Namaku Mira. Aku sekarang duduk di kelas 2
SMA, aku juga orang yang suka mengerjakan tugas langsung sampai selesai, jika
belum selesai aku tidak akan tenang. Suatu hari, aku mendapat kepercayaan dari
wali kelas ku untuk menjadi ketua kelas dan aku pun menerimanya. Aku punya
sahabat dan dia adalah temanku dari kecil, namanya Ebi. Yah, bisa dibilang dia
cukup popular di sekolah dan dia juga friendly
sama yang lain, termasuk aku.
Suatu
hari, Ebi bercerita padaku.
“Mir,
kayanya gue suka sama seseorang deh.” katanya.
“Terus
hubungannya sama gue apa?” kataku sambal meihat ke dia.
“Ya,
gue pengen cerita aja ke lo siapa tau lonya tiba-tiba cemburu gitu ke gue, atau
marah tiba-tiba ke gue.” Katanya sambil tertawa kecil. Ya, aku memang sedikit
kesal sama dia. Dia anak popular di sekolah ini, setiap dia mendekatiku pasti
ada saja yang merasa benci padaku. Apa salahnya kan aku hanya temen dia saja,
benar-benar menyebalkan.
Seminggu
sudah berlalu, Ebi berpacaran dengan seseorang bernama Risa. Dia lumayan
cantik, ya bisa dibilang lebih cantik dariku. Aku merasa tenang karena ada yang
menggantikan posisiku untuk berada di samping Ebi. Tetapi semenjak tadi pagi
Ebi terlihat pucat, aku pun bertanya padanya.
“Bi,
lo kenapa dari tadi pagi lemes banget pucet lagi mukanya, sakit tah?”
“Hah?
Engga ko gapapa, ya cuma sedikit pusing doang, tapi gapapa”
“Dua
kali lo ngomong gapapa, yaudah ke uks aja gue anterin.” Aku pun menganar Ebi ke
uks, aku sadar bahwa aku diliatin sama Risa dan teman-temannya, hanya tinggal
tunggu waktu aku dipanggil sama geng mereka.
Saat
istirahat aku tiba-tiba dipanggil sama Risa, memikirkan apa yang akan
dibicarakan aku sudah tau.
“Mira,
aku mau ngobrol sama kamu sebentar boleh?” Risa tersenyum, senyum yang
membuatku mual, dia mengajakku ke
belakang sekolah.
“Nee
Mira, lo tau ga kenapa lo dipanggil ke sini?
“Kenapa?
Lo cemburu cuma karna gue nganterin pacar lo ke uks?” jawabku lantang. Muka
Risa memerah.
“Akhirnya
gue bisa ngerebut Ebi dari lo, tapi Ebi masih aja ngedeketin lo, apa lo yang
ngerayu dia biar dia ngedeket sama lo?” amarah Risa meluap.
“Maap
ya, gue ga punya sihir semacam itu, jadi permisi gue harus nyelesain tugas
gue.” Aku pun pergi meninggalkan mereka begitu saja, tapi Risa langsung menarik
kerah bajuku dan mendorongku ke dinding dan menjambak rambutku, lalu
dilanjutkan oleh teman-temannya. Pas pukulan ke perut aku menagkis pukulan itu
dan melawan balik dengan menendang kaki salah satu dari mereka.
“Gue
udah bilangkan, kalau gue ada tugas yang harus diselesaikan!” Tatapku tajam
yang hampir membuat mereka merinding, aku pun langsung mengambil kesempatan
untuk lari ke kelas.
Sekitar
jam 2 an, Ebi keluar dari uks dan melihatku dengan teman sekelasku bernama Yuta
yang sedang jalan ke arah uks, dia langsung teriak dan mengeluarkan banyak
pertanyaan padaku.
“Lo
kenapa Mir? Kenapa jadi babak belur lagi? Siapa lagi yang ngehajar lo? Kenapa
lo diem aja? Kenapa lo—“
“Tenang
dulu Bi. Biar Mira masuk dulu ke uks, baru nanti gue yang ngejelasin”
“Kenapa
harus lo yang ngejelasin?”
“Karena
gue tau semuanya, Mira cerita ke gue.” Jawab Yuta tegas. Muka Ebi terlihat
kesal sekali.
“Yaudah
Mira lo masuk aja ke uks, Ebi biar gue yang jelasin”
“Baiklah,
makasih Yuta” jawabku dengan senyum dan dibalas senyum oleh Yuta.
Yuta adalah orang yang sangat baik dan
selalu memasang muka yang kalem, dia biasa dibilang orang yang keren tapi
terlihat dingin juga atau cuek terhadap hal apapun. Tapi dia selalu membantuku
saat Ebi tidak ada untuk membantuku.
“Jadi,
apa yang mau lo jelasin ke gue?” muka Ebi terlihat kesal sekali.
“Mira
dihajar sama pacar lo.” Jawab Yuta dengan muka kalem seperti biasanya dan
menceritakan semuanya ke Ebi. Ebi pun mengerti apa yang dirasakan Mira.
Semenjak SD Mira selalu dijauhi oleh
temennya karena alasan temen-temennya tidak punya kesempatan untuk berbicara
padaku karena aku lengket sekali sama Mira. Aku udah sering bilang kalau aku
hanya berteman pada Mira dan jangan mengganggu Mira, tetapi tidak ada yang
mempedulikannya dan terus menjahili Mira. Mungkin Mira sudah terbiasa dengan
itu dan dia juga belajar ilmu bela diri untuk melindungi dirinya jika ada yang
sampai mau membunuhnya. Aku sudah berusaha untuk mengambil sekolah yang beda
dengan Mira agar dia tidak diganggu lagi, tapi lagi-lagi ada temannya yang mau
balas dendam padanya. Akhirnya, aku dan Mira satu sekolah lagi.
“Jika lo pengen ngerti apa yang selalu Mira
rasain, mending sebaiknya cari tau dulu apa yang harus lo mengerti tentang diri
lo sendiri.” Kata Yuta tiba-tiba
“Kenapa? Emangnya lo tau apa tentang Mira!”
“Gue emang ga tau apa-apa tentang Mira,
tapi Mira yang sekarang gue ngerti. Ga kaya lo yang ga pernah peka sama Mira,
cuma bisa minta maaf pada Mira jika dia kena masalah lagi sama cewek lain.”
Perjelas Yuta. Ya, memang aku selalu minta maaf pada Mira ketika dia sudah
babak belur karena cewek lain, aku tidak bisa apa-apa.
“Mau kemana lo?” teriak Yuta padaku
“Gue mau ketemu Risa. Biar gue yang nanya
langsung ke dia!” jawabku sambil berlari mencari Risa.
“Cih, setidaknya jaga Mira dulu sebentar!”
Yuta berbicara pelan agar tidak di dengar Ebi.
Aku bertemu Risa dan teman-temannya sedang
berbicara di kantin sambil tertawa senang entah apa yang membuatnya senang. Aku
pun segera menghampirinya dan teman-temannya pergi meninggalkan ku berdua
dengan Risa.
“Risa, kenapa kamu berantem sama Mira?
Memangnya Mira salah apa sama kamu sampe kamu ngegebukin Mira sampe babak
belur?” tanyaku tenang.
“Itu salahnya sendiri, aku hanya ingin
mengobrol sama dia tapi dianya yang mulai ngelawan duluan!” Risa menjawab
sambil menangis. Dia memelukku tiba-tiba sambil gemetar.
“Aku takut, bagaimana jika kamu tidak
peduli denganku, kamu selalu membicarakan Mira dengan senang hati dan selalu
mengabaikan perasaanku! Kamu peduli ga sih sama aku, aku ini pacarmu dan kamu
malah—“
“Maaf, aku ga bisa lagi pacaran sama kamu”
jawabku sambil melepaskan pelukan dari Risa. Risa hanya terdiam melihatku dan
menangis sederas mungkin.
“Kamu ga bisa gitu dong. Kamu tau betapa
senangnya aku berpacaran dengan kamu, kenapa kamu mau putus begitu saja?”
jawabnya sambil menahan kesal.
“Maaf, aku pikir kamu orangnya bakal mau
berteman dengan Mira, tapi kenyataannya aku salah menilai kamu. Maafkan aku.”
“Jika itu maumu aku akan turuti, aku akan
berteman dengan siapa pun asalkan kamu mau bersamaku! Ya Ebi, kamu masih mau
denganku iyakan?”
“…”
“Nah Ebi. Ayo jawab!”
“Maaf, gue tetep ga bisa pacarana sama lo!”
aku langsung mengubah gaya bicaraku. Risa tidak berkomentar apa-apa. Aku
meninggalkannya dan masuk kelas untuk melanjutkan jam pelajaran.
Saat perjalanan ke kelas, aku merasa ingin
menjenguk Mira sebentar. Tetapi saat aku mau sampai ke uks, ada seseorang yang
menunggu di depan pintu uks sambil membawa gunting. Saat mendekatinya, jelas
itu adalah Risa yang sedang membawa gunting ke dalam ruangan uks. Aku terkejut
dan langsung lari ke uks.
“Aaahh!” teriak Mira. Aku langsung bergegas
ke dalam uks dan melihat tangan kiri Yuta sudah tertusuk gunting yang di pegang
Risa.
“Oi, Risa berhen—“ Aku langsung menghindari
tangan Risa yang hamper menusuk mataku.
“Eh Ebi? Kamu ngapain nanti kalau kamu kena
bagaimana?” Risa berbicara dengan nada yang seolah-olah khawatir padaku.
“Yuta? Lo gapapa?” suara Mira terdengar
tehisak-hisak.
“Risa, udah berhenti!” jawabku tegas pada
Risa.
“Eh! Tapi kalau aku berhenti, Mira bakalan
ganggu kita berdua!” jawab Risa dengan nada tinggi.
“Risa!” wajah Mira memerah dan rasanya
ingin sekali meluapkan amarahnya.
“Lo udah keterlaluan juga. Kalau ada
masalah sama gue selesain sama tangan kosong, jangan beraninya main benda!”
“Apa? Lo berani lawan gue Mir? Tadi aja lo
ga bisa apa-apa di depan gue sama temen gue kan?”
“akh! Gausah sok-sok an kalo gabisa
ngapa-ngapain mah!” jawab Yuta sambil menahan sakit.
“Cih! Lo tuh penghalang banget sih!” Risa
mengayunkan guntingnya kearah Yuta. Aku langsung memukul muka Risa dan gunting
yang ada di tangannya terlepas, Yuta hanya mendapat luka goresan di mukanya.
Aku langsung menahan tangan Risa.
“Ebi! Panggil guru segera, Risa biar gue
yang tahan dulu!” perintahku. Ebi pun langsung mengerjakan apa yang aku suruh.
Tak lama kemudian guru pun datang dan menangani itu semua. Yuta tidak terkena
luka serius di tangannya dan aku juga sudah hampir sembuh dengan lukaku.
Keesokan harinya, aku minta maaf pada Yuta
karena telah membuatnya terlibat.
“Yuta, gue mau minta maaf atas kejadian
kemaren. Lo jadi terlibat gara-gara ngelindungin gue dari serangan Risa.” Ucap
gue sambil memasang muka melas.
“Kalo lo minta maaf ke gue sambil melas
kaya gitu, gue mau minta sesuatu.”
“Minta apa?”
“Gue mau lo jadi pacar gue!” muka Yuta
berubah menjadi serius. Aku hanya bisa terdiam mendengarkan penyataan cinta
itu. Entah apa yang aku rasakan selama ini, aku hanya mempunyai Ebi disisiku
tak lain hanya dia. Tetapi saat Yuta menyatakan perasaannya padaku, aku merasa
senang. Apa aku juga suka sama Yuta atau senang karena ada orang lain yang mau
menerimaku. Aku pun menganggukan kepalaku dan menjawab yes. Wajah Yuta terlihat senang dengan senyumnya yang lembut.
Saat aku kembali ke kelas, aku bertemu Ebi
di perjalanan ke kelas.
“Selamat ya.” Wajahnya tidak bisaku tebak.
Entah itu senang, sedih, atau bercampur aduk.
“Makasih. Makasih juga yang selalu ada
untuk gue, tapi gue pengen lo selalu ada buat gue. Gue pacarana sama Yuta bukan
berarti lo bakal gue abaikan. Tolong jangan mengabaikan persahabatan kita.” Aku
memohon pada Ebi agar tidak meninggalkan ku.
“Iya. Gue bakal terus jadi sahabat lo, gue
bakal ngedukung lo jadi tenang aja, kalo ada apa-apa bilang aja ke gue. Oke?”
jawab Ebi santai.
“Oke!” aku sangat senang kalau Ebi masih
mau bersahabatan denganku.
Keseharianku penuh dengan senang tawa dari
teman sekitar, tapi ada sedihnya juga. Aku bersyukur masih ada yang mau
berteman denganku, menerimaku apa adanya dengan senang hati. Terutama dengan
Ebi dan Yuta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar