• 2
  • IMG_20150423_133609
  • IMG_7489
  • javascript image slider
  • IMG_7497
21 IMG_20150423_1336092 IMG_74893 IMG_75854 IMG_74975
jquery image carousel by WOWSlider.com v8.8

Senin, 16 Oktober 2017

Sepulchral

Oktober 16, 2017 0 Comments
Gaung di jalanan terdegar seperti dengung nyamuk. Warga berdiri berkerumun di balik garis batas yang dijaga polisi, kamera mereka yang menyelip di dalam genggaman siap siaga. Waktu ke waktu terdengar suara khas sirine ambulan yang tak beraturan sementara warga itu mengisi waktu dengan memotret mobil hitam itu yang, hmm, entah masih bisa dikatakan mobil atau tidak, serta rerumputan dimana mayat itu dibaringkan.
     Aparat polisi, juga orang-orang dari ambulan yang mengenakan seragam serba putih, terlihat asing baginya. Semua orang memiliki peran masing-masing disana. Anggota masyarakat menyemut mengelilingi kedua mobil, sibuk sekali petugas kepolisian itu menahan mereka. Sebagian sengaja datang hanya untuk menonton, sebagian dan hanya benar-benar sebagian yang membantu.  Banyak yang mengacungkan telepon genggamnya tinggi-tinggi untuk mengambil gambar sebelum melanjutkan perjalanan. Masyarakat memang menyebalkan disaat seperti ini.
     “Ini dimana?”
     Sendiri perempuan itu selamat dengan luka bak gigitan semut. Terbangun menyimak keadaan sekitar, bingung. Mengelus dada ia melihat lelaki itu terbaring ditutupi kain hitam. Mengelus dada ia melihat wanita itu terbaring tak berdaya. Mengelus dada juga ia melihat adik kecilnya yang berlumuran darah. Meraba sekujur tubuhnya, “Aku selamat.”
     “Sabar ya, nak.” Berulang kali ia mendapat ucapan itu. Salah seorang warga menghampirinya dan memintanya untuk menelpon keluarga terdekat. Dengan tangan tak berdaya, sekuat tenaga ia mengetik nomor telepon. Entah kenapa, sebuah handphone terasa seperti tak lain dan tak bukan adalah sebuah batu besar yang sangat berat. Lama sekali rasanya menunggu nada sambung berubah menjadi “Halo, assalamualaikum.”
Respon pertama dari keluarga adalah ketidak percayaan. Bagaimana bisa langsung percaya, 6 jam yang lalu mereka baru saja bertemu. Berusaha perempuan itu meyakinkan keluarganya, berhasil juga.
**
     “Dek, ayo cepat ambil barang-barang kamu. Kita ke puskesmas terdekat.” Kata salahseorang berbaju serba putih.
     Berlari perempuan itu menuju mobil. Susah sekali pintu mobil dibuka. Mencoba kesemua pintu, yang bisa terbuka hanya pintu depan sebelah kiri. Sudah tidak memikirkan yang lain, perempuan itu langsung mengambil tas dan dompet. Sekilas ia lihat, keadaan mobil itu sudah tidak berbentuk mobil lagi. Isinya berantakan tak karuan. Ah, sudahlah.
     Tangis adik kecil tak kunjung henti, muak perempuan itu mendengarnya sepanjang perjalanan menuju puskesmas. Namun, lebih muak lagi perempuan itu dengan masyarakat sekitar. Sesampainya di puskesmas, heboh suasana.
     “Pigi la kau semua! Muak kali aku ni!” Keluar juga logat bataknya.
     Bisa-bisanya, puskesmas berisi orang sehat yang menonton, bukan pasien. Huft. Perempuan itu butuh ketenangan, seolah ia belum sadar apa yang sebenarnya terjadi. Sesak nafasnya, butuh oksigen. Namun, apa daya, semua perawat sibuk menolong korban yang terluka parah. Akhirnya, perempuan itu berusaha menolong dirinya sendiri.
     “Suster, ini gimana cara ngepasin tekanan oksigennya?”
     “Haduh, sebentar ya, dek. Saya ngurus ibu kamu dulu.”
     Cocok atau tidak tekanannya, perempuan itu paksakan agar oksigen bisa masuk ke tubuhnya. Ya, terkadang kita memang harus bisa menolong diri sendiri.
**
     Teriakan kesakitan bagai burung berkicau dipagi hari. Perempuan itu masih sendiri, bertahan, menunggu kabar, terduduk, dan tidak tau harus bagaimana. Dia kehilangan arah dan dia hanya bisa berdoa. Tak lama seorang polisi mendatanginya, Jonri namanya.
     “Selamat siang, dek.”
     “Siang, pak.”
     “Adek, ini keluarganya yang mana saja?”
     “Itu, itu, sama satu lagi gak tau dimana.” Sambil menunjuk beberapa orang.
     “Oh, adek namanya siapa?”
     “Karen Kasai.”
     “Boleh minta data keluarganya, dek?”
     “Baiklah.”
     Belum selesai urusan Karen dengan polisi itu, datang Polisi Dean dan menyampaikan pesan bahwa keluarga Karen harus dirujuk ke RSUD Kabinang.
     “Butuh berapa jam untuk sampai disana?”
     “Sekitar 2 jam, dek.”
     “Oh, terus, ayah aku dimana?”
     “Ayah kamu yang mana ya, dek?”
     “Hmm, yang tadi pisah ambulan itu.”
     “Oalah, itu kan sudah-“
     “Sstt.” Potong Polisi Jonri.
     “Sudah apa, pak? Katakan saja yang sebenarnya, tidak usah ditutup-tutupi. Saya juga sudah tahu ayah saya mati.”
     “Heish, gak kok, dek. Ayah kamu sehat.”
     “Bohong. Boleh aku ketemu?”
     “Ayah belum sampai, dek.”
     “Jelas-jelas tadi ayah dibawa ke kamar mayat.” Ingin sekali Karen meluapkan kekesalannya terhadap pihak kepolisian, tapi entah mengapa yang keluar dari mulut Karen hanyalah,
     “Hm, yasudah.”
     Karen tahu semuanya, dia melihat sendiri ayahnya dibaringkan ditutupi kain hitam. Karen tahu jika sebenarnya memang sengaja dipisahkan ambulannya agar keluarga yang menjadi korban tidak kepikiran. Karen tahu bahwa ayahnya sudah sampai di puskesmas namun ruangannya dipisah. Hanya Karen yang masih bisa berdiri diatas kaki sendiri. Sendiri juga Karen duduk diambulan dan yang lainnya terbaring merintih kesakitan.
**
     Sekelompok perawat menyambut kedatangan ambulan keluarga Karen. Saling membantu memindahkan keluarga Karen ke IGD. Karen terdiam, bingunglah dia harus bagaimana sampai polisi itu mendatanginya lagi, Polisi Jonri.
     “Karen, kamu umurnya berapa? Sudah ada KTP, kah?”
     “15, belum, pak. Tapi kalau daftar pasien dan lain-lain saya bisa sendiri, pak.”
     “Oh, yasudah, baguslah. Kamu ke meja sana saja bertemu dengan penjaga disana lalu daftarkan keluarga mu.”
     “Oke.”
     Berjam-jam berlalu. Akhirnya ibu Karen pun sadar dan “Ayah dimana, kak?”
Karen bimbang, “haduh,”
berpikir, “jawab apa gue,”
terdiam, “hmm,”
skakmat, “bilang yang sebenarnya aja, deh.”
Tak tahan juga Karen memendamnya sendirian. Frontal, ia langsung menjawab, “Sudah gaada, ma.” Hening, ibu tidak percaya dengan Karen. Ibu tetap menunggu dan terus menunggu kabar, sampai akhirnya ibu pun tertidur.
**
     Pagi itu pukul 04.00, keluarga terdekat pun telah sampai. Tangis sedih itu oleh-olehnya. Tante Rei menyampaikan secara perlahan ke ibu Karen bahwa ayah benar-benar sudah tiada. Tangis dan tangis. “Bukan saatnya buat ikutan nangis, tahan, Ren.” Ujar Karen pada dirinya sendiri. Setelah itu, karena keluarga korban sudah datang, langsung ditindak lanjuti. Ya, keluarga Karen dirujuk lagi ke rumah sakit khusus bedah di Sumatera Barat.
     Cahaya dingin menerangi wajah ayah. Hanya Karen sendiri yang diizinkan untuk masuk ke ambulan ayah. Itu karena cuma Karen yang bisa berjalan. Karen berjongkok di dekat ayah, darah masih mengalir dari kedua telinga ayah. Alisnya yang dijahit, bibir yang sedikit tersenyum, ada kesan meresahkan saat seolah-olah lelaki itu bernafas kembali dan siap bangkit berdiri melanjutkan perjalanan liburan. Karen menyentuh ayah.
     “Gilsss, beku anjay.
     Belum puas Karen memandangi jenazah itu, Polisi Jonri memanggil Karen.  Menyuruh agar cepat turun dari ambulan dan langsung pergi. Iya, pergi dengan destinasi yang berbeda. Ibu dan adik Karen dibawa ke rumah sakit. Sedangkan ayah Karen dibawa ke Tengoku untuk langsung dimakamkan.
     “Terus, aku ke rumah sakit jadinya?”
     “Iya, Karen mau naik ambulan sama ibu atau adik kamu?” Tukas Polisi Jonri.
     “Maunya ke Tengoku, ikut makamin ayah.”
     “Hmm, sendiri kamu yakin gaayah?”
     “Yakin, pak.”
     Akhirnya Karen pergi ke Tengoku bersama orang yang bahkan ia tak kenal. Perjalanan macet karena arus balik mudik, 5 jam dijalan habis untuk ke Tengoku. Hari itu hari Jumat, hari yang panas dan cukup memuakkan bagi seorang Karen.
     Karen tiba di Tengoku, sambutan duka dari keluarga besar membuatnya tambah sedih. Karen berdiri bergeming, memandangi ayahnya yang sedang dikeluarkan dari ambulan, sejenak mengalami momen keterpurukan yang tidak akan pernah dipahami siapapun. Seraya meresapi momen itu, seakan Tuhan ingin mengujinya agar lebih mandiri dan tanggungjawab terhadap hidupnya sendiri.
     Proses demi proses dilakukan terhadap jenazah dilewati sendiri oleh Karen. Penguburan yang terakhir. Kali ini, tidak ada lagi kata hampir seorang Karen akhirnya menangis. Air mata mengalir membabi buta dan membasahi pipinya.
**
     Karen membungkuk dan mengecek telepon genggamnya. Banyak sekali ucapan duka. Berita tersebar begitu cepat dan heboh. Belum lagi kalau ada yang bertanya-tanya bagaimana proses kejadiannya. “Hell, gue aja nyoba buat ngelupain kok malah temen gue sendiri yang ngorek-ngorek biar gua cerita detail.” Karen kesal sekali. Bagaimana tidak, kematian ayah Karen tidak wajar dan itu adalah yang tersuram bagi Karen. Move on dari peristiwa itu sama saja seperti susahnya move on dari mantan. Semuanya butuh waktu.
     Karen sudah menduga, setelah ini pasti ia akan diburu-buru untuk pergi ke rumah sakit menemui ibu dan adiknya. Berjam-jam melewati kelokan indah Pulau Sumatera yang menawan, senyum tipis Karen dibuatnya. Tapi sayang, situasi sedang tidak mendukung keindahan alam itu. Sampailah Karen di rumah sakit. Putih dan hanya putih pemandangannya. Mulai dari seprei kasur, cat dinding, perban, lantai, dan lampu khas rumah sakit.
     Tidur di lantai hanya beralaskan sajadah itu sudah menjadi kebiasaan bagi Karen. Mau tidak mau ia harus menerimanya. Tidak ada extra bed yang nyaman di rumah sakit. Bisa tidur selama 3 jam sehari rasanya sudah sangat bersyukur. Walaupun tidak senyenyak tidur di Grand Hyatt Jakarta, sih. Tapi Karen percaya, semua ada hikmahnya. Ia tetap bersabar sampai saatnya ia mendapatkan tiket perjalanan menuju pulang ke Jakarta.
***
     “Kak, ayo bangun siap-siap kita mau pergi.” Ujar mama.
     “Masih ngantuk ma. Besok aja…” Karen melanjutkan tidurnya.
     “Ih, ayo bangun sudah ditunggu papa itu di mobil!”
     “Hoamm, bentar ma, baru juga bangun.”
     “Mimpi apa kamu Karen? Nyenyak banget tidurnya. Sampe basah juga itu mata kamu.”
     “Mimpi apa ya?”
     “Mimpi buruk, kah?” Tukas mama seolah ia tau segalanya.
     “Iya, kali, ya? Udah lupa, ma.”
     “Ya sudah, cepat siap-siap. Mama tunggu dimobil ya.”
     “Siap.”
    

“Jadi semua itu mimpi? Haha, mimpi yang indah. Membuatku kapok untuk melawan orang tua ku.”                 –Karen

Claresta Pirena Gandana – XI IPA 3

Sabtu, 07 Oktober 2017

Kehidupan - Keyyash

Oktober 07, 2017 0 Comments
KEHIDUPAN BY KEYYASH


Kehidupan ini keras jendral tak ada kayu yang tak rapuh...
Lantas apakah kayu bisa mengeras sekuat batu....
Lantas apakah kayu bisa layu tak mendayu....
Ya ya ya layu bukan berarti sayu....
Ya ya ya layu bukan berarti malu
Tapi apakah kita bisa bertahan dengan kehidupan di masa lampau....
Tak mungkin kita mengingatnya 
Sedangkan kita harus belajar sejarah dimasa lampau
Pengalaman memang guru yang terbaik tapi guru yang terbaik adalah dengan berilmu...
Ilmu untuk diamalkan sedangkan amal adalah anugrah yang kan didapati kelak....
Terus berjuang bergerak dan berusaha...

PENSIL KAYU - Shella Nurhaliza

Oktober 07, 2017 0 Comments
PENSIL KAYU


kutumpukan tangan pada secarik kertas
Kuayunkan batang beralas kayu
Kugenggam erat tuk kutuntun berayun
Garis demi garis kau timbulkan pada serobek kertas
Ohh pensil kayuku...
Kau memang pensil kayuku
Yang telah menuntunku tuk mengandai dalam kertasku
Oh pensil kayuku..
Alatku tuk menggapai angan
Menemani dalam setiap mimpiku


Karya : Shella Nurhaliza

Malam hari

Oktober 07, 2017 0 Comments
“Malam hari”


Ibu…
Senandungmu di malam hari
Mendongeng dalam terangnya bulan

Ibu…
Suaramu di malam hari
Membuat hatiku tenang

Ibu…
Nadamu di malam hari
Sangatlah indah

Ibu…
Do’amu di malam hari
Menyejukkan hati

“Hujan yang lalu”
Aku hanya ingin sebuah akhir.
Hujan turun saat air mata menetas.
Tetesan penuh rindu.

Aku yakin, dinginnya hujan akan berakhir.
Trgantikan oleh tangisan hangat rindu.

Tidak apa, ini hanya hujan yang lalu.

PENGAKUAN - Vitaloka Dwi Maharani

Oktober 07, 2017 0 Comments
PENGAKUAN
Vitaloka Dwi Maharani – XI IPA 3

            Telah lama ku menunggu
            Waktu untuk mengatakan
            Perasaanku padamu

            Tak tahan lebih lama
            Karena selalu ditinggkalkan
            Bagai setangkai bunga
            Yang daunnya ditumbangkan
           
            Selalu ku coba
            Tuk menghampirimu
            Tapi kehadiranku dianggap pengganggu
            Bagai hama yang menyerang bunga

            Kau bilang kita satu
            Bagai bagian bunga yang selalu bersama
Kukira kita memang begitu
Nyatanya hanya kebohongan belaka

Jika memang kita satu
Akankah kau menghampiriku?
Seperti aku yang selalu menghampirimu di sana
Saat kita masih bersama

Sahabatku 

Bukan Sahabat yang Baik - Farel Bainuna Zavarei

Oktober 07, 2017 0 Comments
Aku bukan lah sahabat yang baik
Aku sering mencelamu saat kau sedang dalam hal bodoh
Aku sering menertawakan mu saat kau dihina
Mungkin selama ini banyak ucapan ku yang membuat mu pedih
Maaf aku tidak mengerti perasaan mu
Aku hanyalah manusia biasa
Yang kadang membuat dosa
Karena kekurangan ku itu aku sering memanjatkan doa
Untuk mu dan juga diriku
Semoga Allah selalu melindungi kita
Karena siapapun kalian
Kalian tetaplah sahabat ku



Farel Bainuna Zavarei

XI IPA 3

Agape on Retrograde

Oktober 07, 2017 0 Comments




Suasana siang dengan matahari yang terik sepertinya berhasil
mengeringkan kerongkonganku. Dengan Elan dan Frea, teman kampusku aku berjalan menuju sebuah kafe kecil dekat kampus. Yang kubutuhkan hanyalah segelas es teh . Elan, seorang pemuda berkacamata dengan kulitnya yang mulai memerah memesan segelas soda gembira. Sedangkan Frea, ia memesan es krim coklat kesukaannya,sesuai kepribadiannya yang ceria, tipe orang yang merasa berkumpul tanpa mengobrol bagaikan rumah tak berpenghuni. Ia pun memulai obrolan.
“Sebenernya yang punya café ini alumnus SMA aku loh,dulu dia jadi idola banget waktu SMA.” Ujar Frea.
“Oh, Hansel ya? Sampe SMA gue tuh terkenalnya dulu hahaha. “ Sambung Erlan. Obrolan mereka berduapun berlanjut panjang lebar. Aku hanya terdiam melihatnya. Alasannya pertama aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Kedua , entah mengapa aku seperti tidak ingat SMA ku ataupun masa laluku.
“Ga, diem aja. Dulu SMA dimana?” Pertanyaan Erlan membuatku panik.

“Ehmm, gini lan. Ini ga bercanda tapi beneran lupa. Gue ga inget.”

Kemudian suasana hening.

“Kamu?! Masih 19 tahun udah pikun?” Tanya Frea dengan terkejut.

     “Beneran lupa? Gausah bercanda! Baru dua tahun lulus!” Elanpun tak kalah terkejut.
    
     Kekagetan teman-temanku membuatku semakin bingung. Seperti kehilangan arah, sepertinya otakku sedang diterjang badai. Mengingat masa lalu yang semudah membalikan telapak tangan malah mustahil bagiku saat ini. Bagaimana bisa aku melupakannya.

     “Inget nama panjang?” Tanya Elan,teman kampusku.

“Agape Agustian.”
    
“Keluarga?”
    
“Orang tua masih ada ,adik perempuan satu tapi ga inget nama.”

     “Ga kayanya kamu harus ke psikiater deh.”

     “Iya jangan-jangan lo amnesia, besok kita anterin.”
    
     Masih dengan suasana bingung yang bercampur penasaran, Elan dan Frea akan membawaku untuk pergi ke seorang Psikiater ternama di daerah ini dengan harapan untuk mengetahui apa yang terjadi padaku dan bagaimana masa laluku. Pemuda sepertiku tak mungkin pikun dan kalaupun aku amnesia karena kecelakaan, harusnya Elan dan Frea tahu. Setelah bersepakat untuk berangkat ketika kuliah selesai, kami pun saling melempar salam. Di kostanku aku terus berusaha mengingat kembali apa yang kulupakan. Dengan mengecek handphone aku berharap bisa menemukan sesuatu misalnya nomor telpon orangtuaku atau adikku ataupun foto bersama teman lamaku ataupun keluargaku, tapi hasilnya nihil. Kontak telpon handphoneku hanya bertuliskan nama-nama orang tapi tidak kutemukan nama keluargaku ataupun temanku.

     Keesokannya setelah selesai kuliah, Elan dan Frea membawaku ke Psikiater itu, Pak Rian namanya. Disebuah ruko besar bercat putih,terpampang jelas nama Psikiater itu. Namaku, Agape, dipanggil dan akan dibawa bertemu dengan seorang yang mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Elan dan Frea tidak diizinkan untuk menemaniku ke ruangan Pak Zam.

     “Agape Agustian?”

     “Iya, nama saya, Pak Rian .”
    
     “ Silakan duduk mas Agape. Panggil saya kak aja, saya masih 30 tahun”
    
     Berusaha tenang, aku memberikan penjelasan kepada Kak Rian. Aku katakan padanya bahwa aku sesuai dengan gejala amnesia, tapi aku tidak tahu penyebabnya karena aku tidak pernah ingat pernah kecelakaan ataupun terbentur. Untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada otakku, Kak Rian membawaku ke ruangan CT Scan. Kak Rian bilang baru dua hari kemudian hasilnya boleh diambil. Dengan perasaan kecewa karena tidak menemukan jawaban apapun akupun pulang dengan Elan dan Frea. Rasanya aku tidak bisa menunggu hingga dua hari kedepan aku memutuskan untuk menelpon Kak Rian .

     “Selamat sore Kak Rian, ini Agape. Maaf kak saya masih kecewa dengan hasil yang tadi. Saya belum-“ Belum kulanjutkan perkataanku dia sudah memotong. Sesuai permintaannya aku tetap memanggilnya kak.

     “Yaudah sekarang kamu datang lagi ke saya sekarang, saya tunggu.”

     “Iya kak saya datang.” Apakah sebenarnya Kak Rian sudah punya jawaban sedaritadi? Aku tak tahu tapi rasanya dia benar-benar tahu apa yang terjadi padaku. Mana mungkin seorang psikiater ternama sangat sulit mendiagnosis. Kututup telponnya dan aku pun segera beranjak menuju kliniknya. Baru saja akan membuka pintu tiba-tiba ada yang memanggilku.

     “Agape!” Akupun menoleh kebelakang.

     “Ayo naik ke mobil kakak.” Hah? Sekarang aku akan diajak pergi? Apakah seperti ini cara psikiater dalam mendiagnosis pasiennya? Akupun hanya menurutinya saja karena harapanku untuk menemukan jawaban tentang apa  yang terjadi mungkin ada di dalam mobil itu. Setelah aku duduk, Kak Rian langsung membawa mobilnya ke jalanan. Aku tak tahu akan dibawa kemana. Setiap kutanya Kak Rian  tidak mau menjawab akupun jadi ikut terdiam. Setelah satu jam perjalanan mobil Kak Rian mulai memasuki sebuah kompleks perumahan, kemudian ia berhenti di depan sebuah rumah. Kak Rian menyuruhku untuk keluar dari mobil dan baru saja aku keluar tiba-tiba seorang gadis remaja datang menghampiriku.

     “Kakak! Akhirnya kakak pulang!” ujar gadis itu dengan semangatnya. Kakak? Apakah itu berarti dia adikku? Dan rumah ini adalah rumahku?

     “AGAPE?! Kamu pulang?! Syukurlah!.” Ujar seorang pria berumur setengah abad.

     “Agape… Mama kira kamu marah sama mama.” Dari perkataan seorang wanita paruh baya itu akupun mendapatkan jawabannya , mereka keluargaku, orang-orang yang hampir kulupakan. Dengan aku yang linglung,aku berusaha menyadarkan kembali diriku bahwa mereka benar-benar keluargaku.

     “Agape, ini keluargamu. Tapi maaf bapak,ibu, dan adik , Agape sebenarnya amnesia ,Amnesia Retrograde. Amnesia tentang masa lalu. Jadi ia kurang mengingat kalian.” Semuanya terkejut.

     “KAKAK!!! Ini aku Alandra! Kakak harus inget!” ujar seorang yang mengaku adikku.

     “Tapi, Rian , Agape bisa ingat lagi kan?” Tanya mama.

     “Dari hasil CT Scan, luka di otak Agape tidak terlalu parah, kemungkinan besar ia akan segera sembuh dari Amnesia Retrograde itu.” Jelas kak Rian.

     “Lalu penyebab Amnesia Retrograde Agape kenapa?” Tanya ayah.

     “Lebih jelasnya kita bicarakan nanti saja ya. Biar Agape coba ingat-ingat lagi. Agape dari tadi kamu diam saja, bicara sana sama keluarga kamu! Kamu juga lupa kan dulu sering main bareng adikku? Aku ini tetanggamu.” Ujar Kak Rian yang memecahkan keheninganku.

     “Eh, hmm ntar aku coba inget-inget ya. Makasih Kak Rian udah bantuin sampe sejauh ini.”

“Makasih yaa Rian.” Ujar keluargaku serempak.

     “Iyaa sama-sama. Hmmm kalo gitu sekarang saya kasih tau penyebab Agape bisa Amnesia.”
    
     Kak Rian bercerita kalau ia mendengar dari Elan dan Frea kalau aku dipukul oleh seseorang dengan sebuah balok kayu kemudian orang itu kabur. Elan dan Frea pikir aku tidak apa-apa karena aku masih sadarkan diri dan tidak berdarah. Awalnya mereka kira orang itu adalah orang iseng namun setelah dilihat wajahnya ternyata dia dulu pernah satu SMA denganku, Kak Rian tahu dari adiknya, Ren yang ternyata teman lamaku . Dulu si pemukul itu adalah seorang yang sering membullyku. Ia kembali balas dendam padaku dengan cara yang aneh itu karena ia tidak suka denganku yang selalu dipuji saat SMA. Sekarang ia hanya seorang yang tidak disukai semua orang.


     Mendengar jawaban itu,perasaanku lega dan sedikit kesal. Namun sudahlah, seseorang yang menang bukanlah berdasarkan kekuatannya tetapi berdasarkan kesabarannya,menurut pandanganku. Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang ditengah kehangatan keluargaku yang hampir hilang termakan Retrograde.


Warna Putih Tidak Seputih Awan

Oktober 07, 2017 0 Comments
  Pada suatu hari, cuacanya sedang tidak bersahabat. Aku sedang berjalan tanpa tujuan. Aku tidak tahu kemana harus pergi. Tubuhku yang kecil tidak bisa melakukan apa apa. Tiap kali ku hanya berjalan dan duduk di tempat yang beralaskan kayu. Tiap kali ku menatap langit, ternyata tidak ada yang indah di langit. Hanya ada awan yang berwarnakan abu abu dan tetesan air dari langit. Setetes air mengalir ke muka turun hingga ke bawah kaki. Saat seperti ini ada saja yang selalu mengganggu pikiranku, itu adalah”aku ini sebenarnya siapa,mengapa aku berada di dunia ini?”Itulah yang mengganggu pikiranku saat hujan turun.

  Hari demi hari berlalu tanpa terhitung olehku. Tapi aku tidak peduli meski sudah berlalu, karena menurutku hal itu tidaklah begitu penting untuk diingat maupun dipikirkan. Meski begitu suram bagiku, tetap saja tidak akan bisa hilang seperti hembusan debu. Tiba-tiba saja aku melihat seseorang, dia seorang laki laki yang seumuran sama denganku. Aku tidak mengenalinya, bahkan namanya saja aku tidak tahu. Dia berjalan sambil membawa 4 buah roti yang besar. Dibandingkan denganku yang hanya memiliki sebuah pisau di pinggang saja. Anak laki laki yang membawa roti tersebut terlihat gembira sekali, tampak terlihat berbunga-bunga di sekitarnya. Kemudian munculah segerombolan anak muda bertiga datang kepada seorang anak kecil yang membawa roti tersebut. Tanpa di sengaja anak kecil tersebut menabrak segerombolan tiga orang tadi.”aduh…maaf!!!”kata anak kecil tadi yang membawa roti. Dengan tidak sengaja menabrak tiga orang tadi, situasinya tampak berubah. Tiga orang tadi tiba-tiba saja marah.”Hei anak kecil…! Berani sekali kau menabrak kami!!! Kau tidak tau kami siapa haahh!?”kata si tiga pemuda yang ditabrak tadi. Tampaknya anak kecil membawa roti yang terjatuhpun  menangis.

  Kemudian anak kecil yang terjatuhpun di pukuli dan di tending oleh tiga pemuda tadi. Disaat itu tiba-tiba saja perasaanku merasa tidak enak. Munculah dua pilihan yang ada di pikiranku. Aku harus memilih antara menolongnya atau abaikan saja si anak kecil terjatuh itu. Saat itu tubuhku gemetar, tampak seperti aku tidak terima jika mereka melakukan seperti itu kepada dia. Jadi aku langsung berlari dengan kencang dan mencoba berhadapan dengan mereka bertiga.”Hentikan…..!!!”teriakanku sambil aku memukul salah satu dari mereka yang mencoba menyiksa anak kecil terjatuh tadi.

  “Sial…hei anak kecil!!! Mau menantang kami hah!?”Tanya si pemuda dengan emosi. Di keadaan yang ramai ini membuat semua orang menjadi panic dan takut. Tiba-tiba saja ada seorang polisi kota meleraikan kami. Aku di minta keterangan lebih jelas kepada para polisi tersebut. Lalu anak laki-laki tadi tersenyum dan berkata”Terima kasih sudah menolongku. Namaku Clein siapa namamu ?” aku pun terdiam dan berfikir. Apa aku harus menjawab pertanyaan itu? Atau abaikan saja pertanyaannya?. Semua pilihan tersebut membuatku bingung.”ahh apa kau juga tinggal disini?” Tanya rein. Aku pun masih saja bingung, mungkin jika aku menjawabnya maka dia akan senang. Lalu aku mencoba mengingat apa saja yang ada di pikiranku.”aku…namaku…siapa..?”jawabku dengan penuh kebingungan, ternyata aku lupa bahwa aku tidak memiliki sebuah nama.”apa kau tidak ingat???”Tanya rein.”namaku…siapa.?aku siapa.?”jawabku dengan gugup. Kemudian rein tersenyum dan bertanya”maukah kau ikut denganku?mungkin aku harus memanggilmu Arata”.

   Pertama kalinya ada seseorang yang baik hati dan memberikanku sebuah nama. Entah mengapa aku merasakan pertama kalinya rasa senang. Meski sedikit gugup untuk menjawab pertanyaan rein.”Jadi Arata maukah kau ikut denganku pulang ke rumah? Rumahku tidak jauh dari sini. Tinggalah bersamaku dan jadilah temanku arata. Kau mau ?”Tanya Rein dengan senang. Selama ini hidupku selalu suram. Layaknya awan yang bewarna abu abu, kini berubah seketika. Mungkin jika aku jawab ya rein pasti akan senang.”apa aku boleh tinggal di rumahmu rein ?” Tanyaku ke Rein,”tentu saja boleh…!”jawab Rein dengan tersenyum gembira.”baiklah jika itu yang kau mau Rein”jawabku sambil menunduk malu. ”Benarkah? wah senang sekali. Salam kenal Arata. Mulai sekarang kau akan menjadi temanku”. Saat itulah aku pertama kali mendengar kata teman dari rein. “teman? Apa itu?” tanya ku kepada Rein. “teman adalah sesuatu yang dapat membuatmu merasakan kesenangan dan kebahagiaan. Wah… awannya berubah menjadi putih”. Jawab Rein sambil memandang awan. Lalu aku pun juga memandang awan diatas. Yang selama ini ku lihat hanyalah awan yang bewarnakan abu abu saja. Ternyata inilah pertama kalinya ku melihat awan berwarna putih cerah, di sekelilingnya ada cahaya berwarna kuning mengarah kepadaku. Baru kali ini aku mendapatkan sebuah kehangatan dan kebahagiaan. Kemudian aku pun ikut dan tinggal di rumahnya Rein dengan perasaan senang. Kami berdua pun akhirnya selalu bahagia setiap saat.    


Karya:lhsanul faith Muhammad

Kelas: XI-IPS2

WAR of Glory

Oktober 07, 2017 0 Comments
Disuatu daerah bagian barat terdapat sebuah wilayah bernama Greenwest, wilayah tersebut di kuasai oleh sebuah aliansi yang terdiri atas tiga kerajaaan, dan aliansi tersebut dipimpin salah satu dari tiga kerajaaan tersebut yaitu kerajaan Nagel yang dipimpin raja Toothpick.
Di Greathall sedang diadakan rapat tingkat tinggi oleh sang raja, para jendral melaporkan pengamatan di tiap daerah. Sir, Ryston Harper dan Sir, Edmund Pierse maju untuk melaporkan.
“Yang mulia, saya akan melaporkan keuangan kerajaan, keuangan kerajaan sedang turun akibat terputusnya kerjasama ekonomi dengan kerajaan dari pulau sebelah.” Ucap Sir, Ryston.
“Yang mulia, saya juga melaporkan bahwa ada sebuah pemberontak di daerah Davostone yang dipimpin oleh Paul ‘Si Bandit Gila’, mereka telah mengumpulkan sekitar 50.000 penduduk yang ingin memberontak kepada kerajaan Nagel.” Ucap Sir, Edmund.
“Baiklah saya menyuruh Sir, Ryston berangkat menuju ke kerajaan dari pulau sebelah untuk berdiskusi dengan sang raja agar kerjasama bisa berjalan dengan baik, sedangkan Sir, Edmund siapkan pasukan berjumlah 3000 prajurit dengan perlengkapan perang yang lengkap untuk menghentikan para pemberontak agar mereka tidak menguasai kastil Highwill.”
“Baik yang mulia !” ucap kedua jendral
“Cukup sampai di sini, rapat ditutup.”
Para petinggi kerajaan keluar meningggalkan Greathall dan kembali bekerja, sedangkan  Sir, Santana Downsea menghampiri sang raja.
“Yang mulia.”
“Ah Sir, Santana apakah ada keperluan dengan saya.”
“Ya yang mulia, saya ingin berbicara mengenai kerajaan Fiella.”
“Ada apa dengan kerajaan tersebut ?”
“Saya curiga dengan gerak-gerik raja Trevor, saya melihat banyak pasukan Fiella berkumpul di kastil Unly. Mereka membawa peralatan perang yang banyak, saya takutnya mereka akan berkhianat kepada aliansi.”
“Kau tidak perlu takut, saya tau sifat “Mad King” ia tidak akan melakukan hal sebodoh itu untuk mengkhianati aliansi ini. Kau cukup memantau saja kegiatan prajurit Fiella.”
“Baiklah yang mulia, hamba izin kembali bekerja.”
Sir, Santana lalu meniggalkan sang raja dan kembali bekerja memantau kegiatan pasukan Fiella, sedangkan di kerajaan Fiella sang raja Trevor “Mad King” sedang berbincang dengan seorang pria tua yang sepertinya seorang penyihir terkuat Greenwest
“Penyihir Ludwig, saya membutuhkan bantuan anda untuk menguasai seluruh wilayah Greenwest.”
“Yang mulia, anda terlalu haus akan kekuasaan, sehingga lupa akan satu hal penting yaitu perjanjian aliansi yang sudah dibuat oleh kakek anda untuk memakmurkan wilayah Greenwest ini.”
“MEMANGNYA ANDA PIKIR DENGAN ADANYA TIGA KERAJAAN SELURUH WILAYAH AKAN MAKMUR ?!, MALAHAN SEBALIKNYA AKAN TERJADI PEREBUTAN KEKUASAAN !, DENGAN ADANYA SATU KERAJAAN YANG ADA MAKA TIDAK AKAN TERJADI KERIBUTAN DI GREENWEST !”
“Tapi lebih baik bersatu dan bersama membuat wilayah Greenwest jadi sejaterah.”
“Sepertinya anda lupa akan hutang budi anda terhadap kakek saya.”
“Memang saya berhutang budi terhadap kakek anda yang telah melindungi para penyihir yang tersisa sehingga saya bersumpah akan selalu melayani anak cucunya, tetapi saya tidak akan menggunakan kekuatan saya untuk menguasai Greenwest.”
“Saya sudah muak dengan jawabanmu, lebih baik anda angkat kaki dari sini.”
“Hamba mohon untuk pergi dari hadapan anda yang mulia.”
Sang penyihir pun meniggalkan ruangan sang raja lalu ia menunggangi kudanya pergi dari Kerajaan Fiella menuju tempat kediamannya. Sementara sang raja Trevor memerintah jendralnya untuk menghadap sang raja secepat mungkin.
“SIR, BUENO SEGERALAH KE VALERIE VILLAGE UNTUK MENEMUI PENYIHIR TESLA !!!”
“Baik yang mulia.”
“SEDANGKAN SIR, ARRES KIRIM PASUKAN UNTUK MEMBANTU PEMBEROTAKAN PAUL SI BANDIT GILA AGAR BISA MENGUASAI KASTIL HIGHWILL DAN KIRIM JUGA PASUKAN UNTUK MENGUASAI KASTIL LUKE DAN KASTIL BACKHILL !!!”
“Yang mulia mengapa anda mengirim pasukan untuk menguasai kedua kastil tersebut ?”
“karena aku yakin kerajaan Nagel akan terfokuskan dengan pasukan kita yang berada di kastil Unly dan pemberontakan si bandit gila tersebut, sehingga mereka tidak menjaga kedua kastil tersebut dan kita bisa menguasai kedua kastil.”
“Baiklah yang mulia hamba izin untuk melakukan apa yang anda perintahkan.”
“Sedangkan untukmu Sir, Lance siapkan pasukan kerajaan dalam skala besar dan pasukan dari para klan kecil untuk menyerang ibukota Kerajaan Nagel dan siapkan senjata andalan yaitu “God Of Rock”.”
“Siap yang mulia.”
Para jendral kerajaan Fiella langsung melaksanakan tugas dari perintah sang raja Trevor yang berambisi untuk menguasai seluruh wilayah Greenwest, dengan pertambangan emas yang dimiliki ia percaya diri akan mudah untuk mengumpulkan para prajurit yang banyak dan juga perlengkapan senjata tempur yang banyak untuk menjahtukan kerajaan Nagel tersebut.
Setelah beberapa hari akhirnya pasukan Nagel yang dipimpin oleh Sir, Edmund  sampai dan langsung menggempur para pemberontak yang berada di daerah dekat kastil highwill, mereka hampir berhasil mengalahkan para pemberontak tersebut sampai akhirnya datang para pasukan Fiella yang langsung seketika menyerang para pasukan Nagel, pasukan Nagel ketika itu sangat kaget atas penyerangan tiba-tiba oleh pasukan Fiella dan Sir, Edmund menyuruh pasukannya untuk mundur dari pertempuran akibat kalah jumlah. Sedangkan Sir, Santana mendapatkan kabar dari mata-matanya yang berada di kastil Unly bahwa pasukan Fiella berencana menyerang Kerajaan Nagel dalam kurung waktu dekat.
Beberapa hari kemudian para Jendral Nagel sampai di ibukota Kerajaan Nagel, mereka lalu menghadap Sang raja dan melakukan rapat tingkat tinggi kembali. Para jendral lalu melaporkan setiap kejadian yang mereka hadapi.
“Lapor yang mulia, kerajaan dari pulau sebelah akhirnya kembali lagi berkerjasama dengan kita.” Ucap Sir, Ryston
“Akhirnya mereka mau berkerjasama lagi.”
“Yang mulia kami tidak berhasil mengalahkan para pemberontak yang dipimpin si bandit gila.” Ungkap Sir, Edmund
“mengapa kalian bisa kalah oleh segerombolan pemberontak yang tidak terlatih ?”
“Kami awalnya berhasil mengalahkan mereka sampai suatu saat tiba-tiba pasukan Fiella muncul dengan jumlah yang banyak menyerang kami tanpa sebab dan akhirnya pasukan kami mundur”.
“Yang mulia saya juga ingin melapor bahwa pasukan Fiella yang berada di kastil Unly berencana untuk meyerang kerajaan, mungkin ini ada sangkut pautnya dengan penyerangan di kastil highwill.” Kata Sir, Santana
“Tidak kusangka si sialan itu akan melakukan hal ini.”
“Lalu langkah apa selajutnya yang mulia ?”
Sir, Guonlof yang dari tadi diam akhirnya ia angkat bicara.
“Yang mulia, saya sarankan untuk mengirim Sir, Mycro dan pasukannya dari kastil Brownwest ke kastil Backhill secepat mungkin agar terhindar dari serangan kerajaan Fiella karena mungkin mereka saat ini sudah menguasai kastil Luke.”
“Baiklah beritahu secepat mungkin ke Sir, Mycro yang berada di kastil Brownwest, dan kuperintahkan Sir, Ryston untuk kembali ke kastil Harper agar tidak diserang oleh pasukan Fiella dari kastil Unly, sedangkan untuk Sir, Edmund kumpulkan pasukan yang berada di kastil Stone untuk berkumpul di kastil Pierse, sisanya Sir, Santana dan Sir, Guonlof tetap berada disini untuk membahas strategi selanjutnya.”
Mereka semua lalu pergi untuk melaksanakan perintah sang raja dan para petinggi kerajaan  bergerak menyiapkan semua segala kebutuhan untuk mempertahankan Kerajaan Nagel dari serangan tersebut. Disisi lain pasukan Fiella berhasil menguasai kastil luke dan kastil Highwill, mereka yang berada di kastil Fiella mengeksekusi para gerombolan yang dipimpin si bandit gila agar tidak terjadi pemberontakan lagi. Raja Trevor sudah memerintahkan para jendralnya untuk menginvasi seluruh kastil yang berada di bawah wilayah kerajaan Nagel.
     Setiap hari kedua kerajaan tersebut saling bertemu dan berperang untuk menguasai dan mempertahankan seluruh kastil yang berada di wilayah kerajaan Nagel, sampai tiba suatu saat satu persatu kastil-kastil kerajaan Nagel jatuh ke tangan kerajaan Fiella dikarenakan pasukan Fiella mempunyai jumlah peralatan dan suplai pangan yang banyak ketimbang pasukan Nagel. Banyak pasukan Nagel yang terbunuh akibat peperangan tersebut.
 “Yang mulia Toothpick, kita sudah banyak kehilangan pasukan akibat perang ini dan jumlah persediaan pangan juga semakin menipis.” Ucap Sir, Santana.
“Kita juga sudah kehilangan Sir, Ryston yang terbunuh akibat melindungi kastil Harper, Sir, Edmund yang langsung menyerang kastil Highwill dengan membabi buta tanpa disadari adanya senjata “God Of Rock” didalamnya yang dapat melenyapkan mereka seketika, dan juga Sir, Mycro yang gagal menguasai kastil Backhill dan juga terbunuh.” Timpa Sir, Guonlof.
“Dan kita juga sudah kehilangan seluruh kastil akibat kecerobohan saya yang meremehkan kekuatan militer Kerajaan Fiella.” Ucap raja Toothpick dengan nada putus asa.
“Saya merasa ada kejanggalan dalam peperangan ini,  kita tau kekuatan militer kita sangat besar dan kuat dibandingkan dengan kekuatan militer kerajaaan Fiella.” Kata Sir, Guonlof.
“Seharusnya kita bisa mengalahkan mereka dengan mudah, tetapi justru malah kita yang kalah dengan mudah. Menurutku mereka mungkin mendapatkan bala bantuan dari kerajaan Greatjoy.” Tandas Sir, Santana.
“Tidak mungkin kerajaan Greatjoy membantu mereka karena Raja Kinderjoy sendiri tak sudi bersekutu dengan mereka yang sudah membantai istri dan anak-anaknya di kastil Greathigh.”
“Menurutku mereka dibantu oleh salah satu dari dua penyihir terkuat Greenwest, tapi tidak mungkin penyihir Ludwig mau membantu orang yang berambisi ingin menguasai Greenwest tersebut. Tapi lain halnya dengan penyihir Tesla yang mau membantu tapi harus dibayar dengan harta yang sangat banyak.” Ungkap raja Toothpick.
Mereka semua tertunduk lesuh dan lemas dikarenakan mereka tidak punya harapan lagi untuk mengalahkan kerajaan Fiella yang dibantu oleh penyihir Tesla, salah satu dari dua penyihir Terkuat Greenwest. Satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah memanggil penyihir Ludwig yang juga salah satu dari dua penyihir terkuat Greeenwest tetapi tidak mungkin mencari Penyihir tersebut dalam waktu yang tedesak ini, karena Mereka tau sebentar lagi kerajaan Nagel akan runtuh.       
Dan benar saja kerajaan Nagel takluk dari kerajaan Fiella yang saat ini begitu kuat. Raja Toothpick dan para jendralnya akhirnya dieksekusi dan tidak ada lagi kerajaan Nagel untuk selamanya. Pada malam harinya para prajurit Fiella berpesta pora dengan ria karena telah berhasil mengalahkan kerajaan Nagel, raja Trevor beserta para petinggi kerajaanya dan penyihir Tesla terlihat sedang menikmati pesta tersebut.
“Ahay !, mari kita bersulang atas kemenangan ini !”
Semua pentinggi kerajaan terlihat sangat berbahagia, mereka menikmati berbagai makanan dan minuman khas kerajaan Fiella yang terkenal akan kualitasnya. Sir, Lance yang membenci pesta lalu keluar dari tempat tersebut untuk mencari angin. Ia melihat Sir, Bueno yang sedang memperhatikan peta wilayah Greenwest dan lalu menghampirinya.
“Setengah wilayah Greenwest sudah dikuasai.” Sir, lance memulai pembicaraan.
“Yap, kita sudah berhasil memperluas wilayah, dan selanjutnya wilayah kerajaan Greatjoy.”
“Tentang Kerajaan Greatjoy, apakah mereka tidak bergerak sekalipun disaat kita menyerang kerajaan Nagel?”
“Yap, memang janggal melihat mereka tidak ikut membantu ketika kerajaan Nagel hampir kalah, Mungkin mereka juga ingin kerajaan Nagel runtuh agar pesaing mereka berkurang satu untuk menguasai seluruh wilayah Greeewest.”
“Bisa jadi.”
“Lebih baik kita beristirahat yang cukup untuk besok hari.”
“Baiklah.”
Mereka berdua pun pergi untuk beristirahat.
Keesokan harinya mereka menerima kabar bahwa pasukan kerajaan Greatjoy yang dipimpin raja Kinderjoy telah sampai di daerah kastil Stone dan berhasil menguasai kastil tersebut, jarak kastil Stone dengan Ibukota kerajaan sangat dekat sehingga mereka terkejut akan kabar ini lalu mereka bersiap-siap menyiapkan semua armada militer untuk menyerang kastil Stone. Pasukan Fiella dipimpin raja Trevor dan penyihir Tesla bergerak menuju kastil Stone yang berada dekat pantai, mereka tidak mau merehmehkan kerajaan greatjoy karena kerajaan Greatjoy terkenal akan armada lautnya dan kalau mereka berhasil berlabuh maka mereka adalah musuh yang sangat sulit untuk dihadapi.

Semua pasukan Fiella mengepung setiap bagian sudut dari kastil Stone, penyihir Tesla menyerang gerbang kastil tersebut dengan sihirnya, setelah itu mereka masuk kedalam kastil, didalam mereka tidak menemukan siapa-siapa, pasukan Fiella tetap mencari di seluruh bagian sudut di kastil Stone, tapi tetap tidak menemukan apa-apa, penyihir Tesla melihat ke arah sebuah jendela dan mendapati seluruh pasukan Greatjoy yang sudah keluar dari kastil Stone, pasukan Fiella merasa tertipu oleh pasukan Greatjoy, pasukan Greatjoy sudah siap menghancurkan kastil Stone yang didalamnya ada pasukan Fiella dengan menggunakan alat penghancur kastil yang terbuat dari kayu yang diubah menjadi kendaraan tempur yang diisi dengan batu besar yang dapat menghancurkan sebuah kastil, seluruh pasukan Fiella panik dan penyihir Tesla berusaha untuk melindungi kastil Stone, tetapi ia sadar akan adanya penyihir Ludwig yang membantu pasukan Greatjoy dengan menggunakan sihirnya untuk menghancurkan sihir milik penyihir Tesla, dan mulailah para pasukan Greatjoy menggempur kastil Stone, hingga akhirnya kastil Stone yang berisi Raja Trevor, petinggi kerajaan, dan pasukan Fiella hancur lebur tanpa ada yang tersisa, semua pasukan Fiella tewas kecuali penyihir Tesla yang berhasil kabur dengan sihirnya, setelah itu pasukan Greatjoy melakukan penyerangan kesetiap seluruh penjuru daerah Greenwest, mereka berhasil menguasai dan memerintah seluruh wilayah Greenwest, Raja Kinderjoy diangkat menjadi penguasa Greenwest untuk pertama kalinya dalam sejarah, walaupun Greenwest sudah hidup dengan damai dalam kekuasaan kerajaan Greatjoy namun tetap ada penyerangan yang dilakukan oleh para kerajaan dari pulau sebelah yang berambisi untuk menguasai Greenwest.

Alternatif

Oktober 07, 2017 0 Comments
 Seorang anak yang bernama Raff yang terlahir ceria,ambisius dan cerdas, namun ia pemalas. Raff memiliki bakat balapan, dan mulai terlihat sejak umur 2,5 tahun. Dia balapan di usia yang bisa dibilang tidak masuk akal untuk masuk balapan, dan terlalu dini untuk masuk kedalam dunia ambisius. Diumur 3 tahun dia juga suka dengan hal-hal yang berbau mobil, dan dia sering menempel gambar/foto mobil di dinding rumah dari majalah otomotif.

  Diumur 2,5 tahun dia mulai memasuki masa ambisius ketika orang tua Raff mengajak Raff pergi ke Mall, di Mall tersebut ada zona permainan/event balapan mobil mainan yang menggunakan aki. Pada awalnya Raff tidak ingin mencoba balapan tersebut karena mobilnya cepat dan lawannya berumur lebih tua dari Raff. Akhirnya orang tua Raff dan Raff pun pulang ke Rumah. Sesampai di Rumah

Raff berkata kepada Ayahnya “Ayah, Raff mau main balapan yang di tempat tadi”,
dan Ayah Raff pun berkata “Lah tadi tidak mau karena pada kebut-kebutan, yaudah minggu depan kita kesana lagi.”

   Minggu depannya Raff dan orang tuanya pergi ke event tersebut. Sampai di sana ia ingin main tetapi dilarang oleh petugasnya, dikarenakan umurnya yang kurang mencukupi. Raff pun bersikeras untuk main dan orang tua Raff pun membujuk petugas untuk mengizinkannya. Dan akhirnya petugas pun mengizinkan, lalu tak disangka-sangka Raff mengendarai dengan sangat cepat dan orang setempat pun bingung siapa sebenarnya anak itu. Orang tua Raff hanya bisa mendengar orang setempat membicarakan Raff, orang tua Raff pun hanya bisa tersenyum. Setelah permainan selesai, akhirnya mereka pulang dan Raff pun sangat bahagia.

   Lalu setelah dia menemukan jati diri dalam dunia balap Raff pun suka dengan dunia mobil, karena ayahnya pun juga sangat suka dunia mobil. Ketika sedang jalan-jalan sekeluarga, Raff tidak bisa diam dan menyebutkan semua nama-nama mobil yang lewat. Lalu Raff suka mengguntingi mobil-mobil di majalah otomotif bekas dibaca ayahnya. Untuk berangkat ke Taman Kanak-kanak pun Raff mengendarai motor aki beroda 3 yang di belikan ayahnya. Kemudian Raff mulai hobi mengoleksi mobil-mobilan, sampai-sampai mobil-mobilan tersebut dia rawat dengan sepenuh hati. Ketika Raff mandi dia bawa mobil-mobilan untuk dicuci, ketika dia sakit dia membeli mobil-mobilan lalu sembuh, ketika dia tidur dia harus membawa mobil-mobilan di kasurnya supaya bisa tidur.

   Raff memang tidak menyukai sekolah, di TK nol kecil dia hanya masuk sekolah sekali lalu dia tidak mau masuk sekolah karena tidak asik. Sehingga orang tua Raff pun mengajarinya menulis,berhitung, dan membaca. Raff tak perlu waktu lama untuk menyerap ilmu-ilmu tersebut. Lalu ketika di TK nol besar dia pun dituntut untuk masuk sekolah. Akhirnya Raff pun masuk sekolah.

   Selang berjalannya waktu Raff kembali berulah tepatnya ketika duduk di bangku kelas 6. Dia nekat untuk menyetir mobil milik mamanya, untungnya tidak terjadi apa-apa padanya. Diumurnya yang segitu, ambisi dia terlalu tinggi. Walau begitu, ketika dia duduk di bangku kelas 6.. nilai-nilai dia memuaskan untuk akademiknya.

   Namun,ketika dia duduk di bangku smp. Dia tidak pernah serius sehingga nilai dia pun bisa dibilang “jelek”. Hingga pada akhirnya dia lulus dari SMP dengan nilai yang kurang memuaskan. Setelah itu, dia memiliki impian dan harapan untuk menjadi pembalap professional namun impian dan harapan Raff di tolak dengan mentah-mentah oleh orang tuanya. Orang tua Raff menganggap impian Raff itu berbahaya dan menurutnya pembalap di Indonesia itu kurang dibina oleh pemerintah dan sulit untuk mencapai jam terbang internasional.

Jadi orang tua Raff memberitahu kepada Raff “Balapan tak harus dijadikan perkerjaan, cukup jadikan hobi saja.”

   Akhirnya Raff pun menerimanya karena dia percaya pasti jalan orang tua lah yang terbaik. Walau sebenarnya Raff cukup sedih, untuk itu Raff pun belajar giat di bangku SMA supaya dia bisa menjadi insinyur mesin/insinyur mobil. Dia mungkin memang tidak bisa menjadi pembalap, namun dia yakin pasti bisa menjadi orang dibalik para pembalap. Walau dia tidak bisa menjadi pembalap professional tapi dia masih memiliki ambisi yang sama.

   Dia tetap selalu ingin menjadi yang terbaik. Raff pun sangat giat belajar hingga rapot SMA pun memuaskan. Walau dia tidak mendapat jalur undangan untuk perguruan tinggi negeri, tapi tekad dan ambisinya tak berhenti sampai dengan disitu. Raff mendaftarkan diri untuk masuk di ITB mengambil teknik mesin. Dia memang mengambil teknik mesin supaya dia bisa menggapai cita-citanya.

   Raff diterima oleh ITB untuk menjadi mahasiswa, dan Raff pun giat menjalaninya. Dia pun lulus dengan cumlaude. Setelah lulus dia tidak mengambil S2, jadi dia melamar pekerjaan dengan S1. Raff pun ditawari kerja oleh sebuah merk mobil ternama sebut saja “Mercedes Benz” atau biasa disebut “Mercy”. Raff pun sangat bersyukur atas pencapaian. Tapi

 “Perjuangan tak hanya sampai disini” Kata Raff.

   Dia pun diangkat menjadi ketua insinyur permesinan dan aerodinamis sekaligus mendapat gelar ketua insinyur termuda dalam pabrikan Mercy tersebut. Menurut Raff “ketika seseorang tidak dapat menggapai impiannya, percayalah banyak jalan untuk masuk kedalam dunia impiannya.” Tetapi selalu ingatlah “Jalan orang tua pasti yang terbaik.” Itulah kata-kata yang ada dibenak pikiran seorang Raff. Dan diusianya yang masih sangat muda dia pun sering ditawari untuk menjadi narasumber dalam suatu seminar, dan tak banyak yang ia tolak.

   Raff sangat mencintai pekerjaannya sehingga dia tidak merasa ada titik jenuh dalam pekerjaannya. Tak sedikit pula wanita yang mengejar-ngejarnya, namun ia tetap belum ingin menikah karena fokus dengan pekerjaan dan misinya. Raff juga sering menjadi tamu kehormatan dalam suatu event mercy. Sampai suatu ketika Boss Mercedes Benz Formula 1 pun sempat ngobrol dengan Raff.
 “Bagaimana jika anda menjadi ketua permesinan dalam pit kami, kebetulan ketua permesinan kami itu sudah sibuk dengan keluarganya sehingga hasil mesin untuk mobilnya pun kurang memuaskan.” Kata Boss Mercy
 “Oh begitu, dengan senang hati saya terima pekerjaan tersebut.” Kata Raff
 “Sip, kalau begitu kamu nanti datang ke berlin ya karena 2 minggu lagi tim-tim Formula 1 punya acara besar sekaligus tim-tim dalam Formula 1 memperkenalkan para teknisi barunya.” Kata Boss mercy
 “Makasih lho pak,baiklah bisa di atur.” Kata si Raff

   Lalu setelah mendengar kabar tersebut, pihak Mercy tempat Raff berkerja pun menyetujuinya. Kemudian pihak Mercy tempat Raff bekerja mengumumkan bahwa Raff akan meninggalkan teman-teman kerjanya karena dia akan memulai karir baru menjadi mekanik Formula 1 sampai batas waktu yang di tentukan. Raff pun bekerja sangat serius karena karir dia sekarang adalah jalan lain dari impiannya. Baginya ini adalah jalan untuk membahagiakan dirinya sekaligus orang tuanya.

   Diawal musimnya di Formula 1, Raff merasa sedikit kesulitan karena biasanya mensetting mobil untuk kenyamanan berkendara namun sekarang berbeda. Raff harus bisa beralih mensetting mobil dari kenyamanan berkendara menjadi mobil yang cepat sesuai karakteristik pembalap dan kemauan pembalap. Raff sangat giat dalam pekerjaannya karena ia masih memiliki impian yang harus dicapai, dan impian tersebut baru terbayang setelah dia bekerja menjadi mekanik Formula 1. Ketika sedang latihan bebas dia sempat test drive mobil balap rakitannya. Dia mencatatkan waktu yang tidak begitu buruk, dia hanya terpaut 1 detik dari pembalap utama team Raff ini.

   Seiring waktu berjalan, Raff pun memiliki finansial yang mumpuni. Dia memiliki impian yang baru terbayang ketika sudah bekerja dalam Formula 1, yaitu membangun sekolah balap. Dia membagun sekolah balap bernama “Raff Racing School”. Di sekolah balap yang didirikan Raff tersebut ada berbagai macam jenis balapan, yang terdiri dari: Moto gp mini & besar, motor Cross, dan Go Kart. Dan yang lebih istimewanya lagi, dia hanya menerima murid yang berdarah Indonesia karena dia ingin bakat anak-anak Indonesia bisa membanggakan Indonesia.

   Dia pun sangat dibanggakan oleh orang-orang Indonesia karena telah membanggakan Indonesia dalam jam terbang internasional. Raff ketika dalam pekerjaannya pun tidak pernah menyerah. Ketika mesin bermasalah dia langsung memperbaikinya sebaik mungkin, ketika gaya balap pembalap tidak sesuai dengan settingannya.. Raff pun cepat untuk mencari solusi. Bisa dibilang karir Raff sangat baik dalam dunia Formula 1. Dia adalah orang yang tidak suka dengan resiko namun suka dengan tantangan.

   Ketika waktu libur tiba dia selalu meluangkan waktunya untuk kembali ke Indonesia untuk berkumpul dengan keluarganya. Dia selalu ingat bahwa dia tidak akan menjadi sebesar ini jika tidak ada peran keluarga dalam hidupnya. Dia sangat berterima kasih kepada orang tuanya, dengan dilarangnya dia menjadi pembalap Indonesia yang katanya  “kurang dibina dan dibantu pemerintah” akhirnya Raff mengubah kata-kata tersebut menjadi pembalap Indonesia bakal mudah bersaing dalam balap internasional berkat sekolah balap milik Raff, karena dalam dunia balap internasional pun Raff di akui oleh banyak pabrikan bahwa dia sangat berbakat dan bertalenta dalam dunia balap. Dia pun beranggapan jika telah punya anak nanti, dia akan membebaskan anaknya untuk memilih karirnya, karena Raff tau pasti anaknya juga tetap berada dalam dunia balap.


   Dan akhirnya Raff selalu dibanggakan oleh masyarakat Indonesia. Dia telah mencatatkan banyak prestasi. Dia telah berhasil memperbaiki masa lalunya dari yang buruk menjadi sangat baik. Dia telah membanggakan orang tua dan dirinya. Dia sudah dapat mengontrol ambisinya. Dia adalah orang yang selalu tidak pernah merasa puas atas apa yang dia raih, dia ingin selalu menjadi yang terdepan. Dan dia selalu memegang prinsip “kesuksesan ditentukan oleh usaha,kerja keras,doa, dan ridho orangtua.. dan masalah bukan halangan untuk mencapai kesuksesan, tapi masalah adalah ujian untuk melaju ke langkah selanjutnya”


Fachrizal Rafi Hidayat

Sadar

Oktober 07, 2017 0 Comments
 
   Suatu hari, hiduplah seorang anak laki-laki yang tinggal bersama ibunya bernama Rou. Ia adalah anak yang hobi bermain game tetapi dia tidak bersemangat dalam sekolah. Dia seringkali bolos sekolah hanya untuk bermain game online di warnet, ibunya tidak mengetahui tentang itu dan selalu percaya bahwa anaknya adalah anak yang semangat bersekolah.
     Pada suatu hari, guru Rou memberitahu ibunya bahwa Rou tidak masuk sekolah tanpa keterangan apapun (alfa), ibunya pun langsung kaget mendengar berita tersebut, Rou pun saat itu juga pulang kerumah dari warnet. Ibunya marah karena dia ketahuan tidak masuk sekolah dan menanyakan pada Rou kemana dia pergi saat tidak masuk sekolah. Dia menjawab pergi bermain di warnet, ibunya pun menghukum dia dan melarang untuk bermain warnet lagi ataupun bolos sekolah lagi.
     Seminggu setelah itu ibu Rou jatuh sakit demam karena kelelahan, Dia sedih walaupun tau ibunya masih marah padanya, dia pun mencoba merawat ibunya tetapi ibunya berkata tidak apa apa dengan nada yang tinggi. Dia pun langsung masuk ke kamarnya walaupun tau bahwa ibunya sedang sakit. Keesokan harinya Rou menyiapkan sarapan untuk ibunya dan langsung pergi sekolah, saat ibunya bangun ia bingung dan tidak tau siapa yang menyiapkan sarapan di ruang makan. Ibunya berpikir yang menyiapkan makan ini ialah Rou, tetapi ia merasa aneh dan langsung menghilangkan pikirannya tentang itu.
Saat pulang sekolah Rou membawakan makanan untuk ibunya, dengan rasa senang ibunya menerima itu walaupun terlihat seperti masih marah, Rou pun sangat senang. Saat malam tiba ia memikirkan cara untuk membuat ibunya senang dan senyum lagi, tiba-tiba dia punya ide dengan cara yang bisa dibilang terkait dengan hobinya, yaitu mengikuti turnamen game online di warnet. Rou pun meminta izin kepada ibunya untuk mengikuti turnamen yang akan diadakan seminggu lagi di warnet, ibunya pun menolak permintaan tersebut dan membuat Rou sedikit kecewa. Saat dia sedang di kamar, dia berpikir untuk diam-diam mengikuti turnamen game online tersebut dengan cara mengirim pesan kepada teman-teman nya melalui kertas. Saat hari sudah malam dan Rou pun tertidur saat menulis pesan tersebut, ibunya masuk ke kamarnya untuk melihat Rou, ibunya bingung kenapa dia tidur di depan meja belajarnya dan ibunya langsung melihat ke arah meja belajar ada sebuah kertas yang berisikan pesan-pesan untuk temannya, ia langsung mengambil kertas tersebut  dan membacanya. Ia sadar  dan tau apa yang Rou rencanakan yang sebenarnya ialah untuk membuat ibunya bangga kembali pada dirinya.


     Seminggu kemudian, Rou dan teman-temannya langsung menuju warnet untuk mengikuti turnamen game online tersebut tanpa izin dari ibunya untuk pergi, ibunya pun tau bahwa hari itu Rou ada di warnet untuk mengikuti turnamen. Saat Rou sudah mencapai final dengan teman-temannya, ibunya pun datang tanpa diundang dan mencari Rou. Rou tidak tau bahwa ibunya sedang ada di warnet dan langsung melanjutkan pertandingan final itu. Beberapa menit kemudian Rou dan teman-temannya memenangkan pertandingan tersebut dan mendapatkan hadiah yang besar sebagai juara 1 turnamen game online. Pada saat itu Rou ingin menuju ke rumah tetapi ibunya langsung menghadang dia dengan muka yang seperti saat ia marah padanya, Rou kaget dan keadaan pun hening seketika tiba-tiba ibunya memeluknya dengan rasa terharu dan Rou pun sangat senang sekali bahwa ibunya tidak marah lagi. Ia dan ibunya langsung menuju ke rumah dan sesaat sampai di rumah ibunya pun mengatakan pada Rou bahwa ia sangat bangga walaupun dulunya ia sering bolos sekolah dan bermain di warnet., Rou pun kembali senang dan bisa melihat senyuman ibunya lagi.

“Ruang Waktu”

Oktober 07, 2017 0 Comments
 Audrey pun terbangun dari tidurnya, namun matanya masih sangat ingin menutup saja. Lalu seketika mata ia pun terbelak dan terkaget karena melihat jam dinding yang telah menunjukkan ke pukul 07:00 sontak ia pun langsung terbirit birit pergi ke kamar mandi. Setelah itu dia lantas langsung pergi ke sekolah dengan supir pribadinya.
Audrey merupakan anak yang sangat terobsesi dengan prasejarah,hingga ia pun selalu menghabiskan waktu selama istirahatnya di perpustakaan dan mencari buku buku yang berkaitan dengan prasejarah. Ia sangat berbeda dengan anak anak yang lainnya disaat yang lain masih asik bermain dengan tema temannya sedangkan Audrey sudah memikirkan bagaimana situasi yang terjadi pada zaman prasejarah.
Bu Lala yang merupakan petugas perpustakaan di sekolahnya Audrey sudah paham betul pasti setiap hari Audrey akan selalu mengunjungi perpustakaan. Namun bukan hanya berkunjung untuk membaca buku buku tentang prasejarah namun ia juga sering mengunakan komputer untuk mencari dan menggali pengetahuannya tentang prasejarah.
Audrey merupakan anak yang termasuk cerdas diantara teman teman sekelasnya bahkan ia mampu mendapatkan nilai yang hampir sempurna disetiap pelajaran terutama di pelajaran kesukaan nya yakni sejarah. Guru sejarah ia yang bernama Bu Ratna pun berkali kali terkagum dengan Audrey karena kegigihannya dalam memperdalam dan menggali tentang prasejarah.
“Assalamualaikum”, Ucap Bu Ratna sambil mengetuk pintu ruang kelas 10 IPS 2
“Waalaikumussalam”, Jawab para siswa kelas 10 IPS 2.
Hari ini adalah ulangan tentang manusia purba di dunia dan di Indonesia. Itu artinya Audrey harus bisa mengerjakannya dengan baik dan penuh kejujuran. “Ya anak anak hari kita akan mengadakan ulangan harian bab manusia purba di dunia dan di Indonesia, sekarang ibu beri waktu 20 menit untuk kalian membaca baca ulang materi yang telah kita pelajari dan setelah itu baru ibu akan mulai ulangannya”, Ucap Bu Ratna
20 menit kemudian…
Bu Ratna pun mulai membagikan kertas ulangan yang akan dikerjakan para siswa. Audrey langsung mengerjakannya dengan cepat mula mula ia isi terlebih dahulu nama dan kelas, lalu ia pun mengerjakannya dengan penuh kesungguhan dan penuh kejujuran. Lalu muncullah bisik bisikan dari kanan dan kiri Audrey yang berbisik ingin meminta jawaban namun Audrey hanya mendiamkannya saja tidak menjawab sedikit pun karena ia tidak mau jawaban ia di berikan kepada teman temannya. Disaat semua teman temannya bekerja sama saat ulangan ia hanya diam dan mengisi soal ulangan itu. Ya memang Audrey adalah anak yang sangat “pelit” dalam urusan memberikan contekan apalagi di pelajaran kesukaannya ini.
Akhirnya ulangan pun usai dan itu tandanya pelajaran Bu Ratna juga telah usai dan berganti dengan jam istirahat makan siang. Lagi-lagi gadis itu pun bergegas kembali untuk pergi ke perpustakaan sambil menyantap makan siang yang dibawakan oleh ibunya dan ia sambil membaca buku prasejarah kembali
“Masih tentang prasejarah ya?” Tanya Bu Lala
“Iya bu hehe”, Jawab Audrey
Ya memang Bu Lala tak habis pikir dengan salah satu kebiasaan salah satu muridnya ini yang selalu saja pergi ke pepustakaan untuk membaca hal hal yang mungkin bagi sebagian murid murid sepantaran dia merupakan hal yang sangat tidak penting itu.
Meski banyak yang tidak menyukai sifat Audrey yang aneh ini, tapi ada salah satu teman ia yang sangatlah setia dengannya ia adalah Putri mereka berdua sudah bersahabat sejak mereka masih duduk dibangku SD. Putri sangatlah mendukung apa yang digemari sahabatnya itu.
“Kriiiiing”, Bel pulang sekolah pun berdering
Seluruh anak anak SMA Garuda Bangsa pun berhamburan keluar kelas dengan mengendong tas mereka dan satu persatu dari mereka pulang ada yang dijemput dan bawa motor sendiri.
Audrey pun pulang dengan dijemput sopirnya dan ia pun mengajak Putri untuk pulang bersamanya karena letak rumah mereka berdekatan.
Sesampai nya Audrey di rumah ia pun langsung melepas bajunya dan merapihkan sepatunya. Namun ia sangat binggung sekali mengapa rumah sangat tampak sepi sekali, lalu Audrey pun bertanya pada Bi Nayah
“Bi ko sepi sekali? Ayah sama Ibu masih dikantor ya belum pulang?”, Ucapnya
“Iya non Ayah sama Ibu non katanya ada pekerjaan mendadak dan harus diselesaikan hari ini juga makanya mereka harus lembur malam ini”, Jawab Bi Nayah
Sebenernya Audrey sudah terbiasa dengan situasi ini namun baru kali ini saja orang tuanya pergi pagi dan sampai larut mala mini. Mereka sangat sangat sibuk dengan pekerjaanya sampai sangat jarang sekali untuk ngobrol bareng Audrey.
Akhirnya pukul menunjukkan 02:00 dini hari orangtua Audrey pun pulang
Lantas Audrey pun terbangun dari tidurnya, dan segera menghampiri Ayah dan Ibu nya namun mereka langsung bergegas untuk pergi ke kamar tidurnya. Audrey pun tidak berpikir panjang lagi ia langsung kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya kembali.
Keesokan harinya…
“Kriiiing”, Bel tanda masuk jam pelajaran pertama pun bordering
Bu Ratna pun langsung masuk ke dalam kelas 10 IPS 2 untuk mengajar sejarah. Disaat teman temannya mengobrol dengan teman lainnya, Audrey hanya terdiam dan gugup karena hari ini nilai ulangan sejarah akan dibagikan.
“Ibu tak habis pikir dengan nilai ulangan kalian kenapa pada ancur nilainya? Padahal ibu sudah berusaha memberikan soal yang sangat mudah”, Ucap Bu Ratna yang sangat sedih melihat hasil ulangan murid 10 IPS 2
Audrey pun makin gugup dan jantung nya berdegup kencang.
“Audrey Santika Putri”, Ucap Bu Ratna
Akhirnya Audrey maju dan meraih kertas hasil ulangannya. Namun Audrey belum mau membuka kertas hasil ulangannya itu karena ia menunggu teman teman yang lainnya juga memperoleh hasil ulangannya. Setelah semuanya sudah memperoleh Audrey pun mulai perlahan membuka kertas hasil ulangannya tersebut dan sambil ia berdoa agar nilainya tidak ancur seperti teman teman lainnya.
Dan jeng jeng jeng…

Di kertas Audrey pun tertulis angka “100” dan ia pun sangat senang sekali. Memang hal ini memang sudah biasa Audrey alami akan tetapi setiap kalinya pembagian nilai ulangan ia selalu saja takut dan gugup akan nilai ulangan sejarahnya itu.



Rahma Fadila Putri