• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Sabtu, 07 Oktober 2017

Umbrella


Walaupun hujan tak bisa berkata,, tapi aku selalu ingin bercerita tentang dirimu kepadanya.
***
Aku mengeratkan tali sepatuku terlebih dahulu. Setelah itu, langkah-langkah kecil menari-nari di atas rintikan air hujan yang mengguyur bumi. Bersenandung ria bagai dunia hanya milik diriku sendiri. Aku selalu melakukan ini di setiap hujan turun, alasannya satu: karena aku suka hujan. Dan aku tidak peduli jika banyak orang yang mengatakan ‘jangan hujan-hujanan, nanti sakit’.Pikirku itu terjadi karena mereka menyakininya, buktinya saja aku hingga sekarang aku tidak sakit hanya karena bermain air hujan. Dan ibuku tidak pernah melarang aku.
Kakiku masih bermain dengan air hujan, tapi mataku sejak tadi selalu memerhatikan seseorang yang menimbulkan rasa aneh saat melihatnya. Dia seorang laki-laki yang berpayung. Aku selalu melihatnya di taman ketika hujan turun, aku tak tahu apa yang di lakukannya. Tetapi aku hanya melihatnya duduk diam di tengah air hujan dengan di lindungi payung yang menemaninya.
Beberapa kali rasa penasaranku mendorongku untuk bertanya kepadanya apa yang ia lakukan dengan berduduk diam sendiri, tetapi niatku aku urung kembali karena egoku yang terlalu besar untuk menanyakan itu. Dan aku yakin jika ia sama sekali tak mengenalku, walaupun sudah sangat sering kami berada di tempat yang sama dengan posisi yang tidak terlalu jauh karena aku selalu melihatnya menunduk dan melamun.
Hujan sudah reda. Aku duduk sebentar dan aku melihat ia beranjak pergi. Dan itu membuat rasa penasaranku semakin besar. Aku menatap langit yang sedikit terlihat cerah, tetapi aku tidak suka saat melihat pelangi yang banyak orang bilang itu indah. Alasanku karena pelangi hanya memberikan warna yang hanya sesaat yang tak bisa di lihat lagi, ia indah lalu pergi dan hilang. Ini adalah pendapatan ku, jadi jika kalian mempunyai pendapat yang berbeda itu hak kalian.Setelah itu, aku pun beranjak pergi untuk melanjutkan kegiatanku kembali.
***
Aku menadahkan satu tanganku yang langsung di terpa air hujan. Untuk saat ini aku tidak boleh hujan-hujanan, karena ibuku berkata, “Kamu boleh main air hujan, tapi setelah acara selesai”. Maksud dari acara itu adalah pernikahan kakak keduaku.Semua keluarga sudah pergi terlebih dahulu, sedangkan aku harus pergi sendiri karena aku ingin membeli kado terlebih dahulu untuk kakakku. Dan bodohnya aku memarkirkan mobilku jauh dari tempat yang kini aku pijak. Kini aku bingung bagaimana aku berjalan menuju mobilku. Setelah berdebat fikiran dan hatiku, akhirnya aku putuskan untuk menerobos hujan dan aku akan jelaskan kepada ibuku agar beliau tak marah kepadaku. Baru saja selangkah maju, tetapi anehnya aku tak merasakan air hujan yang menerpa tubuhku.
Mataku terpana ketika melihat seseorang yang kini berada di sampingku sambil melindungiku dengan payungnya. Dia laki-laki berpayung yang berada di taman itu. “Mau saya antar ?”. Tanyanya. Suaranya sangat berwibawa, membuat tubuhku terpaku apalagi dengan jarak kami yang sangat tipis.
Aku hanya mengangguk. Lalu kamipun melangkahkan kaki kami di bawah air hujan yang kini semakin deras. Di karenakan payung yang tidak cukup untuk tubuh kami berdua, aku merasakan air hujan mengenai setengah pundakku yang membuat baju yang menutupi lengan dan pundakku pun basah. Tetapi, aku hanya diam saja.Tiba-tiba, ia menggeserkan payungnya sehingga pundakku tak terkena air hujan. Tetapi aku yakin jika pundaknya lah yang berganti menjadi basah. Aku merasakan debar jantungku yang kencang, rasanya jalanan menjadi sangat jauh dan lama saat bersamanya seperti ini.
Akhirnya aku bisa bernafas lega saat aku sudah berada dalam mobil.
“Terima kasih”. Ucapku kepadanya, sungguh mengatakan itu saja aku harus mengatur detak jantungku terlebih dahulu.
Ia hanya tersenyum sangat manis.
***
Setelah acara selesai. Hujan masih setia menungguku untuk bermain dengannya. Seperti biasa, aku akan mengunjungi taman kesukaanku ketika hujan. Aku menyapu seluruh penjuru taman ini. Tetapi aku sama sekali tak melihat laki-laki berpayung itu. Padahal, aku yakin jika aku selalu melihatnya di sini ketika hujan turun.
Dan aku hanya berpikir jika ia ada suatu urusan yang sangat penting. Jadi aku putuskan untuk tetap bermain air hujan, walaupun sesekali aku merasa ada sesuatu hal yang berbeda.
***
Sudah satu bulan, aku tak pernah melihatnya di taman ketika hujan. Aku benar-benar merindukannya, apalagi terakhir kalinya aku melihat senyuman manisnya. Aku tidak tahu dimana ia berada dan aku tidak tahu bagaimana aku harus mencarinya. Ia hilang, bagai di tiup angin. Aku sadar jika aku tak mengenalinya, tapi entah kenapa aku sangat kehilangannya.
Hujan turun menerpa wajahku. Aku tidak tahu, saat ini aku tak bisa menari-nari di bawah hujan. Aku hanya duduk diam, sambil memerhatikan tempat tak jauh dariku yang dulu selalu ia duduki. Aku sangat berharap jika ia muncul di sana, walaupun aku tak pernah mengobrol panjang dengannya tapi cukup melihatnya saja aku sudah bahagia.
Aku benar-benar penasaran dengan dirinya. Dan aku pun beranjak dari tempatku menuju tempat yang dulu ia selalu duduk dengan di temani payungnya.
Kini aku duduk di tempatnya. Aku meresapi, mengulang kembali saat ia masih duduk di sini. Aku sangat merindukannya. Dirinya yang penuh dengan rahasia, dirinya yang selalu dengan payungnya, dirinya yang selalu termenung dan semuanya.
Ketika aku ingin beranjak, tiba-tiba aku merasakan sesuatu pada tanganku yang sedikit menekan kursi kayu ini saat aku ingin berdiri. Aku melihat sebuah ukiran.
Pohon beringin
Sejenak aku terdiam dengan yang di maksud ukiran ini. Hingga akhirnya aku mengingat pohon beringin yang berada di taman ini. Dengan segera aku melangkah ke tempat pohon beringin.
Aku mengelilingi pohon beringin, mencari sesuatu yang akan menunjukkan maksud dari ukiran tadi. Tetapi aku sama sekali tak melihat apapun, hingga akhirnya aku menyenderkan tubuhku ke pohon beringin. Tiba-tiba kepalaku merasakan sesuatu yang menganjal.
Batu ?
Rasanya aneh saat melihat batu yang di selipkan di tengah pohon beringin. Lagi-lagi aku berpikir. Dan aku pun berlari menuju tepat yang ku yakini.
Aku tiba di batu besar yang berada tak jauh dari pohon beringin tadi. Aku mengelap batu itu dengan tanganku saat melihat sesuatu. Dan di situ ada sebuah ukiran yang menggambarkan sebuah payung yang membuatku semakin tak mengerti. Langkahku pun mencari petunjuk itu.
Pandanganku menyapu di setiap inci tempat ini, aku yakin jika yang di maksud petunjuk itu tidak jauh dari tempat batu itu berada. Aku benar-benar lelah memikirkannya, tetapi rasa penasaranku mendorongku untuk mencarinya. Hujan masih turun, walaupun tak deras hanya rintikan kecil. Aku mendongakkan kepalaku ke atas langit, aku menutup mataku untuk merasakan setiap butiran hujan yang jatuh mengenai wajahku. Hingga sesuatu terbesit dalam pikiranku.
Payung ?.. Pohon beringin ?
Dengan segera aku berlari. Aku yakin dengan pikiranku, yang di maksud payung adalah pohon beringin  yang membentuk seperti payung—melindungi orang dari hujan.
Karena aku yang berlari tergesa-gesa hingga saat berada di depan pohon beringin, aku merasa sesuatu menyelandung kakiku hingga aku terjatuh.
Tetapi, tiba-tiba taburan kelopak bunga berjatuhan dari atas pohon. Aku pun segera berdiri. Mataku memanas saat melihat puluhan atau ratusan foto dan kertas yang tergantung di pohon itu. Aku melihat beberapa fotoku yang tak di sadari olehku dan ada juga foto dirinya. Aku mengambil kertas dan membukanya.
Hujan..
Ia menari-nari indah dalam bayanganmu..
Ia bahagia dalam terpaan butiran air yang turun dari langit..
Sedangkan aku ?
Hanya diam dalam naungan payung yang selalu menjadi bayanganku ketika kau turun..
Aku selalu berharap, jika Tuhan mengizinkanku untuk bermain bersamanya di bawah ribuan butiran air hujan..
Aku ingin tertawa bersamanya, bahagia bersamanya, mendengar suaranya..
Tapi, aku sadar dengan diriku yang tak bisa jauh dari naungan payung..
Aku tak bisa menemaninya untuk bermain bersamamu hujan..
Raka
***
Sudah sebulan lebih ia pergi. Aku tak pernah tahu jika ia selalu memperhatikanku, aku tak pernah tahu jika ia mempunyai penyakit yang sangat bahaya. Aku hanya tahu, terakhir aku melihatnya saat ia melindungiku dari hujan dengan payungnya. Dan aku menyesal, karena melindungiku, tubuhnya terkena air hujan. Karena diriku, ia nekat untuk melawan hujan dan melupakan penyakitnya.
Beberapa hari yang lalu, aku berkunjung ke rumahnya dengan alamat yang ia berikan di pohon beringin itu. Keluarganya bercerita, semua tentangnya. Penyakitnya kambuh karena ia yang nekat hujan-hujan dan itu bertepatan setelah ia mengantarkanku.
Aku tak pernah berpikir jika orang yang dulu selalu membuatku tersenyum ternyata kini telah tiada. Hanya meninggalkan sebuah cerita yang ia susun di pohon beringin. Aku tidak akan pernah lupa dengan sosok dirinya yang telah membuat tersenyum.
Dia Raka.
***
Hujan..
Dirinya telah hanyut menjadi sebuah kenangan indah ..
Dirinya telah terukir abadi dalam buku sejarah hidupku..
Dirinya telah tergores dengan bentuk cinta dalam relung hatiku..
Aku..
Selalu bersyukur telah mengenal dia, walau dalam kejauhan..
Air yang selalu turun, akan selalu mengingatkanku..Pada lekaki berpayung..
Yang kini telah menjadi air hujanku..
Menghapus air mataku.. Tanpa bisa ku genggam ..
Reiska

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar