• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Sabtu, 07 Oktober 2017

YANDERE

Namaku Mira. Aku sekarang duduk di kelas 2 SMA, aku juga orang yang suka mengerjakan tugas langsung sampai selesai, jika belum selesai aku tidak akan tenang. Suatu hari, aku mendapat kepercayaan dari wali kelas ku untuk menjadi ketua kelas dan aku pun menerimanya. Aku punya sahabat dan dia adalah temanku dari kecil, namanya Ebi. Yah, bisa dibilang dia cukup popular di sekolah dan dia juga friendly sama yang lain, termasuk aku.
     Suatu hari, Ebi bercerita padaku.
     “Mir, kayanya gue suka sama seseorang deh.” katanya.
     “Terus hubungannya sama gue apa?” kataku sambal meihat ke dia.
     “Ya, gue pengen cerita aja ke lo siapa tau lonya tiba-tiba cemburu gitu ke gue, atau marah tiba-tiba ke gue.” Katanya sambil tertawa kecil. Ya, aku memang sedikit kesal sama dia. Dia anak popular di sekolah ini, setiap dia mendekatiku pasti ada saja yang merasa benci padaku. Apa salahnya kan aku hanya temen dia saja, benar-benar menyebalkan.
     Seminggu sudah berlalu, Ebi berpacaran dengan seseorang bernama Risa. Dia lumayan cantik, ya bisa dibilang lebih cantik dariku. Aku merasa tenang karena ada yang menggantikan posisiku untuk berada di samping Ebi. Tetapi semenjak tadi pagi Ebi terlihat pucat, aku pun bertanya padanya.
     “Bi, lo kenapa dari tadi pagi lemes banget pucet lagi mukanya, sakit tah?”
     “Hah? Engga ko gapapa, ya cuma sedikit pusing doang, tapi gapapa”
     “Dua kali lo ngomong gapapa, yaudah ke uks aja gue anterin.” Aku pun menganar Ebi ke uks, aku sadar bahwa aku diliatin sama Risa dan teman-temannya, hanya tinggal tunggu waktu aku dipanggil sama geng mereka.
     Saat istirahat aku tiba-tiba dipanggil sama Risa, memikirkan apa yang akan dibicarakan aku sudah tau.
     “Mira, aku mau ngobrol sama kamu sebentar boleh?” Risa tersenyum, senyum yang membuatku mual, dia mengajakku  ke belakang sekolah.
     “Nee Mira, lo tau ga kenapa lo dipanggil ke sini?
     “Kenapa? Lo cemburu cuma karna gue nganterin pacar lo ke uks?” jawabku lantang. Muka Risa memerah.
     “Akhirnya gue bisa ngerebut Ebi dari lo, tapi Ebi masih aja ngedeketin lo, apa lo yang ngerayu dia biar dia ngedeket sama lo?” amarah Risa meluap.
     “Maap ya, gue ga punya sihir semacam itu, jadi permisi gue harus nyelesain tugas gue.” Aku pun pergi meninggalkan mereka begitu saja, tapi Risa langsung menarik kerah bajuku dan mendorongku ke dinding dan menjambak rambutku, lalu dilanjutkan oleh teman-temannya. Pas pukulan ke perut aku menagkis pukulan itu dan melawan balik dengan menendang kaki salah satu dari mereka.
     “Gue udah bilangkan, kalau gue ada tugas yang harus diselesaikan!” Tatapku tajam yang hampir membuat mereka merinding, aku pun langsung mengambil kesempatan untuk lari ke kelas.
     Sekitar jam 2 an, Ebi keluar dari uks dan melihatku dengan teman sekelasku bernama Yuta yang sedang jalan ke arah uks, dia langsung teriak dan mengeluarkan banyak pertanyaan padaku.
     “Lo kenapa Mir? Kenapa jadi babak belur lagi? Siapa lagi yang ngehajar lo? Kenapa lo diem aja? Kenapa lo—“
     “Tenang dulu Bi. Biar Mira masuk dulu ke uks, baru nanti gue yang ngejelasin”
     “Kenapa harus lo yang ngejelasin?”
     “Karena gue tau semuanya, Mira cerita ke gue.” Jawab Yuta tegas. Muka Ebi terlihat kesal sekali.
     “Yaudah Mira lo masuk aja ke uks, Ebi biar gue yang jelasin”
     “Baiklah, makasih Yuta” jawabku dengan senyum dan dibalas senyum oleh Yuta.
Yuta adalah orang yang sangat baik dan selalu memasang muka yang kalem, dia biasa dibilang orang yang keren tapi terlihat dingin juga atau cuek terhadap hal apapun. Tapi dia selalu membantuku saat Ebi tidak ada untuk membantuku.
     “Jadi, apa yang mau lo jelasin ke gue?” muka Ebi terlihat kesal sekali.
     “Mira dihajar sama pacar lo.” Jawab Yuta dengan muka kalem seperti biasanya dan menceritakan semuanya ke Ebi. Ebi pun mengerti apa yang dirasakan Mira.
Semenjak SD Mira selalu dijauhi oleh temennya karena alasan temen-temennya tidak punya kesempatan untuk berbicara padaku karena aku lengket sekali sama Mira. Aku udah sering bilang kalau aku hanya berteman pada Mira dan jangan mengganggu Mira, tetapi tidak ada yang mempedulikannya dan terus menjahili Mira. Mungkin Mira sudah terbiasa dengan itu dan dia juga belajar ilmu bela diri untuk melindungi dirinya jika ada yang sampai mau membunuhnya. Aku sudah berusaha untuk mengambil sekolah yang beda dengan Mira agar dia tidak diganggu lagi, tapi lagi-lagi ada temannya yang mau balas dendam padanya. Akhirnya, aku dan Mira satu sekolah lagi.
“Jika lo pengen ngerti apa yang selalu Mira rasain, mending sebaiknya cari tau dulu apa yang harus lo mengerti tentang diri lo sendiri.” Kata Yuta tiba-tiba
“Kenapa? Emangnya lo tau apa tentang Mira!”
“Gue emang ga tau apa-apa tentang Mira, tapi Mira yang sekarang gue ngerti. Ga kaya lo yang ga pernah peka sama Mira, cuma bisa minta maaf pada Mira jika dia kena masalah lagi sama cewek lain.” Perjelas Yuta. Ya, memang aku selalu minta maaf pada Mira ketika dia sudah babak belur karena cewek lain, aku tidak bisa apa-apa.
“Mau kemana lo?” teriak Yuta padaku
“Gue mau ketemu Risa. Biar gue yang nanya langsung ke dia!” jawabku sambil berlari mencari Risa.
“Cih, setidaknya jaga Mira dulu sebentar!” Yuta berbicara pelan agar tidak di dengar Ebi.
Aku bertemu Risa dan teman-temannya sedang berbicara di kantin sambil tertawa senang entah apa yang membuatnya senang. Aku pun segera menghampirinya dan teman-temannya pergi meninggalkan ku berdua dengan Risa.
“Risa, kenapa kamu berantem sama Mira? Memangnya Mira salah apa sama kamu sampe kamu ngegebukin Mira sampe babak belur?” tanyaku tenang.
“Itu salahnya sendiri, aku hanya ingin mengobrol sama dia tapi dianya yang mulai ngelawan duluan!” Risa menjawab sambil menangis. Dia memelukku tiba-tiba sambil gemetar.
“Aku takut, bagaimana jika kamu tidak peduli denganku, kamu selalu membicarakan Mira dengan senang hati dan selalu mengabaikan perasaanku! Kamu peduli ga sih sama aku, aku ini pacarmu dan kamu malah—“
“Maaf, aku ga bisa lagi pacaran sama kamu” jawabku sambil melepaskan pelukan dari Risa. Risa hanya terdiam melihatku dan menangis sederas mungkin.
“Kamu ga bisa gitu dong. Kamu tau betapa senangnya aku berpacaran dengan kamu, kenapa kamu mau putus begitu saja?” jawabnya sambil menahan kesal.
“Maaf, aku pikir kamu orangnya bakal mau berteman dengan Mira, tapi kenyataannya aku salah menilai kamu. Maafkan aku.”
“Jika itu maumu aku akan turuti, aku akan berteman dengan siapa pun asalkan kamu mau bersamaku! Ya Ebi, kamu masih mau denganku iyakan?”
“…”
“Nah Ebi. Ayo jawab!”
“Maaf, gue tetep ga bisa pacarana sama lo!” aku langsung mengubah gaya bicaraku. Risa tidak berkomentar apa-apa. Aku meninggalkannya dan masuk kelas untuk melanjutkan jam pelajaran.
Saat perjalanan ke kelas, aku merasa ingin menjenguk Mira sebentar. Tetapi saat aku mau sampai ke uks, ada seseorang yang menunggu di depan pintu uks sambil membawa gunting. Saat mendekatinya, jelas itu adalah Risa yang sedang membawa gunting ke dalam ruangan uks. Aku terkejut dan langsung lari ke uks.
“Aaahh!” teriak Mira. Aku langsung bergegas ke dalam uks dan melihat tangan kiri Yuta sudah tertusuk gunting yang di pegang Risa.
“Oi, Risa berhen—“ Aku langsung menghindari tangan Risa yang hamper menusuk mataku.
“Eh Ebi? Kamu ngapain nanti kalau kamu kena bagaimana?” Risa berbicara dengan nada yang seolah-olah khawatir padaku.
“Yuta? Lo gapapa?” suara Mira terdengar tehisak-hisak.
“Risa, udah berhenti!” jawabku tegas pada Risa.
“Eh! Tapi kalau aku berhenti, Mira bakalan ganggu kita berdua!” jawab Risa dengan nada tinggi.
“Risa!” wajah Mira memerah dan rasanya ingin sekali meluapkan amarahnya.
“Lo udah keterlaluan juga. Kalau ada masalah sama gue selesain sama tangan kosong, jangan beraninya main benda!”
“Apa? Lo berani lawan gue Mir? Tadi aja lo ga bisa apa-apa di depan gue sama temen gue kan?”
“akh! Gausah sok-sok an kalo gabisa ngapa-ngapain mah!” jawab Yuta sambil menahan sakit.
“Cih! Lo tuh penghalang banget sih!” Risa mengayunkan guntingnya kearah Yuta. Aku langsung memukul muka Risa dan gunting yang ada di tangannya terlepas, Yuta hanya mendapat luka goresan di mukanya. Aku langsung menahan tangan Risa.
“Ebi! Panggil guru segera, Risa biar gue yang tahan dulu!” perintahku. Ebi pun langsung mengerjakan apa yang aku suruh. Tak lama kemudian guru pun datang dan menangani itu semua. Yuta tidak terkena luka serius di tangannya dan aku juga sudah hampir sembuh dengan lukaku.
Keesokan harinya, aku minta maaf pada Yuta karena telah membuatnya terlibat.
“Yuta, gue mau minta maaf atas kejadian kemaren. Lo jadi terlibat gara-gara ngelindungin gue dari serangan Risa.” Ucap gue sambil memasang muka melas.
“Kalo lo minta maaf ke gue sambil melas kaya gitu, gue mau minta sesuatu.”
“Minta apa?”
“Gue mau lo jadi pacar gue!” muka Yuta berubah menjadi serius. Aku hanya bisa terdiam mendengarkan penyataan cinta itu. Entah apa yang aku rasakan selama ini, aku hanya mempunyai Ebi disisiku tak lain hanya dia. Tetapi saat Yuta menyatakan perasaannya padaku, aku merasa senang. Apa aku juga suka sama Yuta atau senang karena ada orang lain yang mau menerimaku. Aku pun menganggukan kepalaku dan menjawab yes. Wajah Yuta terlihat senang dengan senyumnya yang lembut.
Saat aku kembali ke kelas, aku bertemu Ebi di perjalanan ke kelas.
“Selamat ya.” Wajahnya tidak bisaku tebak. Entah itu senang, sedih, atau bercampur aduk.
“Makasih. Makasih juga yang selalu ada untuk gue, tapi gue pengen lo selalu ada buat gue. Gue pacarana sama Yuta bukan berarti lo bakal gue abaikan. Tolong jangan mengabaikan persahabatan kita.” Aku memohon pada Ebi agar tidak meninggalkan ku.
“Iya. Gue bakal terus jadi sahabat lo, gue bakal ngedukung lo jadi tenang aja, kalo ada apa-apa bilang aja ke gue. Oke?” jawab Ebi santai.
“Oke!” aku sangat senang kalau Ebi masih mau bersahabatan denganku.

Keseharianku penuh dengan senang tawa dari teman sekitar, tapi ada sedihnya juga. Aku bersyukur masih ada yang mau berteman denganku, menerimaku apa adanya dengan senang hati. Terutama dengan Ebi dan Yuta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar