• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Sabtu, 07 Oktober 2017

There is No Such Thing like Flower Road

Aku Dea. Aku lahir di Indonesia tetapi keluargaku, termasuk aku, mengikuti jejak ayah ke luar negeri dan menemaninya bekerja. Aku masih tergolong remaja muda dan mereka menganggap ku belum mengerti apa-apa tetapi segala hal yang menimpa ku di sekolah membuat ku belajar banyak hal tentang kehidupan.
Saat itu aku duduk di bangku kelas 2 SMP, aku merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolahku karena aku sering disudutkan dan diremehkan tanpa alasan yang tidak kuketahui, aku sudah mengatakan kepada Ibu tentang perasaan ku tetapi aku rasa ibu tidak paham dan hanya menjawab “Itu karena kamu baru masuk De, nanti juga kamu terbiasa” jadi aku hanya bisa diam dan melanjutkan kehidupan ku entah sampai kapan semua ini akan berakhir.
Alarm ku berbunyi, dengan berat hati aku berangkat sekolah. Aku menelusuri koridor untuk menuju kelas ku dan hendak duduk di kursiku tetapi seseorang menarik kursi ku sehingga aku terjatuh, dengan perasaan kesal aku bangkit dan merapihkan buku ke dalam loker, lagi-lagi mereka menggangu ku. Terdapat banyak sampah di lokerku , aku terdiam, rasanya ingin sekali aku teriak dan menamparnya satu persatu karena sudah berulang kali mereka memperlakukan aku seperti ini tanpa alasan yang jelas. Saat aku sedang membereskan sampah yang terdapat di loker ku, Damar –teman laki-laki ku yang juga dari kebangsaan yang sama dan satu-satunya orang yang mau menemaniku-  datang, lalu membantu ku membersihkan semuanya. Damar seorang penyelamat, dia bagaikan malaikat yang kutemui di lingkungan yang seperti neraka, hanya Damar yang mau membantu ku di kala aku sedang terpuruk.
Bel menandakan aku istirahat, Damar mengajakku untuk pergi ke cafeteria sekolah, Damar memesan susu dan roti sedangkan aku merasa kenyang atau lebih tepatnya tidak ingin makan. Saat kami sedang duduk bersama, seorang murid perempuan sedang lewat dibelakang ku dan aku yakin ia sengaja menumpahkan jus nya sehingga baju bagian belakang ku terkena tumpahan jus tersebut.
Oops..sorry, hahahahaha” dengan nada mengejek, dia meminta maaf kepada ku.
Dada ku sesak, ingin sekali rasanya aku marah tetapi percuma saja mereka akan terus bersikap seperti itu tanpa menghiraukan ku. Aku menundukkan kepala ku, mata ku memanas dan air mata perlahan menetes hingga menjadi sungai yang terus mengalir deras, aku terisak, memikirkan apa kesalahan ku sampai mereka sejahat ini. Tangisanku terhenti mendadak ketika Damar menarik lengan ku dan berlari melewati kerumunan orang banyak. Kita duduk di bangku panjang belakang sekolah, dia memberikan aku jaketnya untuk menutupi tumpahan jus tadi dan membiarkan aku menangis. Ketika air mata ku sudah habis, dia membuka percakapan dengan ku
Are you done? Kenapa nangis?”
“Gapapa, pengen aja” jawabku
“Dea yang gue kenal selama ini, ga lemah kayak begini”
“Tapi udah keterlaluan..” aku menunduk “Gue capek aja , setiap hari harus dikasih cobaan kayak gini. Gak ada yang ngerti, termasuk orang tua gue sendiri”
“Terus gue apaan?” cetus Damar
I mean .. only you who understands
Lalu Damar terdiam, akupun ikut terdiam. Tapi yang aku katakana kepada Damar memang benar, hanya dia yang amu menemani dan mendengarkan keluh kesahku tentang apa yang aku rasakan, pernah satu kali terlintas dipikiranku bahwa Damar lelah karena aku terlalu sering mengeluh padanya tetapi saat aku tanyakan jawaban nya hanyalah “Take it easy, daripada lo sendiri kan?” Damar memang bukan laki-laki tipe pembicara melainkan tipe bertindak, dia malas menjelaskan atau berbicara panjang lebar ke orang lain tetapi tindakannya yang membuat orang lain percaya padanya.
“Dea” Damar memanggil ku memecahkan keheningan. Aku hanya menengok ke arahnya.  “Ke kelas yuk, bentar lagi bel masuk”
“Tapi baju gue?” aku bertanya kepadanya karena tidak mungkin aku kembali dengan baju yang lengket seperti ini.
“Pakai kaos dan jaket gue aja”
“Oh..yasudah, ayo”
Ketika aku sedang disudutkan seperti tadi, Damar selalu mengajakku keluar dari kerumunan dan mencari tempat untuk menyendiri tapi beda dengan hari ini sebelumnya aku tidak pernah menangis.
Saat pulang sekolah, aku langsung merapikan barang-barangku dan bergegas meninggalkan neraka yang menyiksaku ini. Tetapi 3 murid laki-laki menghalangiku di depan pintu.
Excuse me, can you move a little, please? I wanna go home” aku mencoba melawan dengan halus.
You wanna go home? But you haven’t give us your pocket money ,dude” kata laki-laki yang paling kanan. aku hanya terdiam, untuk apa aku memberi mereka bahkan mereka tidak melakukan apapun untuk ku.
Get out of my way” aku mencoba bicara lebih tegas.
Who are you to stare at us like that?!” laki-laki yang berdiri di tengah berteriak dan mengangkat tangannya hendak menamparku. Tetapi laki-laki yang di sebelah kirinya menahannya.
Woa woa dude, be patient with this girl. Her boyfriend is glaring at us” katanya dengan menunjuk ke arah Damar yang sedang merapikan tas tetapi sedang melihat kejadian ini dari ujung pelupuk matanya. Mereka mengira bahwa aku dan Damar berpacaran tapi sebenarnya tidak, kami dekat karena hanya Damar yang mau berbicara dengan ku. saat ini Damar terlihat tidak peduli tetapi ketiga anak laki-laki ini takut padanya karena Damar pernah menghabisi ketiganya ketika mereka mengerjai mereka.
Ketiga laki-laki yang berada di depan ku lalu menarikku kasar untuk naik keatas gedung sekolah. mereka mulai mendorongku dan memaksa ku untuk memberikkannya uang, aku hanya berdiam dan enggan memberikannya bahkan dengan jumlah yang sedikit aku tidak akan memberikannya.
If you don’t wanna give anything to us, you’re gonna die today!” mereka menampar ku, menonjokku, dan bahkan menendangku. Seluruh badan ku terasa sakit, cairan merah terasa mengalir dari hidung dan ujung bibirku. Aku berpikir bahwa hari ini adalah akhir dari segalanya, mereka menyiksaku hingga yang ku lihat hanyalah warna hitam.
Aku sempat berpikir bahwa aku sudah mati tetapi ternyata aku masih melihat cahaya lampu, tubuh ku terbaring diatas tempat tidur. Aku melihat sekitar, kepala ku terasa berat dan terdapat perban dibagian kening ku, badan ku terasa sangat sakit tetapi aku berusaha untuk duduk. Beberapa saat kemudian, Damar memasuki kamar.
“Sudah bangun?” tanyanya. Aku mengangguk pelan. “Don’t worry, ibu lo cuma tau lo nginep di rumah gue dengan alesan tugas kelompok” jelasnya. Aku bernapas lega karena jika sampai ibu ku tahu tentang semua ini, masalah akan tambah rumit.
“Gimana gue bisa disini?” tanyaku
“Ceritanya panjang, makan dulu aja nih.. nanti gue jelasin” kata Damar sambil menaruh makanan di meja.
Setelah selesai makan Damar menjelaskan semuanya, bahwa saat aku menghilang dari pandangannya di kelas , dia langsung buru-buru membereskan semuanya dan bergegas mencariku. Dia mencari di toilet, di gudang, di belakang gedung sekolah dan tempat terakhir adalah di atas gedung sekolah, dia melihat ku sedang dicaci maki oleh ketiga lelaki itu dan langsung menolongku. Saat itu aku sudah tidak sadarkan diri, Damar langsung membawaku ke rumahnya , mengobatiku dan membiarkan aku beristirahat.
“Makasih ya, kalau lo ga datang.. gue udah mati beneran kali” ucapku
“Iya.. tugas gue cuma nolongin lo kok, bukan suatu hal yang sulit” jelasnya “Dea, lo mau janji ke gue gak?”
“Janji apa?” tanyaku
“Ikutin aja cara main mereka, biar lo gak kesakitan lagi”
I can’t. Nanti mereka makin kelewat batas”
“Tapi mereka udah keterlaluan daripada lo menderita terus. Just follow what they want, please” Damar memohon kepadaku
“Gak bisa, Damar” tegasku “Tugas lo cuma berdiri di samping gue, give me strength to face all of this
Damar menghela napas pelan, dan menjawab “Baiklah, kalau lo maunya gitu. Tapi lo harus kuat ngadepin semuanya, jangan nunjukkin kalau lo lemah, De. Gue akan disitu terus nemenin lo, gak bakal gue biarin lo kesakitan sendiri. Kalo lo gak percaya dengan keberadaan teman sejati, gue bakal jadi bukti buat lo kalau teman sejati itu ada , De”

Aku hanya tersenyum dan mengangguk, berterima kasih kepada Tuhan karena telah menyisihkan satu orang yang sangat berharga bagiku. Karena adanya Damar aku memiliki kekuatan untuk terus bangkit dan menjalani hari esok yang mungkin akan lebih rumit dari biasanya tetapi dia selalu memiliki cara untuk membuat hariku lebih baik dan berwarna. Dia bagai berlian yang kutemukan di tumpukan tanah, sangat sulit untuk menemukan sosok sepeti Damar dan juga sangat sulit untuk melepaskannya karena dia begitu berharga untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar