya. Biar Agape coba ingat-ingat lagi. Agape
dari tadi kamu diam saja, bicara sana sama keluarga kamu! Kamu juga lupa kan
dulu sering main bareng adikku? Aku ini tetanggamu.” Ujar Kak Rian yang memecahkan
keheninganku.
“Eh,
hmm ntar aku coba inget-inget ya. Makasih Kak Rian udah bantuin sampe sejauh
ini.”
“Makasih yaa Rian.” Ujar keluargaku
serempak.
“Iyaa
sama-sama. Hmmm kalo gitu sekarang saya kasih tau penyebab Agape bisa Amnesia.”
Kak
Rian bercerita kalau ia mendengar dari Elan dan Frea kalau aku dipukul oleh
seseorang dengan sebuah balok kayu kemudian orang itu kabur. Elan dan Frea
pikir aku tidak apa-apa karena aku masih sadarkan diri dan tidak berdarah.
Awalnya mereka kira orang itu adalah orang iseng namun setelah dilihat wajahnya
ternyata dia dulu pernah satu SMA denganku, Kak Rian tahu dari adiknya, Ren
yang ternyata teman lamaku . Dulu si pemukul itu adalah seorang yang sering
membullyku. Ia kembali balas dendam padaku dengan cara yang aneh itu karena ia
tidak suka denganku yang selalu dipuji saat SMA. Sekarang ia hanya seorang yang
tidak disukai semua orang.
Mendengar
jawaban itu,perasaanku lega dan sedikit kesal. Namun sudahlah, seseorang yang
menang bukanlah berdasarkan kekuatannya tetapi berdasarkan kesabarannya,menurut
pandanganku. Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang ditengah kehangatan
keluargaku yang hampir hilang termakan Retrograde.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar