Aku Dea. Aku lahir di Indonesia tetapi
keluargaku, termasuk aku, mengikuti jejak ayah ke luar negeri dan menemaninya
bekerja. Aku masih tergolong remaja muda dan mereka menganggap ku belum
mengerti apa-apa tetapi segala hal yang menimpa ku di sekolah membuat ku
belajar banyak hal tentang kehidupan.
Saat itu aku duduk di bangku kelas 2 SMP,
aku merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolahku karena aku sering
disudutkan dan diremehkan tanpa alasan yang tidak kuketahui, aku sudah
mengatakan kepada Ibu tentang perasaan ku tetapi aku rasa ibu tidak paham dan
hanya menjawab “Itu karena kamu baru masuk De, nanti juga kamu terbiasa” jadi
aku hanya bisa diam dan melanjutkan kehidupan ku entah sampai kapan semua ini
akan berakhir.
Alarm ku berbunyi, dengan berat hati aku
berangkat sekolah. Aku menelusuri koridor untuk menuju kelas ku dan hendak
duduk di kursiku tetapi seseorang menarik kursi ku sehingga aku terjatuh,
dengan perasaan kesal aku bangkit dan merapihkan buku ke dalam loker, lagi-lagi
mereka menggangu ku. Terdapat banyak sampah di lokerku , aku terdiam, rasanya
ingin sekali aku teriak dan menamparnya satu persatu karena sudah berulang kali
mereka memperlakukan aku seperti ini tanpa alasan yang jelas. Saat aku sedang
membereskan sampah yang terdapat di loker ku, Damar –teman laki-laki ku yang
juga dari kebangsaan yang sama dan satu-satunya orang yang mau menemaniku- datang, lalu membantu ku membersihkan
semuanya. Damar seorang penyelamat, dia bagaikan malaikat yang kutemui di lingkungan
yang seperti neraka, hanya Damar yang mau membantu ku di kala aku sedang
terpuruk.
Bel menandakan aku istirahat, Damar
mengajakku untuk pergi ke cafeteria
sekolah, Damar memesan susu dan roti sedangkan aku merasa kenyang atau lebih
tepatnya tidak ingin makan. Saat kami sedang duduk bersama, seorang murid
perempuan sedang lewat dibelakang ku dan aku yakin ia sengaja menumpahkan jus
nya sehingga baju bagian belakang ku terkena tumpahan jus tersebut.
“Oops..sorry,
hahahahaha” dengan nada mengejek, dia meminta maaf kepada ku.
Dada ku sesak, ingin sekali rasanya aku
marah tetapi percuma saja mereka akan terus bersikap seperti itu tanpa
menghiraukan ku. Aku menundukkan kepala ku, mata ku memanas dan air mata
perlahan menetes hingga menjadi sungai yang terus mengalir deras, aku terisak,
memikirkan apa kesalahan ku sampai mereka sejahat ini. Tangisanku terhenti
mendadak ketika Damar menarik lengan ku dan berlari melewati kerumunan orang
banyak. Kita duduk di bangku panjang belakang sekolah, dia memberikan aku
jaketnya untuk menutupi tumpahan jus tadi dan membiarkan aku menangis. Ketika
air mata ku sudah habis, dia membuka percakapan dengan ku
“Are
you done? Kenapa nangis?”
“Gapapa, pengen aja” jawabku
“Dea yang gue kenal selama ini, ga lemah
kayak begini”
“Tapi udah keterlaluan..” aku menunduk “Gue
capek aja , setiap hari harus dikasih cobaan kayak gini. Gak ada yang ngerti,
termasuk orang tua gue sendiri”
“Terus gue apaan?” cetus Damar
“I mean
.. only you who understands”
Lalu Damar terdiam, akupun ikut terdiam.
Tapi yang aku katakana kepada Damar memang benar, hanya dia yang amu menemani
dan mendengarkan keluh kesahku tentang apa yang aku rasakan, pernah satu kali
terlintas dipikiranku bahwa Damar lelah karena aku terlalu sering mengeluh
padanya tetapi saat aku tanyakan jawaban nya hanyalah “Take it easy, daripada lo sendiri kan?” Damar memang bukan
laki-laki tipe pembicara melainkan tipe bertindak, dia malas menjelaskan atau
berbicara panjang lebar ke orang lain tetapi tindakannya yang membuat orang
lain percaya padanya.
“Dea” Damar memanggil ku memecahkan
keheningan. Aku hanya menengok ke arahnya.
“Ke kelas yuk, bentar lagi bel masuk”
“Tapi baju gue?” aku bertanya kepadanya
karena tidak mungkin aku kembali dengan baju yang lengket seperti ini.
“Pakai kaos dan jaket gue aja”
“Oh..yasudah, ayo”
Ketika aku sedang disudutkan seperti tadi,
Damar selalu mengajakku keluar dari kerumunan dan mencari tempat untuk
menyendiri tapi beda dengan hari ini sebelumnya aku tidak pernah menangis.
Saat pulang sekolah, aku langsung merapikan
barang-barangku dan bergegas meninggalkan neraka yang menyiksaku ini. Tetapi 3
murid laki-laki menghalangiku di depan pintu.
“Excuse
me, can you move a little, please? I wanna go home” aku mencoba melawan
dengan halus.
“You
wanna go home? But you haven’t give us your pocket money ,dude” kata
laki-laki yang paling kanan. aku hanya terdiam, untuk apa aku memberi mereka
bahkan mereka tidak melakukan apapun untuk ku.
“Get
out of my way” aku mencoba bicara lebih tegas.
“Who
are you to stare at us like that?!” laki-laki yang berdiri di tengah
berteriak dan mengangkat tangannya hendak menamparku. Tetapi laki-laki yang di
sebelah kirinya menahannya.
“Woa
woa dude, be patient with this girl. Her boyfriend is glaring at us”
katanya dengan menunjuk ke arah Damar yang sedang merapikan tas tetapi sedang
melihat kejadian ini dari ujung pelupuk matanya. Mereka mengira bahwa aku dan
Damar berpacaran tapi sebenarnya tidak, kami dekat karena hanya Damar yang mau
berbicara dengan ku. saat ini Damar terlihat tidak peduli tetapi ketiga anak
laki-laki ini takut padanya karena Damar pernah menghabisi ketiganya ketika
mereka mengerjai mereka.
Ketiga laki-laki yang berada di depan ku
lalu menarikku kasar untuk naik keatas gedung sekolah. mereka mulai mendorongku
dan memaksa ku untuk memberikkannya uang, aku hanya berdiam dan enggan
memberikannya bahkan dengan jumlah yang sedikit aku tidak akan memberikannya.
“If
you don’t wanna give anything to us, you’re gonna die today!” mereka
menampar ku, menonjokku, dan bahkan menendangku. Seluruh badan ku terasa sakit,
cairan merah terasa mengalir dari hidung dan ujung bibirku. Aku berpikir bahwa
hari ini adalah akhir dari segalanya, mereka menyiksaku hingga yang ku lihat
hanyalah warna hitam.
Aku sempat berpikir bahwa aku sudah mati
tetapi ternyata aku masih melihat cahaya lampu, tubuh ku terbaring diatas
tempat tidur. Aku melihat sekitar, kepala ku terasa berat dan terdapat perban
dibagian kening ku, badan ku terasa sangat sakit tetapi aku berusaha untuk
duduk. Beberapa saat kemudian, Damar memasuki kamar.
“Sudah bangun?” tanyanya. Aku mengangguk
pelan. “Don’t worry, ibu lo cuma tau
lo nginep di rumah gue dengan alesan tugas kelompok” jelasnya. Aku bernapas
lega karena jika sampai ibu ku tahu tentang semua ini, masalah akan tambah
rumit.
“Gimana gue bisa disini?” tanyaku
“Ceritanya panjang, makan dulu aja nih..
nanti gue jelasin” kata Damar sambil menaruh makanan di meja.
Setelah selesai makan Damar menjelaskan
semuanya, bahwa saat aku menghilang dari pandangannya di kelas , dia langsung
buru-buru membereskan semuanya dan bergegas mencariku. Dia mencari di toilet,
di gudang, di belakang gedung sekolah dan tempat terakhir adalah di atas gedung
sekolah, dia melihat ku sedang dicaci maki oleh ketiga lelaki itu dan langsung
menolongku. Saat itu aku sudah tidak sadarkan diri, Damar langsung membawaku ke
rumahnya , mengobatiku dan membiarkan aku beristirahat.
“Makasih ya, kalau lo ga datang.. gue udah
mati beneran kali” ucapku
“Iya.. tugas gue cuma nolongin lo kok,
bukan suatu hal yang sulit” jelasnya “Dea, lo mau janji ke gue gak?”
“Janji apa?” tanyaku
“Ikutin aja cara main mereka, biar lo gak
kesakitan lagi”
“I
can’t. Nanti mereka makin kelewat batas”
“Tapi mereka udah keterlaluan daripada lo
menderita terus. Just follow what they
want, please” Damar memohon kepadaku
“Gak bisa, Damar” tegasku “Tugas lo cuma
berdiri di samping gue, give me strength
to face all of this”
Damar menghela napas pelan, dan menjawab
“Baiklah, kalau lo maunya gitu. Tapi lo harus kuat ngadepin semuanya, jangan nunjukkin
kalau lo lemah, De. Gue akan disitu terus nemenin lo, gak bakal gue biarin lo
kesakitan sendiri. Kalo lo gak percaya dengan keberadaan teman sejati, gue
bakal jadi bukti buat lo kalau teman sejati itu ada , De”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk, berterima
kasih kepada Tuhan karena telah menyisihkan satu orang yang sangat berharga
bagiku. Karena adanya Damar aku memiliki kekuatan untuk terus bangkit dan
menjalani hari esok yang mungkin akan lebih rumit dari biasanya tetapi dia
selalu memiliki cara untuk membuat hariku lebih baik dan berwarna. Dia bagai
berlian yang kutemukan di tumpukan tanah, sangat sulit untuk menemukan sosok
sepeti Damar dan juga sangat sulit untuk melepaskannya karena dia begitu
berharga untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar